PRINSIP-PRINSIP DAN ASAS-ASAS PERKAWINAN

Makalahkuliah.comDimaksud dengan prinsip dalam bahasan ini ialah dasar-dasar atau norma-norma umum, dasar-dasar yang seharusnya dipegangi dan sekaligus dilakukan oleh pasangan dalam menempuh bahtera rumah tangga. Apa saja prinsip perkawinan itu? terdapat perbedaan di kalangan para ahli mengenai jumlahnya. Menurut Khoiruddin Nst. (Hukum Perkawinan 1, hlm. 55 dst), ada sejumlah nas (al-Qur’an dan as-sunnah) yang berbicara sekitar prinsip perkawinan. Nas dimaksud adalah al-Baqarah (2): 187, 228, 233; an-Nisa’ (4): 9, 19, 32, 58; an-Nahl (16): 90; at-Talaq (65): 7, ditambah dengan beberapa sunnah Nabi Muhammad saw.
Dari nas tersebut ada beberapa prinsip yang harus dipegangi oleh suami isteri sebagai pasangan dalam rumah tangga bahakan juga sekaligus harus dipegangi dan diamalkan oleh seluruh anggota keluarga, yaitu suami, isteri dan anak-anak, untuk dapat mencapai tujuan perkawinan seperti disebutkan  sebelumnya. Dengan memperhatikan apa yang dikemukakan oleh Khoiruddin Nasution yang menyebutkan  ada lima (5) prinsip perkawinan serta memperhatikan  pendapat para ahli lainnya, dapat dikemukakan bahwa . prinsip atau asas-asas perkawinan itu antara lain:

1.    Musyawarah dan Demokrasi  
Adanya kehidupan yang serba musyawarah dan demokrasi dalam kehidupan rumah tangga berarti bahwa dalam segala aspek kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan diselesaikan berdasarkan hasil musyawarah minimal antara suami dan isteri, kalau dibutuhkan, juga melibatkan seluruh anggota kluarga, suami, isteri, dan anak-anak. Adapun maksud demokrasi adalah bahwa antara suami dan isteri harus saling terbuka untuk menerima pandangan dan pendapat pasangan. Demikiann juga antara orang tua dan anak harus menciptakan suasana yang saling menghargai dan menerima pandangan dan pendapat anggota keluarga lain. Masih sebagai realisasi dari sikap demokratis, suami dan issteri harus menciptakan suasana yang kondusif untuk munculnya rasa persahabatan di antara anggota keluarga dalam berbagai suka dan duka, dan merasa mempunyai kedudukan yang sejajar dan bermitra, tidak ada pihak yang merasa lebih hebat dan lebih tinggi kedudukannya, tidak ada pihak yang mendominasi dan menguasai. Dengan prinsip musyawarah dan dwmokrasi ini diharapkan memunculkan kondisi yang saling melengkapi dan saling mengisi antara satu dengan yang lain.

Prinsip musyawarah dalam hubungan keluarga antara lain ditunjukkan oleh firman Allah:
a.    Surat at-Talaq (65): 6
اسكنوهن من حيث سكنتم من وجدكم ولا تضاروهن ....وأتمروا بينكم بمعروف......
Ayat ini secara khusus berbicara tentang hak isteri yang ditalak, yaitu agar suami menyediakan tempat tinggal, memberikan nafkah bagi isteri hamil yang dicerai dan hak susuan bagi anak. ………
b. Surat al-Baqarah (2): 233
والوالدات  يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن اراد أن يتم الرضاعة .... وتشاور فلا جناح عليهما .....
Ayat ini membicarakan perihal penyusuan anak …….
c. Surat an-Nisa’ (4): 19
يايها الذين امنوا لا يحل لكم ان ترثوا النسآء كرها ولا تعضلوهن لتذهبوا ببعض ما اتيتموهن
الا ان يأتين بفاحشة مبينة وعاشروهن بالمعروف فإن كرهتموهن فعسى أن تكرهوا شيئا ويجعل الله فيه خيرا كثيرا
Dalam ayat ini pun terdapat perintah untuk bergaul antara suami isteri dalam keluarga secara baik. Salah satu aspek untuk bergaul secara baik adalah saling mendengar pendapat pasangan, beriskusi dan berdialog.
Realisasi lebih jauh dari sikap musyawarah, demokratis dan dilog dpat dikelompokkan keada: (1) musyawarah dalam memutuskan masalah-masalah yang berhubungan dengan reproduksi, jumlah, dan pendidikan anak; (2) musyawarah dalam menentukan tempat tinggal; musyawarah dalam memutuskan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan rumah tangga; (4) musyawarah dalam pembagian tugas rumah tangga.
2.    Menciptakan rasa aman dan tenteram dalam keluarga
Dimaksud dengan prinsip menciptakan kehidupan keluarga yang  aman, nyaman dan tenteram berarti bahwa dalam kehidupan rumah tangga harus tercipta suasana merasa saling kasih, saling asih, saling cinta, saling melindungi dan saling sayang. Setiap anggota keluarga, suami, isteri dan anak-anak  wajib dan sekaligus berhak mendapatkan kehidupan yang penuh cinta, penuh  kasih sayang, dan penuh ketentraman. Dengan adanya keseimbangan antara kewajiban dan hak untuk mendapatkan kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram, diharapkan semua anggota keluarga saling merindukan satu dengan yang lain. Dengan kehidupan yang demikian diharapkan pula tercipta hubungan yang harmonis.
Apabila prinsip di atas bisa terlaksana maka rumah tangga menjadi tempat yang nyaman bagi anggota keluarga.  Angota keluarga tidak lagi membutuhkan tempat atau teman yang lebih nyaman dan aman dibandingkan dengan yang ditemukan di rumah. Penyebab menagapa anak mencari alternative teman atau  tempat di luar rumah, bahkan ada yang sampai terlibat penggunaan obat terlarang, adalah karena rumah dirasakan bukan sebagai tempat aman dan nyaman. Demikian juga suami yang mencari wanita di luar  isteri atau isteri yang mencari laki-laki di luar  suami adalah disebabkan karena rumah tidak dapat memberikan apa yang dibutuhkan, yaitu rumah yang aman dan nyaman.
Adapun rasa aman dan tentram dimaksud adalah  aman dan tentram dalam kehidupan kejiwaan (psikhis) maupun jasmani n(fisik), bersifat rohani maupun materi.
3. Menghindari adanya kekerasan
Prinsip ketiga, menghindari kekerasan (violence) baik dari segi fisik maupun psikis (rohani). Maksud dari terhindar dari kekerasan fiik dalam kehidupan rumah tangga adalah, bahwa jangan sampai ada pihak dalam keluarga yang merasa berhak memukul atau melakukan tindak kekerasan lain dalam bentuk apapun, dengan dalih atau alasan apapun, baik kepada atau antar pasangan maupun antara pasangan dengan anak-anak.
Adapun terhindar dari kekerasan psikologi, bahwa suami dan isteri harus mampu menciptaan suasana kejiwaan yang aman, merdeka, tentram dan bebas dari segala bentuk ancaman  yang bersifat kejiwaan, baik dalam bentuk kata atau kalimat sehari-ahri yang digunakan maupun panggilan antara anggota keluarga. Oleh karena itu seluruh anggota keluarga dilarang  mengeluarkan kata-kata atau sapaan yang dapat mengakibatkan anggota keluarga lain merasa ketakutan atau merasa terancam atau merasa kurang aman. Bahkan jangan sampai ada pihak merasa tersinggung baik baik karena ucapan maupun karena panggilan.
Prinsip pergaulan dan kehidupan yang damai, tentram, sejahtera dan penuh asih ini dapat dilihat dalam sejumlah ayat al-Qur’an di antaranya dalam surah an-Nisa’ ayat 19: “wa ‘asyiruuhunna bi al-ma’ruf”.
4. Hubungan suami dan isteri sebagai hubungan partner
Prinsip bahwa suami dan isteri adalah pasangan yang mempunyai hubungan bermitra, partner, dan sejajar (equal) dapat dijelaskan sbb.
a.    Menurut surat al-baqarah (2): 187:“Hunna libaasu lakum wa antum libaasu lahunna” Bahwa antara suami isteri ibarat pakaian bagi pasangannya. Pakaian dapat berfungsi dalam segala kondisi dan keadaan. Dalam musim dingin pakaian menjadi bahan penghangat bagi pemakainya. Pakaian juga dapat digunakan sebgai alata penutup dari pandangan orang lain, dll.
b.    Menurut surat al-Baqarah (2): 228. Bahwa para isteri mempunyai hak yang seimbang  dengan kewajibannya  secara ma’ruf.
c.    Surat an-Nisa’ (4): 32. Jangan ada iri hati terhadap yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu, karena orang laki-laki ada bagian dari yang mereka usahakan dan bagi orang perempuan juga ada bagian dari apa yang mereka usahakan.
Selain diisyaratakan oleh tiga ayat di atas, bahwa suami isteri harus bermitra dan sejajar, juga tujuan perkawinan akan tercapai dengan baik apabila suami isteri itu bermitra dan memposisikan sebagai pasangan yang sejajar.
Implikasi dari pasangan yang bermitra dan sejajar ini muncul sikap: (1) saling mengerti, mengerti latar belakang pribadi pasanganmasing-masing dan mengerti diri sendiri; (2) saling menerima, terimalah ini sebagaimana adanya, terima kekurangan dan kelebihannya, (3) saling menghormati, (4) saling mempercayai, (5) saling mencintai dengan cara lemah lembut dalam pergaulan dan pembicaraan, menunjukkan perhatian kepada suami/isteri, bijaksana dalam pergaulan, menjauhi sikap egois, tidak mudah tersinggung dan menunjukkan rasa cinta.
5. Prinsip keadilan
Yang dimaksud dengan keadilan di sini adalah menematkan sesuatu pada posisi yang semestinya (proporsional). Jabaran dari prinsip keadilan di sini  di antaranya bahwa kalau ada di antara pasangan atau anggota keluarga (anak-anak) yang mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri Hrua didukung tanpa memandang  dan membedakan berdasarkan jenis kelamin. Misalnya isteri mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, maka suami seharusnya mendukung dan bahkan memmbantu kemajuan isteri tersebut. Kalau ada anngota keluarga (anak-anak) yang mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi harus diberi kesempatan  yang sama tanpa membedakan jenis kelamin. Oleh karena itu tidak tepat kalau misalnya orang tua memberikan sokongan yang berlebihan kepada anak laki-laki untuk sekolah ke jenjang yang lebih  tinggi padahal anaknya tidak mampu, sementara anak peremuan tidak diberi kesempatan padahal dia mampu, semata-mata kaena dia perempuan.
Masih dalam prinsip keadilan, bahwa masing-masing anggota keluarga harus sadar sepenuhnya  bahwa dirinya adalah bagian dari keluarga yang harus mendapat perhatian. Kewajiban untuk menuntaskan tugas kantor, tugas bertani, tugas sekolah, dan sebagainya, harus diimbangi dengan kewajiban untuk memberikan perhatian kepada anggota keluarga. Sebagai contoh, bapak yang bekerja dn mempunyai kewajiban di kantor (kalau pekerja kantor) atau di sawah, di kebun (kalau petani) juga mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian kepada anak-anak dan isterinya. Demikian halnya dengan isteri, dan anggota keluarga lainnya.
Prinsip keadilan ini banyak disebutkan dalam al-Qur’an sekalipun tidak secara langsung disebutkan dalam persoalan-persoalan keluarga dan rumah tangga.  Seperti perintah menyerahkan perkara kepada ahlinya (an_Nisa’: 58), perintah berlaku adil dalam berbgai hal dan berbuat kebajikan (an-Nahl: 90).
Untuk menjamin tercapainya tujuan perkawinan sebagai perkawinan yang penuh kedamaian, ketentraman, dan kasih sayang,  ada tiga syarat yang harus dipenuhi dan diamalkan  oleh suami isteri, di samping prinsip-prinsip di atas, yaitu: (1) sebagai pasangan, suami isteri harus saling menghargai dan menghormati, (2) suami dan isteri harus merasa saling membutuhkan, (3)   suami dan isteri harus merasa tidak lengkap tanpa pasangannya. Inilah yang disebut prinsip pokok.
Prinsip-prinsip perkawinan di atas adalah menurut Khoiruddin Nasution. Apabila diperhatikan prinsip perkawinan yang dikemukakan oleh Khaoiruddin Nasution adalah prinsip perkawinan yang menekankan kepada hubungan suami dan isteri, serta hubungan orang tua dengan anak dalam kehidupan keluarga.
Sementara itu ada juga ulama/sarjana yang membahas prinsip perkwinan lebih menekankan kepada prinsip melakukan perkawinan. Hal ini umpamanya dalam buku Ilmu Fiqh jilid II yang diterbkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama R.I, 1984/1985 (halaman 69 dst), menyebutkan bahwa prinsip-prinsip perkawinan, antara lain:
1.    Memenuhi dan melaksanakan perintah agama
Sebagaimana the dijelaskan bahwa perkawinan adalah sunnah Nabi, hal ini berarti bahwa melaksanakan perkawinan pada hakekatnya merupakan pelaksanaan dari ajaran agama.
2.    Kerelaan dan Persetujuan 
Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang hendak melangsungkan perkawinan adalah ikhtiyar (tidak dipaksa). Kerelaan para pihak yang melangsungkan perkawinan tercermin dan dirumuskan dengan kata-kata kerelaan calon isteri dan suami atau persetujuan mereka. Kerelaan dari calon suami dan wali dapat dilihat dan didengar dari tindakan dan ucapannya ketika melakukan akad nikah, sedangkan kerelaaan calon isteri, mengingat wanita mempunai ekspresi kejiwaan yang berbeda dengan pria, dapat dilihat dari sikapnya umpamanya diam,  tidak memberikan reaksi penolakkan dipandang sebagai ijin kerelaannya bila ia gadis, tetapi apabila calon isteri itu janda maka ijinnya harus tegas.
Ada beberapa hadis terkait dengan kerelaan ini, seperti hadis yang menyebutkan larangan menikahkan janda sampai ia memberikan keijinan dan larangan menikahkan anak gadis sebelum diminta persetujuannya dan kalau ia ditanya diam hal itu menunjukan persetujuannya.
Ada juga hadis yang menerangkan bahwa seorang ayah telah menikahkan anaknya yang janda tanpa persetujuannya. Si anak karena tidak setuju lalu mengadu keada Nabi dan Nabi membatalkan pernikahan terebut.
Ada juga hadis yang menjelaskan bahwa Nabi memberi kebebasan kepada anak gadis yang dinikahkan tanpa persetujuannya, yaitu kalau ia nanti sudah dewasa berhak untuk memilih antara membatalkan perkawinan atau meneruskan perkawinan.
3.    Perkawinan untuk selamanya
Tujuan perkawinan antara lain untuk dapat berketurunan (regenerasi) dan untuk ketentraman, ketenangan, dan cinta kasih. Kesemuanya ini dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa perkawinan adalah untuk selamanya, bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Oleh karena perkawina dilakukan untuk selamanya, maka upaya ke  arah terben-tuknya perkawinan yang langgeng sejak sebelum perkawinan diperbolehkan bahkan disyari’atkan oleh Islam. Antara lain disyari’atkannya khitbah (melamar) dan sebelumnya calon suami dan calon isteri sudah saling “melihat”, sehingga nantinya  tidak ada penyesalan di kemudian hari. Karena prinsip perkawinan dalam Islam itu untuk selamanya, bukan hanya untuk satu masa tertentu saja, maka Ialam tidak membenarkan:
a.       Akad nikah yang mengandung ketentuan pembatasan waktu perkawinan, untuk 1 tahun, 6 bulan, 3 minggu umpamanya.
b.      Nikah mut’ah
c.       Nikah muhallil
4.    Monogami dan poligami
Pada dasarnya perkawinan menurut Islam adalah monogamy, tetapi dalam kondisi tertentu diperbolehkan seorang laki-laki mempunyai isteri lebih dari satu (poligami) dengan syarat harus berlaku adil. Kebolehan poligami bukanlah kebolehan yang bebas dan terbuka, melainkan hanya sebagai jalan keluar saja. Oleh karena itu pula  Islam tidak menutup rapat pintu poligami.

Loading...

0 Response to "PRINSIP-PRINSIP DAN ASAS-ASAS PERKAWINAN"

Post a Comment