PERCERAIAN SEBAGAI PINTU DARURAT



Syari'at Islam menetapkan bahwa akad pernikahan antara suami isteri untuk selama hayat dikandung badan, sekali nikah untuk selama hidup, agar di dalam ikatan pernikahan suami isteri bisa hidup bersama menjalin kasih sayang untuk mewujudkan keluarga  yang sakinah mawaddah wa rahmah (QS ar-Rum ayat 21)
. Suami isteri hendaknya mempunyai pandangan yang sama yaitu bahwa perkawinannya akan berakhir apabila salah seorang di antara keduanya meninggal dunia, hanya kematianlah yang akan memisahkan keduanya.

Dalam suatu perjanjian atau perikatan yang sifatnya biasa, seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa, perburuhan, dan perjanjian lain yang melibatkan dua pihak atau lebih, para pihak yang terlibat mengharapkan agar perjanjian atau perikatan yang mereka buat itu kokoh dan kuat. Pernikahan bukan perikatan biasa,  selain mengandung nilai ibadah, al-Qur'an (surat an-Nisa' ayat 21) menyebutnya dengan perikatan/perjanjian yang sangat kuat (mitsaqan ghalidlan). Oleh karena ikatan suami isteri itu sebagai ikatan yang kokoh, kuat, dan  suci, maka tidak selayaknya suami isteri begitu mudah memutuskannya dan tidak sepatutnya ada pihak-pihak lain yang mau merusak dan menghancurkannya.

Dalam pada itu bahwa pergaulan suami isteri adalah pergaulan yang paling rapat dan erat. Waktu untuk ketemu tidak dibatasi dengan hari dan jam. Siang dan malam keduanya berkumpul dan bergaul di dalam atau di luar rumah. Mereka hidup serumah, sesumur, sedapur, sekasur, sebilik dan sepembaringan. Tentu saja pergaulan yang seerat dan serapat itu membutuhkan kasih sayang, persesuaian pendapat, serasa dan sekemauan, dan berlapang dada.

Dari sisi yang lain, suami isteri itu tidaklah seayah dan seibu, belum tentu juga sesuku dan sekampung. Perbedaan karakter, perbedaan pendidikan dan pandangan hidup, mungkin saja terdapat pada suami isteri. Tidak sekedar perbedaan, mungkin juga pertentangan yang prinsipil. Selain itu jiwa manusia bisa berubah. Perbedaaan pandangan hidup dan perubahan hati bisa menimbulkan krisis, merubah rasa cinta dan kasih sayang menjadi benci. Permasalahannya, kalau sekiranya  suami isteri yang berbeda prinsip hidupnya dan pertentangannya sudah memuncak, telah merubah rasa cinta menjadi benci, persesuaian menjadi pertikaian, yang tidak memungkinkan lagi untuk berpadu menjadi satu, apakah tidak terlalu aniaya kalau keduanya dipaksa harus tetap bersatu.

Syari'at Islam adalah syari'at yang riil dan idiil. Riil artinya mengakui realitas kehidupan dan idiil artinya mempunyai prinsip dan cita-cita mulia untuk kemaslahatan hidup manusia sepanjang masa.  Syari'at Islam tidak menjadikan realitas semata sebagai asas hukum dan tidak menafikan realitas demi untuk mempertahankan cita-cita mulia. Syari'at Islam berusaha merelaisir cita-cita mulia dan mengobati realita  yang dijiwai oleh kemudahan dan mewujudkan kemaslahatan. Oleh karena itu sekalipun syari'at Islam menghendaki agar akad nikah itu untuk selama hayat dikandung badan, akan tetapi kalau dalam realitanya antara suami isteri itu sudah tidak mungkin dipersatukan lagi,  Islam memperbolehkan keduanya bercerai.  Apabila hubungan perkawinan tetap dipertahankan, memaksa suami isteri untuk tetap bersatu, justru kemudaratan yang akan terjadi. Sekalipun demikian, bahwa perceraian hanya sebagai pintu darurat yang baru dibuka apabila keadaan memang sangat mendesak dan berbagai upaya untuk mempertahankan ikatan perkawinan sudah ditempuh tapi tidak berhasil. Dengan demikian, peceraian adalah suatu jalan keluar yang paling baik.
Loading...

0 Response to "PERCERAIAN SEBAGAI PINTU DARURAT"

Post a Comment