MASIH DIPERLUKANKAH PARTAI DAKWAH



Dakwah, sebagaimana yang sering kita dengar, merupakan salah satu misi dan tugas suci yang mesti diemban oleh setiap muslim. Hadits yang artinya “sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat” semakin menguatkan wajibnya dakwah demi terwujunya masyarakat yang kita inginkan dan berjalan sesuai dengan jalan yang dikehendaki oleh syari’at islam itu sendiri.

Tantangan kemajuan di semua bidang, baik IPTEK, sosial, budaya, bahkan bidang politik pun turut mengalami perkembangan, meskipun tujuan akhir dari politik itu sendiri (kekuasaan) tidak  berubah, menuntut kita agar dakwah dilakukan lebih merata hingga menyentuh semua kalangan. Dalam menanggapi hal ini, dakwah islam tentunya dituntut untuk merambah kepada ranah yang lebih luas dan lebih menjangkau semua masyarakat dakwah. Sehingga, esensi islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memang benar bisa dirasakan oleh semua kalangan.

Bidang politik pun tentunya tidak luput dari perhatian dakwah islam. Namun, beberapa dekade sebelumnya, dakwah dalam ranah politik dianggap sesuatu yang sulit bahkan mustahil. Karena pada saat itu, politik diasosiasikan sebagai gerakan yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan semata dan tidak ada yang lainnya. Malahan, sampai ada yang mengharamkan orang untuk mengikuti aktivitas politik. Kesemua hal itu dikarenakan politik masih merupakan sesuatu yang dipandang tabu oleh sebagian masyarakat.

Namun, pada saat sekarang ini, ketika tuntutan zaman sudah bergeser jauh, beberapa kalangan dari umat islam mencoba untuk mengemas dakwah dan politik atau politik dan dakwah. Hal ini tergolong baru, terutama bagi masyarakat awam yang selama ini hanya mengenal istilah partai, tanpa embel-embel dakwah. Tetapi, dalam perkembangannya, partai bersayap dakwah mulai diperhitungkan oleh beberapa pihak. Hal ini terbukti dengan masuknya salah satu partai dak wah dalam lima besar pemilu 2009, meskipun perolehan suaranya jauh dari partai pemenang pemilu pada tahun tersebut. Hal ini memberikan angin segar dan memungkinkan untuk dilakukan dakwah yag lebih intens di ranah politi.


Namun, seiring berjalannnya waktu, partai dakwah terkesan mengalami blunder dengan terlihat lebih mengutamakan jatah kursi  ketimbang mengurusi dan menjalankan misi utama partai, dakwah. Memang agaknya ini menjadi dilema tersendiri ketika kita berrjuang, dengan tujuan dakwah, tapi melalui jalur politik. Mungkin karena alasan ini, beberapa organissi sosial-keagamaan lebih memilih untuk tidak terlalu dekat dengan aktivitas politik, terutama partai politik. Hal ini bertujuan supaya jalur dakwah yang sudah dibangun selama ini tetap fokus dan berjalan sebagaimana biasanya.

Pandangan sepeti ini sah-sah saja, bahkan cenderung dibenaran oleh beberapa pihak. Karena ketika kita melihat realita yang ada, jika kita melakukan melakukan dua tujuan sekaligus dalam satu wadah organisasi tentu ada tujuan yang pada akhirnya akan menjadi prioritas, bisa dakwah yang diprioritaskan atau malah kegiatan politinya. Semua itu tentunya akan menimbulkan beberapa masalah, baik yang berkenaan dengan tujuan awal maupun pandangan pihak luar yang menyaksikan hal ini.

Belum lagi ada komentar yang “cukup pedas” dari beberapa kalangan yang mengatakan bahwa ‘agama dalam kegiatan politik hanya dijadikan bungkus semata untuk mencapai tujuan yang sebenarnya, kekuasaan. Setelah berkuasa toh mereka juga, pada akhirnya, akan melupakan rakyat yang seharusnya mereka beri cahaya dakwah agar lebih tercerahkan’. Pandangan seperti ini tentunya bukan tanpa alasan. Mereka melihat pada realita bahwa partai dakwah atau pun partai poitik tanpa embel-embel dakwah sama saja, sama-sama mengutamakan kursi ketimbang mengutamakan yang seharusnya. Hal ini mungkin karena  partai dakwah tidak mampu untuk memberikan warna yang berbeda, bahkan terkesan larut dengan banyaknya kepentingan yang ada.

Sepintas jika kita lihat memang ada banyak sekali batu sandungan dan duri yang harus dilalui oleh partai dakwah, dari pihak yang tidak menyukai,terutama. Semuanya memang terlihat seperti konsekwensi logis yang harus ditanggung oleh partai dakwah yang terkesan lebih fokus ke kegiatan politik ketimbang melaksanakan aktivitas dakwah. Hal ini mungkin saja berawal dari pembacaan pihak luar yang hanya melihat aktivitas mereka secara dzahir dan tidak melihat spirit yang mereka bawa.

Delima yang dialami oleh partai dakwah terkesan semakin banyak. Coba saja lihat ketika terjadi bargaining tentang berapa jatah kursi yang menjadi bagian masing-masing peserta koalisi. Bagi yang melihatnya hanya secara kasat mata, maka mereka akan merespon dengan tanggapan yang tidak enak, “dakwah kok ngurusin kursi”. 

Dengan melihat realitas yang ada, memang terlihat agak sulit untuk mengatakan “dakwah bisa dilakukan di jalur politik”. Kegiatan politik yang dilakukan oleh mereka cenderung mengundang respon negatif dari masyarakat. Belum lagi dari ormas islam yang menentang. Hal ini tentunya akan semakin memperburuk keadaan dan semakin menambah perpecahan yang ada di kalangan umat islam.

Sebenarnya, dakwah boleh dilakukan dengan wasilah apa saja selama tidak ada larangan yang secara syar’i menerangkannya atau dengan melihat pertimbangan mudharat dan mafsadat yang ditimbulkan. Begitu pula menjadikan politik  sebagai wasilah guna mencapai tujuan yang mulia ini. Tentunya hal itu sah-sah saja. Tetapi permasalahannya menjadi tidak mudah ketika banyak terjadi benturan kepentingan dari dua tujuan, politik atau dakwah. Politik bertujuan untuk kekuasaan sedangkan dakwah bertujuan untuk memasyarakatkan islam di ranah publik, sehingga pada akhirya bisa digunakan untuk mencapai tujuan dari islam itu sendiri, baldatun  tyyyibatun wa robb al-ghafur. Untuk mewujudkan hal ini umat islam memerlukan pengaruh yang merata di semua kalangan masyarakat. Pengaruh ini bisa disebarkan manakala ada komunikan yang melakukan kegiatan itu. Dakwah merupakan satu-satunya cara untuk mengkomunikasikan dan menanamkan islam kepada masyarakat yang merupakan faktor penentu dari tegaknya tujuan islam tersebut. Dari sini kita setidaknya memperoleh gambaran kemana pada akhirnya dakwah islam itu diarahkan, yaitu untuk tujuan rahmatan lil ‘alamin.

Politik, pada dasarnya, adalah cara yang relatif lebih cepat untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan menguasai pemerintahan yang ada di suatu negara, maka hal itu bisa membantu tuk mencapai tujuan. Selain itu juga bisa mempermudah jalan tercapainya tujuan.

Namun, yang menjadi permasalahan adalah kepentingan yang menyelimuti kegiatan politik. Dakwah yang disandingkan dengan politik tentunya sedikit banyak akan bersinggungan atau bahkan bercampur dengan tujuan politik itu. Disinilah sebenarnya letak permasalahan dakwah dengan menggunakan wasilah partai politik. Mereka harus mengikuti arus yang ada agar mereka tetap eksis. Karena alasan itu, banyak beberapa pihak yang menyayangkan sikap yang kurang tegas dari partai dakwah. Memang kita harus memaklumi bahwa faktor “suara” sangat menentukan dalam politik, terutama untuk sisitem politik yang ada di negara kita. Suara mayoritas adalah raja dan suara mioritas akan ditindas jika tidk mau bergabung/berkoalisi dengan ssuara mayoritas. Ini pula yang menyebabkan partai dakwah seperti kurang memiliki ketegasan sikap. Mereka cenderung larut dalam lingkaran koalisi yang di bangun oleh sang pemenang PEMILU.

Kalau sudah begini, memang agak sulit untuk mengharapkan dakwah yang bisa berjalan baik yang dibungkus oleh aktivitas politik. Begitu banyak kendala yang dihadapi sehingga  agak sulit untuk menentukan, mana yang harus diprioritaskan. Namun, bukan berarti dakwah di bidang poltik harus dihentikan. Dakwah di bidang politik, dalam arti kepada legislatif, yudikatif, dan eksekutif, harus tetap dilanjutkan meskipun rintangan sudah menanti di depan. Namun, kiranya partai politik yang berasaskan dakwah islamiyah bisa memberikan ketegasan sikap sehingga tidak terkesan hanya memprioritaskan kegiatan politik ketimbang dakwah. Selain itu, qudwah (keteladanan) tentunya menjadi hal pokok yang wajib dijaga. Dakwah, bagaimanapun strategi dan caranya, pada akhirnya si objek (mad’u) akan melihat kepada si pelaku (subjek) dakwah mengenai kesusuaian antara perkataan dan perbuatan yang dilakukan. Tentunya hal ini membutuhkan proses yang tidak pendek. Apalagi ketika kita melihat objek dakwah di bidang politik ini. Namun setidaknya, partai dakwah bisa memberikan warna, meskipun itu tidak terlalu dominan, dalam kegiatan politik yang berlangung.

Partai dakwah harus tetap eksis meskipun tidak termasuk superior. Merekalah yang akan memperjuangkan suara masyarakat muslim yang ada, terutama di Indonesia. Mengenai perkara suara memang partai dakwah harus menunggu waktu. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat muslim masih rendah untuk memilih mana yang seharusnya mereka pilih. Dakwah terus harus dilakukan di semua kalangan agar islam bisa benar-benar membumi dan terwujud dalam kehidupan nyata.
Wallahu ‘alamu bi ash-Shawab

Penulis Riduan Hadi Pranata diajukan sebagai tugas mat kuliah ilmu dakwah di PUTM
 

Loading...

0 Response to "MASIH DIPERLUKANKAH PARTAI DAKWAH"

Post a Comment