Perbuatan syirik memiliki bentuk yang sangat beragam. Banyak diantaranya yang tersebar di kalangan masyarakat Islam. Tentu saja itu sangat berbahaya bagi kehidupan mereka. Tapi, ironisnya mereka justru tidak mengetahui hukumnya dengan benar.
Beberapa bentuk perbuatan syirik itu ada yang bertentangan dengan tauhid, ada pula yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid. Dan ada pula yang memiliki dua dimensi, di satu sisi ia bertentangan dengan tauhid dan di sisi lain ia juga bertentangan dengan kesempurnaan tauhid. Itu terjadi karena, terkadang juga tergolong syirik, kafir atau nifaq besar. Terkadang juga tergolong syirik, kafir atau nifaq kecil. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bagian pertama bertentangan dengan tauhid sedang bagian kedua bertentangan dengan kesempurnaan tauhid. Kategorisasi hukum ini selanjutnya diberlakukan sama dengan sarana-sarana yang mengantar kepada syirik. Jadi, sarana yang mengantar kepada syirik besar dan semacamnya, maka hukum sarana itu adalah sama dengan hukum subjeknya maka hukum sarana itu adalah sama dengan hukum syirik kecil.
Selanjutnya, berikut ini disebutkan beberapa bentuk perbuatan syirik:
1. Sihir
Kata sihir dalam bahasa Arab digunakan untuk sesuatu yang tersembunyi dan faktor-faktor yang halus. Dari sini kemudian sihir disebut sihir karena ia selalu dilakukan di ujung malam secara sembunyi-sembunyi dengan efek yang berpengaruh secara halus. Untuk makna ini, misalnya, kita temukan dalam sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim :
إِنَّ مِنْ الْبَيَانِ لَسِحْرًا
“Sesungguhnya sebagian dari bayan (penjelasan dengan kata ,orasi) ada yang bisa menyihir.”
Karena orang yang pandai membuat penjelasan dengan kata (orator) memiliki kesanggupan menyembunyikan hakikat kebenaran dalam kemilau kata.
Dalam terminologi syariat, sihir diartikan sebagai azimat, jampi dan buhul tali yang berpengaruh pada jiwa dan raga; dalam artian dapat membuat sakit, membunuh, memisahkan pasangan suami isteri seperti yang disinyalir Allah swt dalam surat Al-Baqoroh ayat 102.
Allah swt telah menyuruh kita untuk berlindung dari sihir dan tukang sihir dalam surat Al-Falaq ayat 4 :
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
Maksudnya, wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhui-buhul tali untuk menyihir orang lain.
Sihir itu sendiri mempunyai hakikat yang nyata dan pengaruh yang juga nyata pada obyek yang disihir. Karena hakikatnya yang nyata, Allah swt melukiskan sebagian sihir dengan kebesaran, sebagaimana Firman-Nya dalam surat Al-A’raf ayat 116 :
قَالَ أَلْقُوا فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ
Kalau bukan karena hakikatnya yang nyata, tentulah Allah swt tak akan menyebutnya besar. Walaupun demikian, ada juga sihir yang hanya bersifat khayalan (ilusi) dan tidak mempunyai hakikat nyata. Misalnya, sihir para tukang sihir Fir’aun yang disebut Allah swt dalam surat Thaaha ayat 66 :
قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
Maksudnya, tali-tali itu bergerak cepat dan seperti ular dalam bayangan penglihatan Musa akibat kekuatan sihir mereka. Jadi sihir itu ada dua macam, yaitu:
1. Sihir Hakiki (mempunyai fakta yang nyata)
2. Sihir Khayali (tidak mempunyai fakta yang nyata)
Tapi ini tidak berarti bahwa seorang penyihir mampu merubah hakikat sesuatu. Jadi penyihir itu tidak mampu mengubah manusia menjadi monyet, misalnya, atau menjadi sapi. Pengaruh atau efek sihir dan penyihir tidak bersumber dari kekuatan dirinya sendiri. Tetapi efeknya akan memberi pengaruh nyata apabila ia sejalan dengan izin Allah swt yang bersifat takdir kauni. Sedang izin Allah swt bersifat syar’i tentu tidak sejalan dengan sihir tersebut karena Allah swt sendiri yang mengharamkanya secara syar’i dalam surat Al-Baqoroh ayat 102
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ,وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Penyihir itu dihukumkan kafir yang menyebabkannya keluar dari Islam, sedang perbuatan sihir itu juga merupakan kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam. Jadi, ia merupakan jenis kafir besar yang bila pelakunya mati dalam keadaan begitu, maka ia tidak akan diampuni dan seluruh amalnya dianggap batal. Karena itu, setiap penyihir harus dibunuh sebagai orang murtad. Hukum bunuh ini berdasarkan pada sejumlah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Rasulullah saw :
Sebuah riwayat yang benar mengatakan bahwa “Hafsah-Ummul Mu’minin telah memerintahkan untuk membunuh seorang budak wanitanya karena telah menyihirnya dan dibunuhlah wanita itu.” (HR.Imam Malik)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Bujalah bin ‘Abdah yang berkata:Umar bin Khotob menulis (memerintahkan) ;”Bunuhlah setiap penyihir laki-laki dan penyihir perempuan.” Maka kamipun membunuh tiga penyihir wanita.
Jundub bin Abdullah al-Azli meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Rasulullah saw bahwa beliau bersabda : Hukuman atas penyihir adalah pembunuhan dengan pedang. (HR.Tirmidzi)
Ketiga dalil di atas adalah dasar pendapat Imam Malik, Ahmad dan Abu Hanifah. Sedang Imam Syafi’i mengatakan : ”Penyihir hanya dibunuh jika ia telah membunuh manusia yang telah disihirnya.” Abu Hanifah berkata: ”Penyihir itu dibunuh jika telah melakukan sihir berulang- ulang.” Jadi, hukum bunuh yang dijatuhkan kepada penyihir seperti yang dianut Imam Malik, Ahmad dan Abu Hanifah adalah hukum membunuh atas dosa murtad. Sedang hukum bunuh yang dijatuhkan kepada penyihir bila membunuh dengan sihirnya seperti yang dianut Imam Syafi’i adalah hukum bunuh sebagai qishosh.
Disamping itu, hukum kafir juga dijatuhkan kepada penyihir bila ia mengatakan suatu perkataan kafir atau melakukan perbuatan kafir, maka ia dianggap kafir. Ini dengan catatan bahwa semua ulama sepakat kalau sihir itu haram, dosa besar dan perbuatan yang bisa membinasakan sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan dan muslim dari Abu Hurairoh :
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ
“Jauhilah tujuh hal yang bisa membinasakan .”Para sahabat bertanya :“Apakah itu ya Rasulullah saw ?” Beliau menjawab :”Mempersekutukan Allah swt dan sihir dan …..”
dalam surat Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 102:
وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ
Jadi, seandainya mempelajari dan menggunakan sihir bukan perbuatan kafir tentulah peringatan ini tidak akan disebut,
Kalau sihir itu haram, dan penyihir itu–menurut pendapat yang terkuat–kafir, maka sudah tentu mendatangi penyihir dan meminta mereka melakukan sihir adalah juga haram dengan sendirinya. Jadi, siapa yang mendatangi seorang penyihir, maka ia telah menjadi kafir kecil tetapi lebih besar daripada dosa besar yang paling besar.
Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Razaq dari Shafwan bin Salim (hadits mursal) :
“Siapa yang mempelajari sihir, baik sedikit maupun banyak, maka itulah akhir perjanjiannya dengan Allah swt .”
Sihir juga digolongkan syirik karena ia terjadi dengan pertolongan setan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’i dari Abu Hurairoh :
مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Siapa yang membuat buhul tali, kemudian menghembusinya dengan tiupan, maka ia telah menyihir dan siapa yang menyihir, maka ia telah menjadi musyrik dan siapa yang menggantungkan sesuatu , maka ia akan diserahkan kepadanya (untuk menolong atau tempat bergantungnya).”
Loading...
0 Response to "BEBERAPA BENTUK PERBUATAN SYIRIK"
Post a Comment