"Dan Allah Swt telah meninggikan langit dan meletakkan neraca (keadilan) supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu". ( QS. Ar-Rahman : 7-9 )
Dan saat manusia dihimpit oleh kesusahaan dan di marjinalkan oleh sistem serta merasa terdhalimi maka pada saat itulah manusia berteriak tentang pentingnya keadilan. Karena, dengan keadilan manusia bisa terhormat dan terlindungi begitu juga di katakan manusia karena keadilanlah yang menjadikan manusia.
Keadilan merupakan firman Tuhan yang terbesar dan menjadi nilai yang paling esensial dalam kemanusiaan. Hingga harus terus dibentangkan, agar tidak ada tempat untuk perbudakan, penjajahan dan penindasan. Dan bukankah itu adalah kewajiban yang di firmankan oleh Allah.
Katakanlah: "Tuhanku menyuruhku menjalankan keadilan" dan ( katakanlah): "luruskanlah muka (diri)mu disetiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya" ( QS. Al-A'raf 29 )
Namun tatkala ilmu pengetahuan telah memudahkan manusia untuk mengatur kehidupannya, saat bumi seolah dijadikan desa kecil oleh pesatnya informasi dan komunikasi hingga teretaslah sekat-sekat budaya, justru disaat yang sama terdengar raungan untuk keadilan, HAM dan suara pembebasan lainnya.
Pada kenyataannya tirani global telah mencengkram nilai keadilan itu untuk kepentingan dirinya sendiri, sebuah sistem global yang berteriak tentang demokrasi nisbi, HAM yang palsu, sistem ini juga sering berteriak untuk menghilangkan penjajahan, terorisme, tapi sungguh disaat yang sama merekalah panjajah, teroris yang sesungguhnya. Merekalah para imperialis kapitalis yang menjajah keadilan yang di back up oleh pemerintah thagut la'natullah 'alaih.
Yah, begitulah sistem kapitalis. Mereka menjadikan ilmu pengetahuan, informasi dan komunikasi untuk menghancurkan tatanan nilai-nilai kemanusiaan.
Mungkin pernyataan bahwa "keadilan itu adalah nilai universal yang dimiliki oleh tiap peradaban dan sistem" harus ditilik kembali, karena nyata sistem kapitalis tidak mampu menegakkan nilai keadilan dalam tatanan dunia, bahkan sistem inilah yang menghancurkannya.
Persepsi tentang keadilan harus direfleksikan dengan Al-Qur'an sebagai landasan normatif agar keadilan itu jelas milik siapa!
- Dalam Al-Qur'an keadilan itu ditegakkan bukan dengan hawa nafsu melainkan dengan hidayah Allah Swt. sebagaimana firman-Nya:
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan". (QS. An-Nisaa: 135)
Ayat ini menjelaskan bahwa keadilan tidak ditegakkan dengan hawa nafsu sehingga tidak mungkin orang-orang kafir mempu menegakkannya karena sesungguhnya orang-orang kafir itu dipimpin oleh hawa nafsunya.
- Menegakkan keadilan itu berarti menuju kepada ketaqwaan sebagaimana firman Allah Swt:
"Hai orang-orag yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini juga berkenaan tentang kewajiban menegakkan keadilan dan hanya diperuntukkan dan diserukan kepada orang-orang yang beriman untuk menegakkannya dan jangan kebencian (hawa nafsu) pada suatu kaum menghilangkan keadilan dari dalam diri orang-orang yang beriman, ayat ini ditutup dengan sebuah pernyataan menarik "Tegakkan keadilan karena keadilan itu lebih dekat dengan ketaqwaan" dan perintah untuk bertaqwa, sehingga sekali lagi tidak mungkin orang-orang kafir bisa menegakkan keadilan karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sangat jauh dari ketaqwaan.
Tatkala Allah Swt mewajibkan penegakan keadilan. Allah Swt tidak Cuma mewajibkannya lalu "berlepas tangan" tapi Allah Swt telah menurunkan Islam sebagai aturan, sistem kehidupan yang akan memakmurkan bumi sebagaimana firman Allah Swt dalam Qur'an surah Al-A'raaf ayat 159:
"Dan diantara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk (kepada manusia) dengan hak, dan dengan hak itulah mereka menjalankan keadilan."
Islam datang dan menjadi sistem kehidupan sehingga semua aspek dalam kehidupan ini diatur oleh Islam dan keuniversalan Islam setidaknya tercermin dalam berbagai sistem antara lain:
- Sistem Ekonomi
Islam telah mengatur sistem dengan berpegang pada 5 prinsip dasar, yaitu Tauhid (Ketuhanan), 'Adl (keadilan), Nubuwwah (akhlak Nabi –Shidiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah), Khilafah (pemerintahan), Ma'ad (hasil / return).
Nah, sekarang mari kita lihat persepsi keadilan ekonomi Islam. Keadilan dalam ekonomi Islam bisa dipahami sebagai aktualisasi kesejahteraan sosial yang dibangun oleh Islam yaitu kesejahteraan individu dan kesejahteraan masyarakat (sosial) harus simetris dan berkorelasi positif, sehingga dalam masyarakat tidak dijumpai kesenjangan sosial antara golongan kaya (pemilik modal / kapital) dan golongan miskin (mustad'afin). Sehingga manifestasi keadilan ekonomi Islam akan terwujud lewat instrumen yang mampu menjaga korelasi positif hubungan tersebut dengan adanya lembaga infak , shodaqoh dan zakat :
"Sesungguhnya zakat-zakat itu , hanyalah untuk orang-orang fakir , orang-orang miskin , pengurus-pengurus zakat , para mu'allaf yang di bujuk hatinya untuk (memerdekakan) budak , orang-orang yang berhutang , untuk jalan Allah SWT. dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan , sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan Allah SWT. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
" Harta benda yang dikeluarkan zakatnya , tisak termasuk kategori 'kanzun' (menimbun harta benda)". (HR. Al – Hakim).
Begitu juga dalam tatanan aplikatif , ekonomi Islam telah membuat sistem yang berdasarkan keadilan , yaitu transparansi dalam sistem mudharabah (bagi hasil), murabahah (jual beli) , musyarakah (usaha bersama) , dan sistem pendistribusian zakat , infak , shodaqoh dengan lembaga amil zakat :
"Dari Sulaiman ibnu 'Amr dari ayahnya (dilaporkan) Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda dalam haji wada' : Ketahuilah bahwa setiap bentuk riba jahiliyah telah dihapus , bagimu pokok hartamu , kamu tidak menzalimi dan tidak di zalimi". (HR. Abu Dawud)
- Sistem Sosial Politik Kemasyarakatan
Masyarakat yang di bangun dalam kerangka negara Islam adalah masyarakat yang diikat bukan atas dasar kesukuan , bangsa ,etnis , dan bahasa, tapi masyarakat yang pemikiran ( tafkir ) dan perasaan ( wijdan ) itu diikat dengan kalimat tauhid yang berarti semuanya harus berlandaskan Al–Qur'an dan As-Sunnah. Sehingga perlakuan diskriminatif sulit ditemukan dalam hubungan sosial,kebijakan publik dan layanan sosial , baik antar masyarakat , maupun masyarakat dengan pemerintah. Dalam tataran aplikatif normatif ini tertuang dalam Al–Qur'an Surat Al-Hujuraat ayat 9 :
" Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniyaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniyaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah SWT,jika golongan itutelah kembali ( kepada perintah Allah ) , maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adilah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil".
Begitu juga pemerintah Islam / masyarakat Islam dalam berhubungan dan memberikan pelayanan sosial kepada fakir dzimmiy haruslah adil dan tidak membeda-bedakannya dengan yang lain :
" Allah SWT tidak membenarkan kalian masuk kedalam rumah ahlul kitab ( kafir dzimmiy ) , kecuali atas izin pemiliknya , tidak diperkenankan pula memukul wanita-wania ahlul kitab dan juga tidak boleh memakan buah-buahan dari pohon-pohon mereka ( dengan tanpa izin ) setelah mereka menyerahkan apa yang menjadi kewajibannya". ( HR. Abu Dawud ).
Itulah wujud keadilan Islam dalam sistem sosial politik yang menghasilkan kebijakan publik yang dibangunnya.
- Sistem Hukum Islam
Seperti halnya sistem-sistem yang lain , sistem hukum Islam adalah penegak supremasi hukum yang dibangun atas dasar bahwa Allah-lah satu-satunya pembuat hukum , lagi hakim yang seadil-adilnya yang telah menurunkan kitab dan sunnah Rosulnya sebagai panduan dalam berhukum , jadi sebagai seorang muslim harus meyakini bahwa hanya hukum Allah-lah yang mampu menegakkan keadilan karena ia berasal dari Sang Khalik Yang Maha Mengetahui makhluk-Nya dan mustahil mendzaliminya. Dan setiap muslim harus menolak hukum yang di buat manusia yang penuh tendensi ( hawa nafsu ) dan kepentingan pembuatnya. Hal ini ( Penegakan hukum ) sungguh telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta khalifah-khalifah sesudahnya dengan mewujudkan supremasi hukum tanpa pandang bulu yang berfungsi menahan tindak pelanggaran terhadap agama , akal , jiwa , harta dan keturunan.
Penegakan hukum ini tergambar dalam hadits, bagaimana Rasulullah SAW tidak pandang bulu menghukum seorang putri raja Persia yang ketahuan mencuri, dengan ungkapan yang sangat menarik :
" Apakah anda hendak meminta "keistimewaan" dalam pelaksanaan hukum Allah ? Sesungguhnya kehancuran umat terdahulu karena mereka menghukum pencuri yang lemah , dan membiarkan pencuri elit. Demi Allah yang jiwa Muhammmad ada di tanga-Nya kalaulah Fatimah binti Muhammmad mencuri, pastilah Muhammad sendiri yang akan memotong tangan putrinya itu ". ( HR. Ahmad , Muslim , dan Nasa'I )
Ya, begitulah Islam mengatur sendi-sendi kehidupan secara paripurna , sampai persoalan keadilan. Mendapatkan pendidikan juga diatur bagaimana lembaga pendidikan tidak cuma membangun Intelektual Question tapi Emosional , Spiritual , sampai visi Question tidak tak terlupakan , sehingga out put yang akan melanjutkan regenerasi kepemimpinan intelektual dan politik itu mempunyai syakhshiyah (moral) Islamiyah yang mapan sebagai benteng segala bentuk penyimpangan.
Dalam kehidupan rumah tangga keadilan terhadap istri dan anak-anak harus dibangun, dengan terpenuhinya kebutuhan sesuai porsinya :
" Barang siapa yang mempunyai tanggungan nafkah tiga orang perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua saudara perempuan atau dua anak perempuan , kemudian dia mendidik mereka , berperilaku baik kepada mereka dan menikahkan mereka , maka ia akan mendapatkan surga ". (HR. Abu Dawud )
Khatimah :
Tatkala kita dituntut untuk menegakkan keadilan , itu sama artinya kita dituntut untuk menegakkan kembali Islam sebagai sebuah sistem kehidupan seraya menghilangkan sistem-sistem thahgut ( kapitalisme , sosialisme ) dan yang lain di muka bumi ini. Sekarang dalam penegakan keadilan setidaknya ada dua kekuatan yang harus dibangun yaitu : kekuatan pendukung ( umat ), di mana tafkir ( pemikiran ), wijdan ( Perasaan ), dan syakhsiyah ( kepribadian )nya harus selaras dan berpondasikan pada nilai-nilai tauhid ( aqidah Islam ) ,sehingga umat akan mendukung dan bersinergi dengan kekuatan politik ( Kekuasaan ) yang selanjutnya akan di bangun, ini harus dilakukan agar tidak ada lagi penolakan dari salah satu kekuatan yang nantinya menjadikan Islam sebagai sumber kebijakan publik , ekonomoi , sosial , budaya , hubungan luar negeri dan individu terpenuhi . Wallahu a'lam bisshowaab.
" dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi , sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa , dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar ( keadaan ) mereka , sesudah mereka dalam ketakutan menjad aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barang siapa yang ( tetap ) kafir sesudah ( janji ) itu , maka mereka itulah orang-orang fasiq".
Loading...
1 Response to "Keadilan Universal"
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
Post a Comment