Sebab-sebab Mewarisi pada Fase Hijrah.
Islam datang untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia dalam segala aktifitasnya. Seperti telah disebutkan, bahwa bangsa Arab yang pertama kalinya menerima dakwah Islam, bukanlah bangsa yang tidak mempunyai tata aturan sama sekali. Dalam beberapa hal mereka mempunyai tata aturan yang berupa adat kebiasaan atau tradisi yang mereka warisi dari leluhurnya. Tradisi mereka itu ada yang sesuai dengan akal sehat, tapi ada juga yang beretentangan dengan akal sehat dan fitrah yang murni. Oleh karena itu setelah Islam datang, tidak seluruh tradisi mereka dibatalkan, tradisi yang balk tetap dipertahankan, sebagian tradisi itu diperbaiki dan diluruskan, dan sebagiannya lagi dibatalkan karena tidak sesuai. Dalam pembatalan tradisi yang tidak sesuai maupun dalam penetapan aturan yang baru tidak dilakukan secara sekaligus, melainkan secara bertahap. Demikian halnya dalam penetapan hukum kewarisan.
Pada periode Makkah, syari'at Islam belum mengatur tentang pewarisan. Oleh karena itu sebab-sebab pewarisan karena tiga hal di atas tetap berjalan, belum ada perubahan. Pada periode Makkah umat Islam jumlahnya masih sedikit dan dalam keadaan lemah. Sampai akhirnya Allah memerintahkan Nabi dan umat Islam hijrah dari Makah ke Madinah.
Orang-orang Muhajirin yang datang ke Madinah dalam keadaan lemah, baik secara mental, fisik maupun materi. Untuk itu orang-orang Ansar banyak memberikan bantuan kepada Muhajirin, mulai dari tempat tinggal sampai kepada persoalan pekerjaan. Bahkan orang-orang Ansar lebih mengutamakan saudaranya Muhajirin daripada dirinya dan keluarganya (baca surat al-Hasyr ayat 9). Untuk memperkokoh persaudaraan Muhajirin dan Ansar, maka Rasulullah mempersaudarakan secara khusus antara orang-orang Ansar dan Muhajirin. Selanjutnya untuk mendukung suksesnya perintah hijrah, maka persoalan waris mewaris pun pada periode Hijrah ini dikaitkan dengan hijrah itu sendiri. Oleh karenanya sebab-sebab mewarisi karena tiga hal di atas sedikit mengalami perubahan yaitu dibatasi dengan dua hal, yaitu:
l. Hijrah dari Makkah ke Madinah (الهجرة من مكة إلى المدينة)
2. Persaudaraan yang diikat oleh Rasulullah antara Muhajirin dan Ansar
(المؤاخاة بين المهاجرين والانصار)
Yang dimaksud dengan "hijrah dari Makkah ke Madinah" sebagai sebab mewarisi ialah apabila orang Muhajirin ada yang meninggal dunia dalam perjalanan hijrah atau pada waktu di Madinah, maka yang berhak mewarisinya hanyalah kerabatnya atau anak angkatnya atau orang yang mengikat sumpah setia tetapi yang sama-sama hijrah, sedangkan kerabatnya yang belum mau hijrah dan masih tinggal di Makkah tidak berhak mendapat warisan, sekalipun sudah beriman. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam al-Qur' an surat al-Anfal ayat 72 (silahkan baca dan tulis ayat tersebut)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, al-Hasan, Mujahid, dan Qatadah bahwa ... مالكم من وّلايتهم makna wilayah dalam ayat di atas adalah pewarisan.
Adapun yang dimaksud dengan "persaudaraan antara Muhajirin dan Ansar yang diikat oleh Nabi" sebagai sebab mendapat warisan ialah apabila orang Muhajirin meninggal
di Madinah dan tidak ada seorang pun kerabatnya yang ikut hijrah, maka yang berhak mewarisinya ialah orang Ansar yang telah dipersaudarakan secara khusus oleh Nabi. Demikian halnya apabila ada orang Ansar yang meninggal dan tidak ada seorang pun kerabatnya, maka yang berhak mewarisinya ialah Muhajirin yang telah dipersaudarakan secara khusus oleh Nabi (Abd Rahim al-Kisyka, 1969: 15)
Setelah Makah dapat dikuasai oleh kaum muslimin, maka hijrah dari Makkah ke Madinah tidak lagi sebagai kewajiban. Nabi bersabda : لاهجرة بعد الفتح (متفق عليه)
Oleh karena itu pewarisan karena hijrah pun dibatalkan. Demikian juga pewarisan karena adanya ikatan khusus persaudaraan Muhajirin dan Ansar juga dibatalkan dengan turunnya surat al-Ahzab ayat 6 dan al-Anfal ayat 75 (Silahkan baca dan tulis kedua ayat tsb.)
Setelah keimanan orang-orang Islam semakin kuat maka yang dibatalkan bukan hanya pewarisan karena hijrah dan persaudaraan antara Muhajirin dan Ansar saja, beberapa tradisi yang lain yang tidak sesuai juga dibatalkan. Kebiasaan mengangkat anak yang merubah nasab anak dari orang tua kandung kepada orang tua angkat dibatalkan dengan turunya surat al-Ahzab ayat 40, 4 dan 5 (Silahkan baca dan tulis kedua ayat tsb.)
Pewarisan anak angkat sebagai bagian dari pengangkatan anak dengan sendirinya juga batal.
Pewarisan karena sumpah setia dibatalkan dengan turunnya surat al-Anfal ayat 75. Demikian menurut pendapatnya jumhur. Akan tetapi menurut Hanafiyah, pewarisan karena sumpah setia itu tidak dibatalkan, karena al-Qur'an sendiri memperbolehkan, sebagaimana diatur dalam surat an-Nisa' ayat 33:
والذين عقدت أيمانكم فأتوهم نصيبهم
Oleh karena itu sumpah setia sebagai sebab mewarisi sampai sekarang tetap berlaku, hanya saja menurut Hanafiyah penerimaan mereka diakhirkan yaitu kalau sudah tidak ada seorang pun ahli warisnya karena hubungan kerabat, perkawinan, dan memerdekakan budak.
Setelah itu ayat-ayat yang turun semakin mengisaratkan akan terjadinya perubahan dalam hal pewarisan. Sebagai proses ke arah pensyari'atan hukum kewarisan, Allah mengawalinya dengan perintah membuat wasiat. Bagi orang yang merasa akan meninggal dunia, hendaknya ia membuat wasiat berkaitan dengan harta peninggalannya. Hal ini sebagaimana diatur dalam surat al-Baqarah ayat 180:
كتب عليكم إذا حضر احكم الموت إن ترك خيرا الوصيّةُ للوالدين والاقربون بالمعروف حقّا على المتّقين
Pada fase ini Allah baru memerintahkan untuk membuat wasiat tetapi belum menentukan secara rinci berapa besarnya bagian wasiat untuk orang tua dan kerabat tersebut. Hanya saja garis perubahan siapa yang berhak atas harta peninggalan seseorang melalui wasiat tersebut sudah nampak. Dalam ayat di atas yang berhak mendapat wasiat itu tidak hanya laki-laki yang sudah dewasa saja, akan tetapi perempuan pun berhak mendapatkannya. Kata al-walidani mencakup ayah dan ibu, kata al-aqrabun juga mencakup kerabat laki-laki dan perempuan. Perubahan ini semakin nampak dengan turunnya surat an-Nisa' ayat 7 (Silahkan baca dan tulis ayat tsb.)
Bersambung ke C. Sebab-sebab Pewarisan Menurut Islam klik disini
Loading...
0 Response to "TAHAP-TAHAP PENSYARI'ATAN HUKUM KEWARISAN ISLAM II"
Post a Comment