a.
Islam
yang sesungguhnya
Dalam diri manusia terdapat dua
kecendrungan yang saling berkontradiksi, dimana mereka dapat berada pada jalan
yang benar, melakukan dan mengusahakan hal-hal yang baik serta berpikir dan
berusaha untuk selalu memposisikan sebagai manusia yang hanif, yaitu hamba yang
patuh terhadap kehendak Penciptanya, disisi lain manusia pun dapat berkubang di
lembah kekelaman, dimana potensi untuk membuat kerusakan memuncak, wal hasil.. mereka menjadi
sosok-sosok pembangkang yang senantiasa
berpaling dari apa yang diperintahkan oleh sang Maha kuasa, menjadi mufsiduuna
fi angfusihim wal ardhi wa maa fiiha (perusak bagi diri mereka sendiri dan juga
bagi bumi dan segala yang ada di dalamnya)
Dia-lah yang menciptakan
kamu Maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. dan
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (at-Taghobun)
Terlepas dari semua itu,
semua manusia yang diciptakan fitrahnya adalah suci, fitrahnya adalah kebaikan,
cenderung pada hal-hal yang baik dan menjadi baik, sebagaimana pemberitahuan
yang telah di sabdakan oleh baginda Rasulullah:
“sesungguhnya
setiap manusia itu di lahirkan dalam keadaan suci, lalu, bapaknya yang
menjadikan ia yahudi atau nashrani atau majusi”
Dari sini dapat dipahami bahwa setiap manusia yang terlahir itu berada
posisi yang menguntungkan, yaitu mereka berada pada jalur yang mustaqim
(jalur yang lurus dan benar), hingga nanti, karakter mustaqiin manusia telah
bercampur baur dengan sifat-sifat setan di saat mereka telah bercengkrama di
tiap sudut dunia yang fana, yang di penuhi oleh jerat-jerat nafsu setan.
Sungguh karena itu, maka Allah dengan sifat penjaga dan penyayangNya
membuat sebuah tatanan yang sangat sempurna yang di tetapkan dan terapkan
secara bertahap namun terevolusi dengan jelas, di jelaskan sesuai kondisi umat
di setiap tahapan zaman, melalui pribadi, akhlak, lisan, perjuangan dan
pengorbanan para pembawa risalaNya yang kita sebut sebagai al-Anbiyaaa..
para nabi,
Mulai dari nabi Adam hingga di zaman Rasul terakhir, Muhammad saw, dimana
Risalah itu telah dianggap sempurna sebagai sebuah aturan yang bisa menjadi
jalan penyelamat ummat manusia “al Islam”
Tujuan dari ketetapanNya untuk semua manusia, aturan yang di perjuangkan
tegak dan berlakunya oleh seluruh nabi dan Rasul, sudah sangat jelas, sesuai
dengan uraian diatas, yaitu aturan-aturan yang menjaga agar manusia tetap pada
rel mustaqiinnya, berada pada fitrahnya, tetap pada kecenderungan berbuat baik
dan menjadi baik, atau dengan singkat dapat di katakan lisholahil ibaad, dunyaahum
wa ukhroohum kemashlahatan seluruh
manusia.
b. Islam
yang di terlantarkan
Keistimewaan
aturan yang di tetapkan oleh Allah di banding dengan aturan yang dibuat manusia
adalah terletak pada tujuan kemashlahatannya, hal itu sesuai dengan subjek yang
membuat masing-masing aturan. Maka tentunya aturan yang dibuat oleh manusia
disertai banyak kekurangan sesuai dengan sifat manusia, aturannya pun kian hari
kian berubah karena manusia membuat aturan sesuai kebutuhan di tiap generasi,
sehingga aturan yang di hasilkan hanya bertujuan untuk menutupi
kebutuhan-kebutuhan pada masa itu saja, beda halnya dengan aturan yang telah
sempurna semenjak telah di tetapkan kesempurnaannya oleh Allah swt, dengan
sifat sempurna yang dimiliki oleh Pembuatnya, syariat Islam tidak perlu
mengadakan perubahan-perubahan lagi, dan tujuan kemaslahatannya lebih meluas,
tidak hanya di dunia melainkan yang lebih utama, kemaslahatan di akhirat kelak,
waktu dimana para manusia menjalani hidup yang sebenarnya dan tanpa
berkesudahan, sesuai dengan arti islam yang diartikan oleh Al-ashfahani dalam
kitabnya mufrodatul Qur’an:“islam
adalah kedamaian kekal tanpa adanya kefanaan. Kekayaan tanpa adanya kefakiran
dan kemuliaan tanpa adanya kehinaan” atau dengan bahasa
Allah sendiri Daarussalam “rumah kedamaian”
yaitu surga yang disediakan di akhirat kelak bagi manusia yang mengikuti
syariat islam yang telah di tetapkanNya.
namun sekarang, gambaran Islam sebagai rahmatan lil alamin seakan hanya
sebagai omong kosong belaka, Islam lebih dikenal sebagai agama yang memecah
belah, dimana para penganutnya saling menyalahkan dan dirinyalah yang paling
benar, agama yang tidak jelas, agama yang tidak memiliki jati diri, dimana
orang-orang yang dianggap sebagai prof dalam keislaman justru yang melunturkan
jati diri islam, menyatakan semua agama benar, menghujat ulama-ulama, bahkan
berani mencela para sahabat, lalu memahami syariat Islam dengan sudut pandang
musuh Islam, para orientalis yang hanya memiliki satu tujuan yaitu membuat umat
Islam menelantarkan keislamannya. Hal yang demikian pula yang telah dirisaukan oleh
syaikh Muhammad Al-ghozali,
“dalam
dunia yang mencari-mencari kebenaran, kita justru menggambarkan Islam sebagai
agama tiran. Dalam dunia yang menghormati proses mencoba dan mengkaji serta
mengikuti bukti-bukti yang diperoleh, kita justru menggambarkan Islam sebagai
barang gaib yang berasal dari alam jin, yang menakutkan dan terpisah dari alam
kenyataan, dalam dunia tempat orang-orang yang berjauhan berusaha saling
mendekat demi mencapai tujuan bersama, dan untuk itu mereka bersedia melupakan
persoalan-persoalan yang tidak begitu penting, pada waktu itu kita justru
menyaksikan sebagian kalangan ahli dakwah menyebarkan pikiran-pikiran manusia
yang pernah memecah belah kaum muslimin sejak seribu tahun lalu”
Islam dengan wajah buruknya itu telah membuat umat Islam sendiri
menelantarkannya, mereka tidak bangga terhadap keislaman yang dimilikinya,
lebih mau menonjolkan hal-hal yang berbau kebarat-baratan yang dianggap sebagai
peradaban yang layak di contoh, mulai dari cara berpakaian, berakhlak,
bercengkrama, bertatakrama hingga berbudaya, semuanya memakai label “barat” tanpa sedikitpun mau menonjolkan keislaman sebagai petunjuk hidup yang
hakiki, mereka lebih merasa lebih mendapatkan kemashlahatan dari aturan-aturan
yang dibuat manusia, dibanding aturan yang dibuat oleh Sang Penguasa manusia
sendiri, padahal kemashlahatan yang mereka dapatkan didunia hanya bersifat fana
dan tidak hakiki, kebebasan yang dicari adalah kebebasan yang kebablasan,
yang membuat manusia lebih mirip hewan dari pada manusia itu sendiri,
kesenangan dari mengikuti aturan-aturan manusia tidak membuat jiwa mereka
tenang bahkan gelisah sebab salah satu aspek manusia yang paling penting yaitu
jiwa dikosongkan dari kebutuhannya terhadap menghamba pada Tuhan, kebahagiaan,
tolak ukurnya dunia yang akan binasa, sehingga kebahagian yang didapatkan pun
akan binasa, lalu tergantikan dengan penyesalan dan kecelaan buat diri sendiri,
maka benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah “dunia itu penuh dengan laknat dan melaknat apa yang ada
di dalamnya kecuali hal-hal yang dikerjakan untuk mendapatkan keridhoan Allah”. Islam zaman
sekarang hanya dianggap sebagai ajaran sakral yang tidak ada hubungannya dengan
pri kehidupan manusia, Islam beda dengan politik, ekonomi dan sosial, ia hanya
mencakup sisi religi manusia, hanya membahas hal-hal yang gaib, bahkan lewat
layar-layar kaca ditiap rumah, para musuh Islam telah berhasil menciptakan
citra Islam sebagai wajah ajaran pengusir setan dari tubuh orang yang
kerasukan, atau sebagai ajaran pengobatan alternatif, tidak lebih.. padahal
dizaman Nabi, dengan syariat islamlah
disatukan kaum anshar dan muhajirin, dengan syariat pula diadakannya
kesepakatan dengan kaum yahudi dalam madinah dimana dengan itu orang yahudi
bisa hidup damai bergandengan dengan muslim, madinah menjadi Negara aman dan
baik , dengan syariat islam pula khalifah Umar bin Abdul Aziz menjalankan
pemerintahannya, dimana seluruh masyarakatnya merasakan kesejahteraan,
digambarkan puncak kesejahteraannya terjadi dimana beliau susah mencari orang
yang mau menerima zakat dari baitul mal, kesemua itu menunjukkan Syariat Islam
betul-betul pernah menjadi ajaran Islam yang membawa kemashlahatan
Dari sini, Islam sudah hampir
tenggelam, dan di zaman ini, hal itu menjadi kenyataan, lalu dari sisi mana
yang salah? Ajaran Islam? Ataukah orang yang mendakwahkan islam?
c. Sedikit
penyimpangan dakwah dan hal yang harus di perhatikan
Sesuai dengan sudut pandang tulisan ini maka, jika dilihat dari kaca mata
ilmu dakwah, kemunduran Islam itu terletak pada beberapa kesalahan juru dakwah,
bukan pada materi dakwah yaitu ajaran Islam, karena tentunya ajaran Islam
bersumber langsung dari Allah yang terlepas dari kesalahan sehingga secara
otomatis ajaran Islam juga terbebas dari kesalahan. Maka dari sini penulis
menganalisis ada beberapa kesalahan mendasar yang dilakukan oleh juru dakwah
kita zaman ini dalam menampakkan wajah islam, diantaranya:
Orientasi dakwah yang melenceng
Niat adalah poros dari amal, dengan niat amalan termasuk ibadah ataupun
tidak , maka dengan niat seseorang yang telah melakukan sholat seribu rakaat
bisa masuk neraka, dan pelacur yang memberi minum anjing yang kehausan bisa
masuk surga, begitu pentingnya sebuah niat, sehingga Allah menjadikannya tolak
ukur dalam setiap amalan manusia, karena bermula dari niat, maka setiap amalan
memiliki karesteristik yang berbeda-beda, niat juga yang mempengaruhi perbuatan
seseorang dalam melakukan pekerjaannya, maka selayaknya bagi seorang dakwah,
dalam mendakwahkan ajaran islam, meniatkan tiap apa yang dikerjakannya hanya
untuk mengharap Ridho Allah dan untuk meninggikan ajaran Islam, hal yang
demikian telah di contohkan oleh seluruh nabi yang notabenenya sebagai juru
dakwah, dengan niat itu, mereka rela mengorbankan segala hal untuk mewujudkan
tujuan dakwah yang telah diniatkan sebelumnya.
Namun ternyata hal ini telah dilupakan oleh kebanyakan para pendakwah kita
sekarang ini, besarnya dunia yang didapatkan lewat jalan dakwah membuat mereka
mengubah orientasi agung dakwah menjadi ajang menjual ayat-ayat tuhan untuk
membeli dunia, mulai dari ceramah di mimbar hingga membuat lembaga hukum dan
masyarakat semisal, partai dengan label Islam, namun hanya dijadikan perangkat
mencari kekuasaan.
“maka kecelakaan yang besarlah
bagi orang-orang yang menulis al-kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu
dikatakannya “ini dari Allah” (dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi
mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan
besarlah bagi mereka dari apa yang mereka kerjakan” (albaqarah ayat 79)
Maka jika para pendakwah
mendakwahkan Islam bertujuan memperoleh keuntungan dunia, bagaimana mungkin
orang-orang yang di dakwahi akan mengerti ajaran islam selain keuntungan dunia
pula?
· Melupakan fungsi rahmatan lil
alamin dan mempertajam jurang perselisihan
Ketika Rasulullah mengutus mush’ab ke madinah untuk mendakwahkan ajaran islam ia berpesan “permudahlah dan jangan
mempersulit”, juga dalam
tiap dakwah, Rasulullah senantiasa dengan cara yang lemah lembut tanpa adanya
paksaan dan kekerasan, mengapa demikian? Karena metode berlemah lembut dengan
menonjolkan bahwa Islam adalah agama kasih sayang, buat seluruh umat dan
semesta alam, Rasulullah berhasil mendakwahkan Islam, salah satu contoh kecil,
bagaimana seorang yahudi tua buta yang kerjanya mencela Rasulullah di pasar,
luluh hatinya dan dengan segera menerima Islam setelah merasakan kasih sayang
Rasulullah yang menyuapinya tiap malam tanpa dia ketahui bahwa yang menyuapinya
itu adalah Rasul hingga Rasul wafat.
Hal ini
pula yang sepertinya ditinggalkan oleh para pendakwah kita, mereka lebih merasa
penting menonjolkan perselisihan-perselisihan mengenai hal-hal furu’
yang telah di tinggalkan para ulama seribu tahun lalu, dimunculkan kembali,
bahkan di pertajam jurang perselisihannya dengan saling mengklaim kebenaran
mutlak ada pada dirinya dan yang lain salah total..!! sedangkan ajaran Islam
yang mementingkan saling mengahargai, menghormati satu sama lain, ajaran Rasul
untuk saling menyebar salam, memberi makanan, menyambung tali ukhuwah, dan
mendirikan sholat di waktu malam, bukanlah menjadi materi yang penting untuk di
ajarkan kepada umat Islam, akibatnya Islam menjadi ajaran yang memecah belah,
ajaran Islam menjadi ajaran yang mengelompokkan orang yang berbeda pemahamannya
terhadap hal-hal yang tidak terlalu penting, lalu setelah berkelompok-kelompok
mereka saling melecehkan satu sama lain, Harusnya tidak
demikian...!!justru perbedaan-perbedaan yang tidak terlalu penting itu menjadi
khazanah keislamanan kita untuk saling bertoleransi, dan tetap berpegang
tangan,bahu membahu menyebarkan ajaran islam sebagai Rahmat untuk seluruh ummat
· melupakan ajaran islam yang adil
“dan demikian pula kami
telah menjadikan kalian, umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu...”(al-baqarah ayat 143)
Dari statmen ayat diatas dapat dipahami bahwa ajaran islam juga identik
dengan keadilan, kata adil dalam tafsir al azhar karangan buya hamka diartikan
menempatkan sesuatu pada tempatnya, artinya tidak zholim, maka ajaran Islam
dengan sifat adilnya akan menetepakan hal sesuai dengan ketetapan yang layak berlaku, tegas pada hal-hal yang perlu
di tegasi dan lunak pada hal-hal yang sepantasnya
kita bertoleransi, Ini
juga yang sedikit diabaikan oleh para pendakwah, mereka kurang memperhatikan
aspek keadilan pada kandungan syariat Islam, bahkan memutarbalikkan ketetapan
yang telah diatur, mana aturan yang harus dijalankan secara tegas, mana yang
mengedepankan toleransi. bisa kita lihat sendiri realita yang terjadi, pada
aturan akidah yang merupakan hal yang tetap dan tak bisa diubah, para pendakwah kita yang telah teracuni akidah
dan pikirannya, kini telah memasukkan “virus”
liberalism, prularisme pada ketetapan ini, menganggap kebenaran ada pada semua
agama, tuhan kita sama dan ujung-ujungnya kita tidak akan mensakralkan tuhan
sebagai Zat yang layak dipatuhi bahkan akan menyangsikan adanya tuhan yang itu
semua bermuara pada paham sekularisme,
akibatnya, Islam kehilangan jati diri, ia sama dengan agama-agama yang telah di
campuri tangan manusia atau memang buatan manusia, Islam tidak lagi menjadi
identitas yang harus ditampakkan dan selayaknya dibanggakan karena ia tidak
berbeda dengan ajaran selain Islam, di satu sisi pula ada sekelompok pendakwah
kita yang oleh kalangan para cendikia sekarang di sebut sebagai aliran “fundamentalis
frontal”tidak menerima adanya inovasi dalam
bermuamalah, segalanya harus merujuk pada Rasulullah baik sebagai sosok suri
tauladan ataupun sebagai basyar, manusia biasa, sehingga segala prilakunya,
pakaiannya, hingga hal yang terkecil wajib mengikuti Rasulullah, mereka tidak
menerima ijtihad dan pembaharuan menuju hal yang lebih baik, pintu ijtihad
ditutup serapat-rapatnya, dan bagi siapa yang menetang harus ditindak keras..!!
mereka itulah kelompok yang menempatkan Islam sebagai ajaran yang kaku, Islam
dijadikan hal yang asing di masa sekarang, metode dakwah yang keras akan
memunculkan opini Islam adalah ajaran yang keras sehingga secara otomatis
oramg-orang akan semakin menjauh, padahal Allah telah menetapkan cara dakwah
yang terbaik yang jauh dari kekerasan
“serulah
manusia kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik...” (al-nahl, ayat 125)
d.
Penutup
sosok
Islam dari zaman ke zaman tidak akan terlepas dari para pendakwah ajaran Islam
itu sendiri, maka jika kenyataannya Islam sekarang tidak sesuai dengan maksud
di tetapkannya yaitu sebagai pembawa mashlahat buat manusia di dunia dan
akhirat, itu tidak terlepas dari kesalahan-kesalahan orang yang menyebarkan dan
mengajarkan ajaran Islam.
maka untuk
itu, para pendakwah hendaknya mulai mawas diri, berusaha sebaik mungkin
menampilkan wajah islam yang hakiki, agama pembawa kemashlahatan, rahmat bagi
seluruh alam dan ajaran yang menjujung tinggi keadilan.
oleh qoem aulassyahied diajukan sebagai tugas matakuliah ilmu dakwah di PUTM
Loading...
0 Response to "DI ATAS LINTASAN DAKWAH"
Post a Comment