PENGERTIAN ILLEGAL LOGGING
Yang
dimaksud dengan illegal logging berdasarkan
berdasarkan Inpres No. 5 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Penebangan
Kayu illegal (Illegal Logging) dan Peredaran Hasil hutan Illegal di Kawasan
Ekosistem Leuser dan taman Nasional Tanjung Puting, adalah penebangan kayu
dikawasan hutan dengan tidak sah.
Menurut
pendapat Haryadi Kartodiharjo, illegal logging merupakan penebangan kayu secara
tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian
kayu didalam kawasan hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang ijin
melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.
ILLEGAL LOGGING DAPAT DILAKUKAN DENGAN DUA
CARA
Pertama : Dilakukan oleh operator sah yang
melanggar ketentuan-ketentuan dalam ijin yang dimiliki
Kedua : Melibatkan pencuri kayu dimana
pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal
untuk menebang.
PENYEBAB ILLEGAL LOGGING
Pertama : Adanya krisis ekonomi
yang berkelanjutan mengakibatkan tingginya harga – harga barang konsumsi,
sementara masyarakat disekitar hutan yang sudah miskin tidak lagi mampu
mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga salah satu cara yang paling mudah adalah
memanfaatkan hutan untuk kepentingan diri sendiri dengan jalan memanfaatkan
hutan dengan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan hutan, khususnya
kayu, dengan cara yang tidak benar.
Kedua :
dengan krisis ekonomi pula mengakibatkan perusahaan yang bergerak disektor
kehutanan, khususnya industri kayu, banyak yang mengalami kemunduran usaha,
karena tingginya harga – harga barang produksi, sehingga untuk mendapatkan
bahan baku kayu dengan harga murah dilakukan pembelian dari kayu yang tidak
syah yang berasal dari hasil praktek illegal logging.
Ketiga : lemahnya penegakan
hukum, karena tidak adanya concerted action yang
dapat menyuburkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Disamping itu
kurangnya dana atau lack of budget dalam upaya mendukung
kemampuan politik dan kurangnya tekanan publik. Pada tataran masyarakat,
kondisi moral, sosial dan budaya masyarakat, serta aparat cenderung menjadi
tidak kondusif terhadap kelestarian hutan dan dilain pihak masih banyak
industri pengolahan kayu yang membeli dan mengolah kayu dari hasil illegal
logging.
DAMPAK ILLEGAL LOGGING
Penebangan hutan secara ilegal
itu sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem di Indonesia. Penebangan memberi dampak yang
sangat merugikan masyarakat sekitar, bahkan masyarakat dunia. Kerugian yang
diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya kerusakan secara nilai ekonomi,
akan tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang tidak ternilai harganya.
Adapun dampak-dampak Illegal Logging sebagai berikut:
Pertama, dampak yang sudah mulai terasa sekarang ini adalah
pada saat musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah
longsor. Menurut kompas, pada tahun 2007 Indonesia telah mengalami 236 kali
banjir di 136 kabupaten dan 26 propinsi, disamping itu juga terjadi 111
kejadian longsor di 48 kabupaten dan 13 propinsi.
Banjir dan tanah longsor di Indonesia
telah memakan korban harta dan jiwa yang sangat besar. Kerusakan lingkungan
yang paling terlihat yaitu di daerah Sumatera yang baru saja dilanda banjir
badang dan tanah longsong sangat parah. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang
kehilangan harta benda, rumah, dan sanak saudara mereka akibat banjir dan tanah
longsor. Bahkan menurut Kompas, di Indonesia terdapat 19 propinsi yang lahan
sawahnya terendam banjir dan 263.071 hektar sawah terendam dan gagal panen.
Banjir
dan tanah longsor ini terjadi akibat dari Illegal Logging di Indonesia. Hutan yang tersisa
sudah tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam curah yang besar,
dan pada akhirnya banjir menyerang pemukiman penduduk. Para pembalak liar hidup
di tempat yang mewah, sedangkan masyarakat yang hidup di daerah dekat hutan dan
tidak melakukan Illegal Logging hidup miskin dan menjadi korban
atas perbuatan biadap para pembalak liar. Hal ini merupakan ketidakadilan
sosial yang sangat menyakitkan masyarakat.
Kedua, Illegal Logging juga mengakibatkan berkurangnya
sumber mata air di daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya
menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan
masyarakat setempat, sekarang habis dilalap para pembalak liar. Hal ini
mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar hutan kekurangan air bersih dan air
untuk irigasi. Menurut kompas, pada tahun 2007 ini tercatat 78
kejadian kekeringan yang tersebar di 11 propinsi dan 36 kabupaten.
Ketiga, semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur.
Lapisan tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda Indonesia.
Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Jadi secara tidak langsung Illegal Logging juga menyebabkan hilangnya
lapisan tanah yang subur di daerah pegunungan dan daerah sekitar hutan.
Keempat, Illegal Logging juga membawa dampak musnahnya
berbagai fauna dan flora, erosi, konflik di kalangan masyarakat, devaluasi
harga kayu, hilangnya mata pencaharian, dan rendahnya pendapatan negara dan
daerah dari sektor kehutanan, kecuali pemasukan dari pelelangan atas kayu sitaan
dan kayu temuan oleh pihak terkait. Hingga tahun 2005, setiap tahun negara
dirugikan Rp 50,42 triliun dari penebangan liar dan sekitar 50 persen terkait
dengan penyelundupan kayu ke luar negeri.
Semakin
langkanya orang utan juga merupakan dampak dari adanya Illegal Logging yang semakin marak di Indonesia.
Krisis ekonomi tergabung dengan bencana-bencana alam dan Illegal Logging oleh manusia membawa orang utan
semakin terancam punah. Selama 20 puluh tahun belakangan ini kira-kira 80%
hutan tempat orang utan tinggal sudah hilang. Pada waktu kebakaran hutan tahun
1997-1998 kurang lebih sepertiga dari jumlah orang utan liar dikorbankan juga.
Tinggal kira-kira 12.000 sampai 15.000 ekor orang utan di pulau Borneo
(dibandingkan dengan 20.000 pada tahun 1996), dan kira-kira 4.000 sampai 6.000
di Sumatra (dibandingkan dengan 10.000 pada tahun 1996). Menurut taksiran para
ahli, orang utan liar bisa menjadi punah dalam jangka waktu sepuluh tahun lagi.
Untuk kesekian kalinya masyarakat dan flora fauna yang tidak bersalah menjadi
korban Illegal Logging. Ini akan menjadi pelajaran yang
berharga bagi pemerintah dan masyarakat agar ikut aktif dalam mengatasi masalah Illegal Logging di Indonesia.
Kelima, dampak yang paling kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah global warming yang sekarang sedang mengancam
dunia dalam kekalutan dan ketakutan yang mendalam. Bahkan di Indonesia juga
telah megalami dampak global warming yang dimulai dengan adanya
tsunami pada tahun 2004 di Aceh yang menewaskan ratusan ribu orang di Indonesia
dan negara-negara tetangga.
Global warming membawa dampak seringnya terjadi
bencana alam di Indonesia, seperti angin puyuh, seringnya terjadi ombak yang
tinggi, dan sulitnya memprediksi cuaca yang mengakibatkan para petani yang
merupakan mayoritas penduduk di Indonesia sering mengalami gagal panen. Global warming juga mengakibatkan semakin
tingginya suhu dunia, sehingga es di kutub mencair yang mengakibatkan
pulau-pulau di dunia akan semakin hilang terendan air laut yang semakin tinggi
volumenya. Global warming terjadi oleh efek rumah kaca dan
kurangnya daerah resapan CO2 seperi hutan. Hutan di Indonesia yang menjadi
paru-paru dunia telah hancur oleh ulah para pembalak liar, maka untuk itu kita
harus bersama-sama membangun hutan kita kembali dan memusnahkan para pembalak
liar yang berupaya menghancurkan dunia.
UPAYA PENANGGULANGAN ILLEGAL LOGGING
Seperti
diketahui bahwa illegal logging mempunyai dampak yang cukup serius, baik itu
dari segi sosial maupun ekonomi bahkan terhadap ekologi. Penanganan illegal
logging tidak dapat jika hanya ditangani didalam negeri, tetapi juga harus
melibatkan luar negeri, karena illegal logging sangat terkait erat dengan
banyaknya permintaan kayu dari luar negeri. Namun demikian masih terdapat
cara-cara dalam rangka menanggulangi illegal logging. Pertama secara prefentif,
yaitu cara – cara yang dilakukan dengan jalan pencegahan dan cara ini telah
ditempuh oleh Departemen Kehutanan dengan melakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Menerbitkan SK Menhut.
No.:541/Kpts-II/2002, yang isinya antara lain mencabut SK Menhut. No.:
05.1/Kpts-II/2000, untuk menghentikan sementara kewenangan Gubernur atau Bupati
/ Walikota dalam menerbitkan HPH / Ijin pemanfaatan hasil hutan.
b. Menerbitkan SK Bersama Menteri
Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.: 1132/Kpts-II/2001 dan
No.: 292/MPP/Kep/10/2001, tenang penghentian ekspor kayu bulat/bahan baku
serpih yang dikuatkan dengan PP No.: 34 tahun 2002, yang tegas melarang ekspor log
dari Indonesia.
c. Kerjasama dengan negara lain, yaitu
penandatanganan MOU dengan Pemerintah Inggris pada tanggal 18 April 2002 dan
dengan Pemerintah RRC pada tanggal 18 Desember 2002 dalam rangka memberantas
illegal logging dan illegal trade.
Kemudian yang kedua adalah
dengan cara represif,
yaitu melakukan operasi secara mendadak dilapangan dengan melakukan kerjasama
dengan TNI Al dalam pelaksanaan Operasi Wanabahari, serta dengan Polri dalam
pelaksanaan operasi Wanalaga. Dalam upaya menanggulangi praktek illegal logging
ini, secara internasional telah mendapat dukungan dari Presiden
Amerika George W. Bush dalam Global Climate Change pada
tanggal 14 Februari 2002 yang menyatakan “
…I’ve also ordered the Secretary of State to develop a new initiative to help
developing countries stop illegal logging, a practice that destroys
biodiversity and releases millions of tons of greenhouse gases into the
atmosphere.”
Namun
demikian upaya-upaya tersebut tidak akan berhasil dan terlambat apabila dari
pemerintah tidak segera melakukan langkah-langkah pencegahan secara serius dan
terintegrasi. Seperti apa yang dikatakan Sumardi
dkk (2004) dalam Dasar-dasar
Perlindungan Hutan, bahwa perlindungan tidak dapat dianggap sebagai satu
penyelesaian masalah kerusakan sesaat atau hanya merupakan tindakan darurat,
akan tetapi lebih merupakan prosedur yang sesuai dan cocok dengan sistem
perencanaan pengelolaan hutan. Artinya sumber-sumber kerusakan yang potensial
sedapat mungkin dikenali dan dievaluasi sebelum kerusakan yang besar dan
kondisi darurat yang terjadi. Meskipun langkahlangkah telah dilakukan, namun
pada kenyataannya langkah-langkah itu belum effektif dan oleh karena itu perlu
ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penegakan hukum yang tegas dan nyata dan tinggalkan
perlakuan diskriminatif. Siapa yang terlibat harus ditindak, tanpa kecuali.
2. Pemberdayaan masyarakat disekitar
hutan. Meskipun Perum Perhutani telah melaksanakan program PHBM ( Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat ), namum demikian masih sangat perlu dukungan dari
Pemerintah Daerah, karena dengan adanya Undang-undang otonomi daerah,
Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang penuh untuk melangsungkan
pembangunan berkelanjutan.
3. Pemberantasan terhadap pedagang - pedagang sebagai
penadah kayu dan industri-industri kayu yang menggunakan bahan baku kayu dari
hasil illegal logging secara kontinu dan terprogram dengan melibatkan berbagai
unsure dalam masyarakat.
4. Memberikan penghargaan pada masyarakat atau aparat
yang dapat menunjukkan atau menangkap pedagang – pedagang dan industri –
industry yang menggunakan kayu dari hasil illegal logging.
5. Penebangan liar bukanlah merupakan masalah
yang berdiri sendiri atau tanggung jawab Departemen Kehutanan (untuk Pulau Jawa
termasuk Perum Perhutani), akan tetapi merupakan masalah bersama yang harus
diselesaikan dengan melibatkan instansi-instansi yang terkait termasuk
Departemen Industri dan Perdagangan. Oleh karena kebijakan-kebijakn yang
diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan antar Departemen.
SILA
PANCASILA KE-4
“Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan”
Penjelasan
Sila Pancasila Ke-4
a. Sebagai
warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b. Tidak
boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d. Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e. Menghormati
dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f. Dengan
i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
g. Di
dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
h. Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i. Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran
dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j. Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
permusyawaratan.
HUBUNGAN
SILA PANCASILA KE-4 DENGAN ILLEGAL LOGGING
Dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan terkandung
nilainilai kerakyatan. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dicermati,
yakni:
a. Kedaulatan
negara adalah di tangan rakyat.
b. pimpinan
kerakyatan adalah hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat.
c. manusia
Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama;
d. keputusan
diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh wakilwakil rakyat.
Penerapan sila ke empat ini bisa
dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain (Koesnadi
Hardjasoemantri) :
a. mewujudkan,
menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para
pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
b. mewujudkan,
menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung
jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;
c. mewujudkan,
menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia
usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Tindak pidana dibidang kehutanan
diatur dan dirumuskan dalam pasal 50 dan pasal 78 Undang-undang No.41 tahun
1999, namun mengenai definisi yang dimaksudkan dengan illegal
logging tidak dirumuskan secara limitatif sehingga banyak para
praktisi hukum yang menafsirkan illegal logging sendiri-sendiri.
Subyek hukum illegal
logging menurut UU No. 41 Tahun 1999 adalah orang dalam pengertian
baik pribadi, badan hukum maupun badan usaha, diatur dalam satu pasal yang sama
tidak dibedakan pasal mengenai pribadi atau korporasi sehingga korporasi
dikenakan ancaman sanksi yang sama dengan pribadi. Tentang pejabat yang
mempunyai kewenangan dalam bidang kehutanan yang berpotensi meningkatkan
intensitas kejahatan illegal logging.
Belum terakomodasi dalam undang-undang ini oleh karena itu, hal tersebut
menjadi celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku yang tidak diatur
secara tegas dalam undang undang tersebut untuk lolos dari tuntutan hukum.
Ancaman pidana yang dikenakan adalah sanksi pidana
bersifat kumulatif, pidana pokok yakni penjara dan denda, pidana tambahan
berupa perampasan hasil kejahatan dan atau alat-alat untuk melakukan kejahatan,
ganti rugi serta sanksi tata tertib. disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan
di PUTM
Loading...
2 Responses to "Makalah Illegal Logging"
Daftar Pustaka-nya mana nih?
:)
Penulis yang Terhormat,
Saya ucapkan terimakasih atas dipublikasikan buah karya Anda. Membaca tulisan Anda telah membuka cakrawala dalam dunia lingkungan dan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan bencana alam akibat dari kerusakan hutan. Menarik sekali bila Anda membubuhkan sumber pustaka pendukung, sehingga akan lebih meyakinkan para pembaca.
Saya sangant senang membaca tulisan Anda.
Terimakasih
Post a Comment