Abstract
Good governance is an indeterminate term used in development literature to describe how public institutions conduct public affairs and manage public resources in order to guarantee the realization of human rights. Governance describes "the process of decision-making and the process by which decisions are implemented (or not implemented)". The term governance can apply to corporate, international, national, local governance or to the interactions between other sectors of society. The concept of "good governance" often emerges as a model to compare ineffective economies or political bodies with viable economies and political bodies. Because the most "successful" governments in the contemporary world are liberal democratic states concentrated in Europe and the Americas, those countries' institutions often set the standards by which to compare other states' institutions. Because the term good governance can be focused on any one form of governance, aid organizations and the authorities of developed countries often will focus the meaning of good governance to a set of requirement that conform to the organizations agenda, making "good governance" imply many different things in many different contexts. (http://en.wikipedia.org/wiki/Good_governance)
Good governance adalah istilah yang digunakan ditentukan dalam literatur pembangunan untuk menggambarkan bagaimana lembaga-lembaga publik melakukan urusan publik dan mengelola sumber daya publik untuk menjamin realisasi hak asasi manusia. Pemerintahan menggambarkan "proses pengambilan keputusan dan proses dengan mana keputusan diimplementasikan (atau tidak diimplementasikan)". Terma ini governance ini dapat berlaku untuk perusahaan, internasional, nasional, pemerintahan lokal atau interaksi antara sektor-sektor lain dari masyarakat. Konsep "good governance" sering muncul sebagai model untuk membandingkan ekonomi (yang) tidak efektif atau lembaga politik dengan ekonomi yang layak dan juga lembaga politik. Karena pemerintah yang paling "sukses" dalam dunia kontemporer adalah negara demokrasi liberal yang terkonsentrasi di Eropa dan Amerika, negara-negara 'lembaga sering menetapkan standar yang digunakan untuk membandingkan negara-negara lain institusi. Karena pemerintahan yang baik panjang dapat difokuskan pada suatu bentuk pemerintahan, organisasi bantuan dan otoritas negara-negara maju sering akan fokus arti pemerintahan yang baik untuk satu set persyaratan yang sesuai dengan agenda organisasi, membuat "good governance" menyiratkan banyak hal yang berbeda dalam konteks yang berbeda.
A. Pendahuluan
Pemerintahan sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan dalam hidup setiap warganegara yang memiliki banyak arti bagi mereka, secara perorangan atau secara bersama-sama. Pemerintah adalah harapan dan peluang untuk mewujudkan hidup yang sejahtera dan berdaulat melalui pengelolaan kebebasan dan persamaan yang dimiliki oleh warganegara. Pada sisi lain, pemerintah adalah tantangan dan kendala bagi warganegara terutama ketika pemerintah terjauhkan dari pengalaman etika pemerintahan.
Suatu masyarakat tanpa pemerintahan adalah sebuah kekacauan massal. Di dalam masyarakat manusia beradab, diperlukan lebih banyak peraturan. Diperlukan juga lebih banyak upaya dan kekuatan untuk menjamin bahwa peraturan-peraturan itu ditaati.
Harapan yang ingin diwujudkan oleh setiap warganegara melalui proses pemerintahan adalah berlangsungnya kehidupan secara wajar, dalam semua bidang dan ukuran kehidupan mereka. Pemerintahan pertama-tama diharapkan dapat membentuk kesepakatan warganegara tentang bingkai kepatutan dalam proses kehidupan kolektif warganegara. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang wajar mensyaratkan kewajiban pemerintah untuk membentuk hukum yang adil dan melakukan penegakkan hukum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara.
Untuk mewujudkan tujuan dan harapan tersebut, maka diperlukan suatu system pemerintahan yang baik dan efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat demokratis, konsep pemerintahan yang baik itu disebut dengan good governance.
Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaedah-kaedah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.
Sekarang muncul pertanyaan apa yang dimaksud pemerintahan yang baik itu. Ada beberapa penafsiran terhadap pemerintahan yang baik. Beberapa diantaranya adalah pemerintahan yang baik yaitu pemrintah yang memerintah paling sedikit. Pada sisi lain terdapat budaya yang dengan paham negaranya mengatakan bahwa pemerintahan yang baik itu adalah pemerintah yang selalu terlibat pada hampir semua bidang kehidupan masyarakat.
B. Pengertian Good Governance
Dalam kamus, istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengetian yang sempit. Wacana tentang “governance” dalam pengertian yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance” telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).
Good Governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan kepada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan kehidupan keseharian. Dengan demikian ranah Good Governance tidak terbatas kepada negara dan birokrasi pemerintahan saja, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi non-pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sektor swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap Good Governance tidak selayaknya ditujukan hanya kepada penyelenggara negara atau pemerintahan, melainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan yang secara getol dan bersemangat menuntut penyelenggaraan Good Governance pada negara.
Sisi lain memaknai Good Governance sebagai penerjemahan kongkrit dari demokrasi. Tegasnya, menurut Taylor, Good Governance adalah pemerintahan demokratis seperti yang dipraktikkan dalam negara-negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika misalnya. Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dianggap sebagai suatu sistem perintahan yang baik karena paling merefleksikan sifat-sifat Good Governance yang secara normatif dituntut kehadirannya bagi suksesnya suatu bantuan badan-badan dunia. Ia merupakan alternatif dari sistem pemerintahan yang lain seperti totalitarinisme komunis atau militer yang sempat populer di negara-negara dunia ketiga di masa perang dingin.
Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada sistem pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah, sektor swasta dan masyarakat madani. Good Governance dalam pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut peraturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta.
Dalam rangka terus mendorong roda reformasi, salah satu wacana yang banyak di kembangkan sekarang terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan birokrasi pemerintahan adalah apa yang dikenal dengan good governance (kepemerintahan yang baik atau tata pemerintahan yang baik.
C. Prinsip-Prinsip Good Governance
Para ahli sesungguhnaya mengakui bahwa “tidak ada struktur pemerintahan terbaik yang dapat diidentifikasi dengan jelas untuk digunakan sebagai sebuah model universal bagi negara-negara berkembang”. Akan tetapi setidaknya diakui bahwa good governance merupakan seatu kondisi dalam mana terwujud hubungan tiga unsur, yaitu pemerintah (government), rakyat atau manyarakan civil (civil society), dan dunia usaha yang berada disektor swasta tang sejajar, berkesamaan dan berkesinambungan di dalam peran yang saling mengontrol. Untuk itu dikemukakan beberapa prinsip-pronsip yang dapat diidentifikasikan untuk menendai apa yang disebut good governance, yaitu:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin..
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
D. Karakteristik Good Governance
Dari pengertian Bank Dunia kita dapat menggunakan kondisi yang normatif yang menunjukkan karakteristik good governance sebagai berikut:
1. layanan publik yang efisien;
2. sistem yudisial yang bebas;
3. penghormatan atas hukum dan hak azasi manusia disemua tingkat pemerintahan, dan penegakkannya;
4. akuntabilitas penggunaan dana-dana politik;
5. sistem pengawasan (auditor) publik yang independen;
6. pertanggungjawaban terhadap lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat.
7. struktur kelembagaan yang pluralistik;
8. pers yang bebas;
Berbagai ciri tadi meskipun mungkin dapat ditambah, atau sebaliknya dapat disederhanakan, kira-kira menggambarkan kondisi good governance dalam sebuah negara demokrasi.
E. Good Governance dalam Pandangan Fikih Kontemporer
Bila kita kaitkan dengan syari’ah, maka pertanyaannya adalah apakan hakikat governance dalam perspektif figh kontemporer? Tidak ada suatu rumusan jadi dan baku mengenai ini. Namun dari berbagai pernyataan terpancar didalam berbagai sumber syari’ah kita dapat mengkonstruksi suatu pengertian good governance menuruf pandangan syari’ah. Untuk ini kita dapat membaca ayat Al-Qur’an seperti QS Hûd, 11: 61 dan QS al-Hajj, 22: 41:
وَ إِلى ثَمُودَ أَخاهُمْ صالِحاً قالَ يا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ ما لَكُمْ مِنْ إِلهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَ اسْتَعْمَرَكُمْ فيها فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَريبٌ مُجيبٌ
”Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya [maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia], Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
الَّذِينَ إِنْ مَّكَّنَّهُمْ فِى الأٌّرْضِ أَقَامُواْ الصَّلَوةَ وَآتَوُاْ الزَّكَوةَ وَأَمَرُواْ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْاْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَقِبَةُ الاٍّمُورِ
”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Dari kedua ayat ini kita dapat merumuskan bahwa governance dalam perspektif fikih kontemporer adalah suatu penggunaan otoritas kekuasaan untuk mengelola pembangunan yang berorientasi pada (1) penciptaan suasana kondusif bagi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan spiritual dan rohaninya sebagaimana disimbolkan oleh oenegakan sholat, (2) penciptaan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi sebagaimana dilambangkan oleh tindakan membayar zakat, (3) penciptaan stabilitas politik dan keanana sebagaimana diilhamkan oleh tindakan amar ma’ruf nahi munkar. Singkat kata dalam ayat tersebut terdapat tiga aspek governance (1) spiritual governance, (2) economic governance (3) political governance.
Untuk dapat mewujudkan good governance dalam tiga aspek tersebut diperlukan beberapa nilai dan dari nilai-nilai itu dapat diturunkan beberapa asas tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan memperhatikan ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi s.a.w. dapat ditemukan beberapa nilai dasar yang dapat dijabarkan menjadi asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu: Syûrâ (bermusyawarah), meninggalkan yang tidak bernilai guna, keadilan, tanggung jawab, dan amanah, orientasi ke hari depan .
Untuk mewujudkan good governance maka pemerintahpun harus mempunyai kewajiban terhadap rakyatnya. Imam Al-Bana telah memberikan batasan tentang kewajiban Negara atas rakyatnya, yaitu:
Mewujudkan rasa aman;
Melaksanakan undang-undang;
Meratakan pendidikan;
Menyiapkan kekuatan;
Memelihara kesehatan;
Menjaga kepentingan dan fasilitas umum;
Menjaga sumber daya alam dan mengelola kekayaan Negara;
Menjaga sumber kekayaan Negara;
Mengokohkan moralitas;
Menebarkan dakwah.
F. Penutup
Dari pembahasan di atas itu harus jelas bahwa pemerintahan yang baik adalah yang ideal sulit dicapai dalam totalitasnya. Sangat sedikit negara dan masyarakat telah datang dekat untuk mencapai pemerintahan yang baik dalam totalitasnya. Namun, untuk memastikan pembangunan manusia yang berkelanjutan, tindakan harus diambil untuk bekerja menuju ideal ini dengan tujuan untuk membuatnya menjadi kenyataan.
Suatu asas kepemerintahan yang baik, yaitu adanya visi yang strategis.
Seorang pemimpin tidak hanya mampu merumuskan gambaran masa depan yang hendak diwujudkan tetapi juga harus mampu menyakinkan, mengelola dan menyatukan potensi masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya guna mewujudkan visi tersebut. Oleh karena itu seorang pemimpin harus menunjukkan optimism, idealism dan komitmen yang tingi.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992.
Anwar, Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Books, 2007.
At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
Effendi, Prof. Dr. Sofian, Rektor Universitas Gadjah Mada, “Membangun Good Governance: Tugas Kita Bersama” (http//www.google.co.id)
Thahhan, Dr. Musthafa Muhammad, Pemikiran Moderat Al-Banna, Bandung: Harakatuna (Group Syamil), 2007.
Sudarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2003
------, Good Governance Pada Negara. tt, MM. Bilah, 1996
http://www.transparansi.or.id/?pilih=lihatgoodgovernance&id=File: goodgovernance.doc
www.ginandjar.com/pilih Good Governance dan Pembaharuan Birokrasi Oleh: Ginandjar Kartasasmita Disampaikan Pada Silaknas ICMI Jakarta, 26 Desember 2001
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Achmad Syaini dalam <http://achmadsyaini.blogspot.com/2010/04/hadis-politik.html?zx= 51537969f25eb31b>)
Good governance is an indeterminate term used in development literature to describe how public institutions conduct public affairs and manage public resources in order to guarantee the realization of human rights. Governance describes "the process of decision-making and the process by which decisions are implemented (or not implemented)". The term governance can apply to corporate, international, national, local governance or to the interactions between other sectors of society. The concept of "good governance" often emerges as a model to compare ineffective economies or political bodies with viable economies and political bodies. Because the most "successful" governments in the contemporary world are liberal democratic states concentrated in Europe and the Americas, those countries' institutions often set the standards by which to compare other states' institutions. Because the term good governance can be focused on any one form of governance, aid organizations and the authorities of developed countries often will focus the meaning of good governance to a set of requirement that conform to the organizations agenda, making "good governance" imply many different things in many different contexts. (http://en.wikipedia.org/wiki/Good_governance)
Good governance adalah istilah yang digunakan ditentukan dalam literatur pembangunan untuk menggambarkan bagaimana lembaga-lembaga publik melakukan urusan publik dan mengelola sumber daya publik untuk menjamin realisasi hak asasi manusia. Pemerintahan menggambarkan "proses pengambilan keputusan dan proses dengan mana keputusan diimplementasikan (atau tidak diimplementasikan)". Terma ini governance ini dapat berlaku untuk perusahaan, internasional, nasional, pemerintahan lokal atau interaksi antara sektor-sektor lain dari masyarakat. Konsep "good governance" sering muncul sebagai model untuk membandingkan ekonomi (yang) tidak efektif atau lembaga politik dengan ekonomi yang layak dan juga lembaga politik. Karena pemerintah yang paling "sukses" dalam dunia kontemporer adalah negara demokrasi liberal yang terkonsentrasi di Eropa dan Amerika, negara-negara 'lembaga sering menetapkan standar yang digunakan untuk membandingkan negara-negara lain institusi. Karena pemerintahan yang baik panjang dapat difokuskan pada suatu bentuk pemerintahan, organisasi bantuan dan otoritas negara-negara maju sering akan fokus arti pemerintahan yang baik untuk satu set persyaratan yang sesuai dengan agenda organisasi, membuat "good governance" menyiratkan banyak hal yang berbeda dalam konteks yang berbeda.
A. Pendahuluan
Pemerintahan sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan dalam hidup setiap warganegara yang memiliki banyak arti bagi mereka, secara perorangan atau secara bersama-sama. Pemerintah adalah harapan dan peluang untuk mewujudkan hidup yang sejahtera dan berdaulat melalui pengelolaan kebebasan dan persamaan yang dimiliki oleh warganegara. Pada sisi lain, pemerintah adalah tantangan dan kendala bagi warganegara terutama ketika pemerintah terjauhkan dari pengalaman etika pemerintahan.
Suatu masyarakat tanpa pemerintahan adalah sebuah kekacauan massal. Di dalam masyarakat manusia beradab, diperlukan lebih banyak peraturan. Diperlukan juga lebih banyak upaya dan kekuatan untuk menjamin bahwa peraturan-peraturan itu ditaati.
Harapan yang ingin diwujudkan oleh setiap warganegara melalui proses pemerintahan adalah berlangsungnya kehidupan secara wajar, dalam semua bidang dan ukuran kehidupan mereka. Pemerintahan pertama-tama diharapkan dapat membentuk kesepakatan warganegara tentang bingkai kepatutan dalam proses kehidupan kolektif warganegara. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang wajar mensyaratkan kewajiban pemerintah untuk membentuk hukum yang adil dan melakukan penegakkan hukum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara.
Untuk mewujudkan tujuan dan harapan tersebut, maka diperlukan suatu system pemerintahan yang baik dan efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat demokratis, konsep pemerintahan yang baik itu disebut dengan good governance.
Namun untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaedah-kaedah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.
Sekarang muncul pertanyaan apa yang dimaksud pemerintahan yang baik itu. Ada beberapa penafsiran terhadap pemerintahan yang baik. Beberapa diantaranya adalah pemerintahan yang baik yaitu pemrintah yang memerintah paling sedikit. Pada sisi lain terdapat budaya yang dengan paham negaranya mengatakan bahwa pemerintahan yang baik itu adalah pemerintah yang selalu terlibat pada hampir semua bidang kehidupan masyarakat.
B. Pengertian Good Governance
Dalam kamus, istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengetian yang sempit. Wacana tentang “governance” dalam pengertian yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance” telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government).
Good Governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan kepada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan kehidupan keseharian. Dengan demikian ranah Good Governance tidak terbatas kepada negara dan birokrasi pemerintahan saja, tetapi juga pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi non-pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sektor swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap Good Governance tidak selayaknya ditujukan hanya kepada penyelenggara negara atau pemerintahan, melainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan yang secara getol dan bersemangat menuntut penyelenggaraan Good Governance pada negara.
Sisi lain memaknai Good Governance sebagai penerjemahan kongkrit dari demokrasi. Tegasnya, menurut Taylor, Good Governance adalah pemerintahan demokratis seperti yang dipraktikkan dalam negara-negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika misalnya. Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dianggap sebagai suatu sistem perintahan yang baik karena paling merefleksikan sifat-sifat Good Governance yang secara normatif dituntut kehadirannya bagi suksesnya suatu bantuan badan-badan dunia. Ia merupakan alternatif dari sistem pemerintahan yang lain seperti totalitarinisme komunis atau militer yang sempat populer di negara-negara dunia ketiga di masa perang dingin.
Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada sistem pemerintahan yang menekankan kesetaraan antara lembaga-lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah, sektor swasta dan masyarakat madani. Good Governance dalam pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut peraturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta.
Dalam rangka terus mendorong roda reformasi, salah satu wacana yang banyak di kembangkan sekarang terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan birokrasi pemerintahan adalah apa yang dikenal dengan good governance (kepemerintahan yang baik atau tata pemerintahan yang baik.
C. Prinsip-Prinsip Good Governance
Para ahli sesungguhnaya mengakui bahwa “tidak ada struktur pemerintahan terbaik yang dapat diidentifikasi dengan jelas untuk digunakan sebagai sebuah model universal bagi negara-negara berkembang”. Akan tetapi setidaknya diakui bahwa good governance merupakan seatu kondisi dalam mana terwujud hubungan tiga unsur, yaitu pemerintah (government), rakyat atau manyarakan civil (civil society), dan dunia usaha yang berada disektor swasta tang sejajar, berkesamaan dan berkesinambungan di dalam peran yang saling mengontrol. Untuk itu dikemukakan beberapa prinsip-pronsip yang dapat diidentifikasikan untuk menendai apa yang disebut good governance, yaitu:
1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2. Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin..
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
D. Karakteristik Good Governance
Dari pengertian Bank Dunia kita dapat menggunakan kondisi yang normatif yang menunjukkan karakteristik good governance sebagai berikut:
1. layanan publik yang efisien;
2. sistem yudisial yang bebas;
3. penghormatan atas hukum dan hak azasi manusia disemua tingkat pemerintahan, dan penegakkannya;
4. akuntabilitas penggunaan dana-dana politik;
5. sistem pengawasan (auditor) publik yang independen;
6. pertanggungjawaban terhadap lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat.
7. struktur kelembagaan yang pluralistik;
8. pers yang bebas;
Berbagai ciri tadi meskipun mungkin dapat ditambah, atau sebaliknya dapat disederhanakan, kira-kira menggambarkan kondisi good governance dalam sebuah negara demokrasi.
E. Good Governance dalam Pandangan Fikih Kontemporer
Bila kita kaitkan dengan syari’ah, maka pertanyaannya adalah apakan hakikat governance dalam perspektif figh kontemporer? Tidak ada suatu rumusan jadi dan baku mengenai ini. Namun dari berbagai pernyataan terpancar didalam berbagai sumber syari’ah kita dapat mengkonstruksi suatu pengertian good governance menuruf pandangan syari’ah. Untuk ini kita dapat membaca ayat Al-Qur’an seperti QS Hûd, 11: 61 dan QS al-Hajj, 22: 41:
وَ إِلى ثَمُودَ أَخاهُمْ صالِحاً قالَ يا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ ما لَكُمْ مِنْ إِلهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَ اسْتَعْمَرَكُمْ فيها فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَريبٌ مُجيبٌ
”Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya [maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia], Karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
الَّذِينَ إِنْ مَّكَّنَّهُمْ فِى الأٌّرْضِ أَقَامُواْ الصَّلَوةَ وَآتَوُاْ الزَّكَوةَ وَأَمَرُواْ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْاْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَقِبَةُ الاٍّمُورِ
”(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Dari kedua ayat ini kita dapat merumuskan bahwa governance dalam perspektif fikih kontemporer adalah suatu penggunaan otoritas kekuasaan untuk mengelola pembangunan yang berorientasi pada (1) penciptaan suasana kondusif bagi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan spiritual dan rohaninya sebagaimana disimbolkan oleh oenegakan sholat, (2) penciptaan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi sebagaimana dilambangkan oleh tindakan membayar zakat, (3) penciptaan stabilitas politik dan keanana sebagaimana diilhamkan oleh tindakan amar ma’ruf nahi munkar. Singkat kata dalam ayat tersebut terdapat tiga aspek governance (1) spiritual governance, (2) economic governance (3) political governance.
Untuk dapat mewujudkan good governance dalam tiga aspek tersebut diperlukan beberapa nilai dan dari nilai-nilai itu dapat diturunkan beberapa asas tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan memperhatikan ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi s.a.w. dapat ditemukan beberapa nilai dasar yang dapat dijabarkan menjadi asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu: Syûrâ (bermusyawarah), meninggalkan yang tidak bernilai guna, keadilan, tanggung jawab, dan amanah, orientasi ke hari depan .
Untuk mewujudkan good governance maka pemerintahpun harus mempunyai kewajiban terhadap rakyatnya. Imam Al-Bana telah memberikan batasan tentang kewajiban Negara atas rakyatnya, yaitu:
Mewujudkan rasa aman;
Melaksanakan undang-undang;
Meratakan pendidikan;
Menyiapkan kekuatan;
Memelihara kesehatan;
Menjaga kepentingan dan fasilitas umum;
Menjaga sumber daya alam dan mengelola kekayaan Negara;
Menjaga sumber kekayaan Negara;
Mengokohkan moralitas;
Menebarkan dakwah.
F. Penutup
Dari pembahasan di atas itu harus jelas bahwa pemerintahan yang baik adalah yang ideal sulit dicapai dalam totalitasnya. Sangat sedikit negara dan masyarakat telah datang dekat untuk mencapai pemerintahan yang baik dalam totalitasnya. Namun, untuk memastikan pembangunan manusia yang berkelanjutan, tindakan harus diambil untuk bekerja menuju ideal ini dengan tujuan untuk membuatnya menjadi kenyataan.
Suatu asas kepemerintahan yang baik, yaitu adanya visi yang strategis.
Seorang pemimpin tidak hanya mampu merumuskan gambaran masa depan yang hendak diwujudkan tetapi juga harus mampu menyakinkan, mengelola dan menyatukan potensi masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya guna mewujudkan visi tersebut. Oleh karena itu seorang pemimpin harus menunjukkan optimism, idealism dan komitmen yang tingi.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung Mas Inti, 1992.
Anwar, Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: RM Books, 2007.
At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
Effendi, Prof. Dr. Sofian, Rektor Universitas Gadjah Mada, “Membangun Good Governance: Tugas Kita Bersama” (http//www.google.co.id)
Thahhan, Dr. Musthafa Muhammad, Pemikiran Moderat Al-Banna, Bandung: Harakatuna (Group Syamil), 2007.
Sudarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2003
------, Good Governance Pada Negara. tt, MM. Bilah, 1996
http://www.transparansi.or.id/?pilih=lihatgoodgovernance&id=File: goodgovernance.doc
www.ginandjar.com/pilih Good Governance dan Pembaharuan Birokrasi Oleh: Ginandjar Kartasasmita Disampaikan Pada Silaknas ICMI Jakarta, 26 Desember 2001
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Achmad Syaini dalam <http://achmadsyaini.blogspot.com/2010/04/hadis-politik.html?zx= 51537969f25eb31b>)
Loading...
0 Response to "GOOD GOVERNACE DALAM PANDANGAN FIQIH KONTEMPORER"
Post a Comment