Yaitu menyamakan sembahan selain Allah dengan Allah swt dalam hal hak menentukan syari’at dan hukum. Karena membuat syari’at, hukum dan memerintah adalah hak khusus Allah swt. Firman-Nya dalam surat al An’am 57:
قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
Dalam surat al Ma’idah 49:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Dalam surat asy Syura’ 21:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”
Dalam surat at Taubah 31:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Menyembah rahib dalam ayat terkakhir ini ditafsirkan Rasulullah saw sebagai ketaatan terhadap penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal yang dilakukan oleh mereka. Jadi, barangsiapa yang mengklaim adanya hak bagi seseorang untuk membuat syari’at selain Allah swt, maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan dari sisi Allah swt. Firman-Nya dalam surat al Ma’idah 44:
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Jadi, memerintah dan melarang adalah hak Allah swt semata. Firman-Nya dalam surat al A’raf 54:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Memerintah, artinya: perintah syari’at yang mencakup perintah melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu. Perintah melakukan sesuatu di sini adalah memerintah dengan pengertian terminologisnya dan perintah meninggalkan sesuatu di sini juga melarang dalam pengertian terminologisnya. Dan kedua hal itu adalah hak Allah swt semata yang dinyatakan dalam kata: “Ala lahu”. Karena itu, kedua hal tersebut tidak boleh diberikan kepada selain Allah swt. Dan siapa yang melakukan itu, berarti dia telah melakukan syirik besar yang menyebabkannya keluar dari Islam. Ini sama dengan ketika ia mengklaim adanya hak membuat hukum pada selain Allah swt.
Allah swt adalah dzat yang menciptakan makhluk dari ketiadaan dan memeliharanya dengan nikmatNya. Maka Dia-lah yang paling berhak memerintah mereka. Bukankah pencipta itu lebih tahu apa yang dapat memperbaiki ciptaan-Nya dan lebih utama dalam membuat syari’at buat mereka? Sementara sesembahan selain Allah swt, tidak ada yang pernah menciptakan, mengadakan dari ketiadaan, memelihara dengan ni’mat dan tidak pernah tahu hakikat dirinya sendiri serta anasir yang membuatnya jadi baik, apalagi mengetahui anasir yang membuat makhluk jadi baik. Dan dengan mudah terpengaruh oleh semua lintasan yang hinggap dalam benaknya. Inilah tabi’at semua anak cucu adam. Maka klaim adanya hak sebagian mereka membuat syari’at bagi yang lain adalah klaim yang didasari oleh kebodohan dan ketotolan. Jadi, tak ada yang berhak membuat hukum dan syari’at kecuali Allah swt.
Firman-Nya dalam surat al Ma’idah 50:
وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ
Dalam ayat ini Allah swt menjelaskan, bahwa bertahkim kepada hukum selain hukum Allah swt berarti bertahkim kepada hukum jahiliyyah. Allah swt juga menandaskan, bahwa tak ada hukum yang lebih baik dan lebih utama selain hukum-Nya.
Selanjutnya, Allah swt berfirman dalam surat an Nisa 60:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Dalam ayat ini Allah swt menyebut orang yang berhukum dengan selain hukum Allah swt sebagai thaghut, yaitu sesuatu selain Allah swt yang disembah, diikuti dan dita’ati. Karena itu Allah swt menyuruh manusia agar kufur kepada thaghut dengan jalan meyakini bahwa tak ada hukum dan hakim kecuali hukum Allah swt dan Rasul-Nya. Juga perlu diyakini bahwa berhukum kepada thaghut adalah perbuatan yang di cintai setan dan merupakan kesesatan yang besar.
Ayat ini turun ketika dua orang laki-laki saling bertengkar. Yang satu berkata: “Mari kita bertahkim kepada Ka’ab bin Asyraf.” Akhirnya mereka bertahkim kepada Umar bin Khattab. Lalu salah satu dari mereka mengisahkan masalah itu kepada Umar. Kemudian Umar bertanya kepada laki-laki yang tidak mau bertahkim kepada Rasulullah saw: “Benarkah itu?” laki-laki itu menjawab: “Benar” Maka Umar pun memenggal lehernya dengan pedang hingga tewas.
Asy Syba’i berkata: “terjadi pertengkaran antara seorang munafik dengan seorang Yahudi. Lalu si Yahudi berkata: “Kita bertahkim kepada Muhammad, karena dia tidak menerima sogok dan tidak subjektif dalam menetapkan hukum” si Munafik berkata: “Kita bertahkim kepada orang Yahudi karena mereka mudah menerima sogok dan subjektif dalam menetapkan hukum. Tapi kemudian mereka sepakat bertahkim kepada seorang dukun di Juhaenah. Maka turunlah ayat ini”
Kedua peristiwa tersebut sebenarnya tidak saling bertentangan. Sebab maksudnya adalah bahwa ayat ini memang turun dalam peristiwa itu. Yang perlu disimak adalah bahwa tak ada hukum kecuali Allah swt dan Rasul-Nya. Bahwa semua hukum yang bertentangan dengannya adalah bathil secara prinsip dan aplikatif.
Loading...
0 Response to "SIRIK DALAM KETAATAN"
Post a Comment