Hukum syara' dipostingan sebelumya, baik Taklîfi maupun Wadh'î, masing-masing adalah hukum Allah yang disebut demikian, karena aspek khithâb (seruan)-nya. Namun, adakalanya hukum syara' yang dinyatakan berdasarkan aspek lafadz yang menjadi sandarannya. Ini bergantung pada bentuk lafadz yang menjadi sandaranya; jika lafadznya berbentuk umum, maka hukum syara' tersebut disebut al-Hukm al-'Am (hukum umum), dan jika lafadznya berbentuk global, maka ia disebut al-Hukm al-Kullî, dan demikian pula jika lafadznya berbentuk khusus, maka ia disebut al-Hukm al-Khash. Hukum tersebut bisa berbentuk kaidah atau definisi (ta'rîf syar'î). Dengan demikian, dari aspek lafadz yang menjadi sandarannya, hukum syara' bisa diklasifikasikan menjadi tiga: Hukum 'Am, Kullî dan Khâsh.
Hukum Khusus (al-Hukm al-Khâsh)
Hukum khusus (al-hukm al-khâsh) adalah hukum yang disandarkan kepada lafadz khusus (khâsh), yaitu setiap lafadz tunggal (mufrad) atau ganda (murakkab) yang tidak bisa melahirkan konotasi lain, selain dirinya sendiri. Contoh lafadz khusus, seperti Zayd (nama seorang laki-laki) dan al-Khalîl (nama kota). Lafadz tersebut merupakan lafadz tunggal yang tidak bisa melahirkan konotasi lain, selain nama itu sendiri. Contoh lain adalah 'Abdullâh (nama laki-laki), lafadz ganda yang juga tidak bisa melahirkan konotasi lain, selain nama itu sendiri. Adapun contoh mengenai hukum khusus, atau hukum yang disandarkan pada lafadz khusus, seperti hukum mengenai tatacara shalat Istisqâ' (meminta hujan) adalah hukum khusus, yang hanya berlaku untuk kasus shalat tersebut, bukan untuk yang lain. Sama seperti hukum mengenai tatacara shalat Janazah juga merupakan hukum khusus.
Bersambung...
Loading...
0 Response to "Hukum Syara' dari Aspek Lafadz yang Menjadi Sandaran"
Post a Comment