PENGHALANG UNTUK MEWARISI ( موانع الارث)


Sekalipun sudah terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat pewarisan, akan tetapi adakalanya seseorang ahli waris tidak mendapat warisan. Hal ini ada dua kemungkinan, perlama, karena ada ahli waris lain yang lebih utama, sebagai contoh, ahli warisnya: anak laki-laki dan saudari sekandung. Dalam kasus ini saudari sekandung tidak mendapat warisan karena ada waris yang lebih utama yaitu anak laki­-laki, seandainya saja anak laki-laki tidak ada, saudari akan mendapat bagian. Ahli waris yang tidak mendapat warisan karena ada ahli waris yang lain, disebut mahjub  (محجوب) dan penyebabnya disebut al-hajbu (الحجب). Kcdua, karena ada penghalang untuk menerima warisan, seperti ahli waris berbeda agama dengan pewaris, ahli waris membunuh pewarisnya. Ahli waris yang tidak mendapat warisan karena pada dirinya ada penghalang menerima warisan disebut mamnu' (ممنوع) atau  mahrum  (محروم)dan penghalangnya disebut hirman (حرمان). Selanjutnya akan  dibicarakan mengenai penghalang menerima warisan.

Penghalang pewarisan yaitu "suatu sifat yang menyebabkan orang  yang bersifat dengan sifat tersebut itu tidak dapat menerima pusaka, padahal cukup sebab-sebabnya dan cukup pula syarat-syaratnya (Hasbi, Fiqhul Mawaris, hlm. 51). Dengan ungkapan lain, penghalang kewarisan ialah "suatu sifat  atau tindakan  yang menyebabkan ahli waris yang bersifat dengan sifat tersebut atau melakukan tindakan tersebut tidak dapat menerima warisan sekalipun memenuhi sebab-sebab dan syarat-syarat mewarisi"

Menurut hukum kewarisan Islam, penghalang menerima warisan ada tiga, yaitu: perbudakan, berbeda agama, dan pembunuhan.
1.    Perbudakan (الرّقّ) yaitu bahwa budak tidak berhak menerima warisan dari pewa­risnya.

Demikian juga budak tidak bisa diwarisi oleh keluarganya. Budak tidak menerima warisan karena ia dipandang tidak cakap, tidak dapat mengurusi harta, karena dia sendiri dinilai sebagai harta bagi tuannya. Seandainya dia diberi warisan, maka yang akan menerima warisan tersebut bukan dia tetapi tuannya, karena dia sendiri milik tuannya. Ketidak mampuan budak mengurusi harta, disebutkan dalam firman Allah:
ضرب الله مثلاً عبدا مملوكا لا يقدر على شيئ (النحل: 75)
Budak juga tidak dapat diwarisi karena dia melarat, tidak memiliki apa-apa, dia sendiri kepunyaan tuannya.

2. Berbeda agama إختلاف الدين)  ) yang dimaksud yaitu bahwa bahwa agama pewaris berbeda dengan agamanya ahli waris. Dalam hal ini  salah satunya beragama Islam, sedang pihak lainnya tidak beragama Islam. Ahli warts yang tidak beragama Islam tidak dapat menerima warisan dari pewaris yang beragama Islam dan sebaliknya, ahli waris yang beragama Islam tidak dapat menerima warisan dari pewaris yang tidak beragama Islam. Larangan pewarisan antara yang beragama Islam dengan yang tidak beragama Islam ini diatur dalam hadis Nabi:
1- لاَ يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ (رواه البخارى)
2- لاَ يَتَوَارَثُ أَهْلُ مِلَّتَيْنِ شَتَّى (رواه ابو داود)
Semua agama di luar Islam dianggap satu, tidak dibedakan antara ahli kitab dengan non ahli kitab. Oleh kaarena ahli aris yang beragama Kristen, Yahudi,   Hindu, Budha tidak bisa mewarisi dari orang Islam, orang Islam dan sebaliknya. Dalam pada itu Muaz, Mu'awiyah, al-Hasan, Ibnul Hanafiyah, Masruq berpendapat bahwa orang Islam berhak mewarisi dari orang kafir, tetapi tidak sebaliknya. Mereka mendasarkan pendapatnya kepada hadis Nabi:
الإِسْلاَمُ يَعْلُو وَلا يُعْلَى عليه (رواه الدارقطنى والبيهقى)
Di antara ketinggian Islam itu bahwa orang Islam berhak menerima warisan dari non muslim, tetapi tidak sebaliknya.

Kapan perbedaan agama itu diperhitungkan? Menurut jumhur ulama adalah sejak kematian pewaris. Apabila pada waktu meninggalnya pewaris ada di antara ahli warisnya yang tidak bergama Islam dan sebelum harta warisan dibagi dia masuk Islam, tetap saja tidak berhak mendapat warisan. Jumhur ulama beralasan karena penentuan waktu berpindahnya harta warisan kepada ahli waris adalah ketika pewaris meninggal dunia. Sementara menurut Imam Ahmad dan Syi'ah penentuan berbeda agama itu diperhitungkan bukan pada waktu kematian pewaris tetapi pada waktu harta warisan akan dibagi. Oleh karena itu apabila pada waktu pewaris meninggal dunia ada ahli waris yang berbeda agama kemudian sebelum harta warisan dibagi-bagi dia masuk Islam, maka dia berhak mendapat warisan, karena kriteria perbedaan agama sudah tidak ada lagi. Syi'ah beralasan karena sebelum harta warisan betul-betul dibagi harta tersebut belum menjadi hak para ahli waris.

3. Pembunuhan (القتل), yang dimaksud yaitu ahli waris yang membunuh pewarisnya ia tidak berhak mewarisi harta peninggalan pewaris yang dibunuhnya, tetapi tidak sebaliknya. Dasar hukum yang melarang si pembunuh mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang dibunuh adalah sabda Nabi saw.
1- لاَ يَرِثُ الْقَاتِلُ مِنْ الْمَقْتُولِ شَيْئًا (رواه الترمذى)
2- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ الْقَاتِلُ لاَ يَرِثُ (رواه ابن ماجه)
Selain berdasarkan sabda Nabi di atas juga didasarkan kepada qaidah fiqh yang berbunyi:
مَنْ اِسْتَعْجَلاَ شَيْـئًا قَبْلَ اَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ
"Barangsiapa yang menyegarakan sesuatu sebelum waktunya, dihukum dengan dilarang (tidak diberikan) apa yang ingin disegerakannya"

Membunuh pewaris berarti menyegerakan kematian si pewaris dengan maksud untuk segera mendapat warisannya. Akan tetapi justru hukum melarang apa yang ingin disegerakannya yaitu dengan tidak diberikan hak mendapat warisan kepadanya.

Sekalipun pembunuhan disepakati sebagai penghalang menerima warisan, akan tetapi apakah semua jeni's pembunuhan berakibat terhalangnya pelaku dari menerima warisan, ataukah hanya pebunuhan tertentu saja? Dalam hal ini para fuqaha berbeda pendapat.

a. Menurut fuqaha Hanafiyah
Fuqaha Hanafiyah berpendapat bahwa pembunuhan yang berakibat terhalangnya pelaku dari menerima warisan adalah pembunuhan yang bersanksi qisas atau kafarah yang kesemuanya ada empat macam, yaitu: pembunuhan sengaja (yang diancam dengan hukuman qisas), pernbunuhan semi/mirip sengaja, pernbunuhan karena salah, dan pernbunuhan yang dianggap salah (ketiganya dengan sanksi hukuman kafarah).

 1. Pembunuhan sengaja (القتل العمد) yaitu pelaku sengaja membunuh dengan menggunakan alat yang mematikan, seperti senjata apai, senjata tajam, atau benda­ lain yang umumnya mematikan. Pembunuhan sengaja dihukum dengan hukuman qisas, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 178 juncto surat an-Nisa ayat 93:
يايّها الذين امنوا كتب عليكم القصاص فى القتلى ... (البقرة:178)
ومن يقتل مؤمنا متعمّدا فجزآءه جهنّم خالجا فيها ... (النساء: 93)

2. Pembunuhan semi sengaja   (القتل شبه العمد)yaitu pembunuhan dengan menggu­nakan alat yang umumnya tidak mematikan, seperti  ranting kecil, tetapi terjadi juga kematian.

3. Pembunuhan karena silap/salah  (القتل الخطأ) baik salah dalam perbuatan, seperti orang  yang menebang pohon tetapi kapaknya lepas dan mengenai orang sampai mati, atau salah dalam maksud, seperti orang menembak suatu sasaran yang dikira binatang buruan dan kena secara tepat, akan tetapi ternyata bukan binatang melainkan orang.

4. Pembunuhan yang dianggap silap (القتل الجارى مجرى الخطأ)  seperti orang tidur di tempat yang tinggi kemudian jatuh menimpa orang di bawahnya sampai mati.

Pembunuhan nomor 2, 3, dan 4 di atas adalah membunuh dengan tidak sengaja, oleh karenanya dikenakan sanksi kafarah, yaitu membebaskan budak atau kalau tidak dapat dilakukan maka berpuasa dua bulan berturut-turut, seperti diatur dalam firman Allah surat an-Nisa' ayat 92.

Keempat macam pembunuhan di atas semuanya berakibat si pelaku tidak dapat menerima warisan dari pewaris yang menjadi korban. Adapun pembunuhan yang tidak berkibat terhalangnya pelaku dari menerima warisan, menurut Hanafiyah ialah:

1) Pembunuhan tidak langsung (القتل بالتسبب) seperti seseorang menggali lobang untuk perangkap binatang buas, ayahnya yang tidak mengetahui ada lobang, lewat di situ dan terperosok ke dalam lobang sampai mati. Dalam contoh ini penyebab kematian yang langsung adalah terperosok ke dalam lubang;
2) Pembunuhan karena hak (القتل بحق) seperti orang yang menjalankan hukuman had, eksekutor hukuman mati. Pembunuhan di sini dilakukan karena hak yang dibenarkan oleh agama maupun aturan pemerintah;
3) Pembunuhan karena uzur  (القتل بعذر)seperti orang yang membunuh untuk membela diri.
4) Pembunuhan oleh orang yang belum dewasa atau akalnya tidak sehat/gila
(القتل من غير المكلف)

b. Menurut fuqaha Malikiyah
Menurut fuqaha Malikiyah pembunuhan yang berakibat terhalangnya pelaku dari menerima warisan adalah pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan digerakan oleh rasa permusuhan, dilakukan secara langsung atau tidak langsung
(القتل العمد العدوان, سواء أكان بالمباشرة أم بالتسبب).

Jadi yang dinilai oleh ulama Malikiyah adalah ada atau tidak adanya niat membunuh. Apabila berniat membunuh, maka pembunuhan itu dikategorikan pembunuhan sengaja, mengenai caranya tidaklah menjadi persoalan, bisa dilakukan secara langsung, seperti dibacok, ditembak, dipukul, atau dilakukan secara tidak langsung, seperti menyuruh orang lain untuk membunuhnya, memberikan saksi palsu, sehingga karena kesaksian palsunya itu seseorang dijatuhi hukuman mati. Oleh karena itu apabila unsur niat ini tidak ada maka tidak termasuk pembunuhan sengaja dan tidak berakibat terhalangnya pelaku dari menerima warisan, seperti pembunuhan karena salah (القتل الخطأ). Demikian juga apabila pembunuhan itu bukan karena permusuhan seperti pembunuhan karena hak, atau karena uzur (seperti membela diri), pelakunya belum dewasa atau gila,  tidak berakibat terhalangnya pelaku dari menerima warisan.

c. Menurut fuqaha Syafi'iyah
Fuqaha Syafi'iyah berpendapat bahwa semua jenis pembunuhan berakibat terhalangnya pelaku dari merima warisan, apakah itu pembunuhan sengaja atau karena salah, pembunuhan langsung atau tidak langsung, pembunuhan yang dilakukan oleh orang dewasa ataupun oleh anak-anak, atau orang gila, pembunuhan kaarena hak atau bukan. Termasuk juga terkena terhalang dari menerima warisan adalah: orang yang memberikan kesaksian yang karena persaksiannya seseorang dihukum mati, hakim yang memutuskannya, jaksa yang menuntutnya dan algojo yang mengeksekusinya.

d. Menurut fuqaha Hanbaliah
Menurut fuqaha Hanbaliah, pembunuhan yang mengakibatkan terhalangnya pelaku menerima warisan dari pewaris yang dibunuhnya adalah pembunuhan bukan karena hak, yang menyebabkan qisas atau diyat atau kafarah, seperti pembunuhan sengaja atau semi sengaja, pembunuhan karena silaf, pembunuhan langsung atau tidak langsung, pelakunya sudah dewasa atau belum, pelakunya berakal sehat atau tidak.Adapun pembunuhan yang dilakukan karena hak yang dibenarkan oleh agama maka tidak berakibat terhalangnya pelaku dari menerima warisan, seperti menjalankan qisas, atau pembunuhan karena membela diri.
(Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, VIII: 254-266, Abd. Rahim al-Kisyka, al-Miras al-Muqaran, hlm. 46 – 67)

Menurut penelitian as-Syaikh Muhammad `Abdur Rahim al-Kisyka bahwa pendapat yang rajih dan terpilih adalah pendapatnya ulama Malikiyah dan yang sejalan dengan pendapatnya Malikiah.

Loading...

0 Response to "PENGHALANG UNTUK MEWARISI ( موانع الارث)"

Post a Comment