Asumsi Dasar Komunikasi Massa
Teori Difusi Informasi
Teori Agenda Setting
Teori Spiral of Silence
Use and Gratification
Teori Information Gap
Teori depedency Media
Teori Massifikasi Media
Teori Efek Media dll
a. Asumsi Dasar Komunikasi Massa
Asumsi dasar adanya teori ini karena zaman terus berkembang dimana manusia semakin kritis dan perkembangan teknologi tidak bisa dan tidak boleh dihentikan. Informasi semakin mudah diciptakan dan didapatkan karena perkembangan media massa yang sedemikian pesat
Pesatnya perkembangan teknologi di bidang komunikasi massa mau tak mau akan memberikan banyak efek yang beragam bagi setiap individu yang menerimanya, efek ini dapat membuat pintar publik namun dapat juga menyebabkan pembodohan terhadap publik.
Namun demikian, komunikasi massa tetap menjadi sebuah perwujudan dari perkembangan zaman yang seharusnya dilihat dan dijaga agar tetap selalu berefek positif sesuai dengan fungsi dari komunikasi massa itu sendiri.
Berikut ini adalah fungsi-fungsi dari komunikasi massa, antara lain :
Fungsi Pengawasan meliputi :
Pengawasan Peringatan dan Pengawasan Instrumental
Fungsi interpretasi
Fungsi hubungan (linkage)
Fungsi sosialisasi
Fungsi hiburan
b. Teori Difusi Informasi
Teori ini berasal dari sosiolog Everest M Roger, sebagai tokoh difusi[5] .Difusi adalah proses komunikasi yang menetapkan titik-titik tertentu dalam penyebaran informasi melalui ruang dan waktu, dari satu agen ke agen yang lain. Salah satu saluran komunikasi yang penting adalah media massa, karena itu model difusi mengasumsikan bahwa media massa mempunyai efek yang berbeda-beda pada waktu yang berlainan, mulai dari menimbulkan tahu sampai mempengaruhi adopsi atau rejeksi (penerimaan dan penolakan).
c. Teori Agenda Setting
Asumsi Dasar Teori dan Uraian Teori
Agenda Setting Theory dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Bagaimana sebuah media massa menyajikan peristiwa, itulah yang disebut sebagai agenda media. David H. Heaver dalam karyanya yang berjudul “Media Agenda Setting and Media Manipulation” pada tahun 1981 mengatakan bahwa pers sebagai media komunikasi massa tidak mereflesikan kenyataan, melainkan menyaring dan membentuknya seperti sebuah kaleidoskop yang menyaring dan membentuk cahaya.
Mengenai Agenda Setting lebih banyak menjelaskan apa yang terjadi di dunia pilitik, Alexis S. Tan menyimpulkan bahwa media massa mempengaruhi kognisi politik dalam dua cara, yaitu :
- Media secara efektif menginformasikan peristiwa politik kepada khalayak.
- Media mempengaruhi persepsi khalayak mengenai pentingnya masalah politik.
d. Teori Spiral of Silence
Teori Spiral of Silence dikemukakan pertama kali oleh Elizabeth Noelle Neuman, seorang sosiolog Jerman, pada tahun 1974. Dalam teori terdapat jawaban bagaimana dalam komunikasi massa, komunikasi antarpersona, dan persepsi individu terhadap pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat.
Asumsi Dasar Teori dan Uraian Teori
Asumsi dasar dari teori ini adalah pemikiran sosio-psikologi 1930-an yang menyatakan bahwa pendapat pribadi sangat tergantung pada apa yang dipikirkan / diharapkan oleh orang lain, atau atas apa yang orang rasakan / anggap sebagai pendapat dari orang lain.
Dalam spiral of silence dijelaskan bahwa individu pada umumnya berusaha untuk menghindari isolasi, dalam arti sendirian mempertahankan sikap atau keyakinan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa orang akan mengamati lingkunganya untuk mempelajari pandangan-pandangan mana yang bertahan dan mendapatkan dukungan dan mana yang tidak dominan atau populer. Maksudnya adalah jika seseorang merasa pandangannya tergolong
dalm jumlah yang minoritas maka ia akan cenderung sulit untuk mengekspresikan apa yang ia inginkan karena perasaan takut akan diisolasi. Sedangkan kebalikannya yaitu seseorang akan merasa semakin kuat dan luas untuk mengekspresikan dirinya karena pendapatnya termasuk pada jumlah mayoritas. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan hubungan tersebut.
e. Use and Gratification
Pertama kali dikemukakan oleh Elihu Katz pada tahun 1959. Adanya teori ini diawali dari dari pernyataan Katz pada sebuah artikel untuk menanggapi apa yang dikatakan oleh Bernard Berelson. Pada saat itu, Bernard menyatakan bahwa komunikasi akan mati, namun Katz menganggap pernyataan itu tidak benar karena yang sedang dalam kondisi tidak baik adalah komunikasi massa, karena pada saat itu komunikasi massa hanya dianggap sebagai sebuah persuasi.
Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?”[7]
Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :
Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa [8]
Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya.
Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar.[9]
Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian.
f. Teori Information Gap
Teori kesenjangan informasi (information gap) banyak memotivasi pelaku media massa untuk menyajikan informasi dan memperjuangkannya sebagai tindakan pembangunan.
Di Indonesia, para praktisi media misalnya menjadikan pemerataan informasi sebagai alasan pendirian institusi media, demikian juga halnya dengan kebebasan pers juga dinisbahkan pada hipotesis kesenjangan informasi. Sejak tahun 1970-an Tichenor, Donohue dan Olien, mengumumkan hasil surveynya pada 1965.
Dalam hasil surveynya bahwa orang yang memiliki status sosio-ekonomi lebih tinggi akan lebih cepat mendapat informasi dari pada yang berstatus rendah, maka gap pengetahuan antara keduanya akan semakin meningkat bukan menurun, "...segments of the population with higher socioeconomic status tend to acquire information at a faster rate than the lower status segments so that the gap in knowledge between these segments tends to increase rather than decrease." [10]
Hipotesis kemudian memimpin pola pembangunan dunia dengan mengemukakan isu K-gap (knowledege gap) yang melatarbelakangi usaha pembangunan berbagai negara[11].
g. Teori Depedency Media
Teori dependensi mengenai efek komunikasi massa dikembangkan oleh Sandra Ball Rokeach dan Melvin L. DeFleur pada tahun 1976. Dalam teori ini yang menjadi fokus perhatiannya adalah kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan yang terjadi pada suatu efek media massa.
Asumsi dasar dari teori ini dapat disimpulkan dalam bagan tersebut bahawa teori ini merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat yang modern (atau masyarakat massa), di mana media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peranan penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok, atau individu dalam aktivitas sosial.
Dalam teori ini dikemukakan bahwa adanya ketergantungan antara masyarakat modern dengan media massa karena media massa dianggap sebagai sumber informasi yang dapat memberikan pengetahuan tentang apa Asumsi dasar dari teori ini dapat disimpulkan bahwa teori ini merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat yang modern (atau masyarakat massa), di mana media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peranan penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok, atau individu dalam aktivitas sosial.
h. Teori Massifikasi Media
Teori ini disebut pula dengan Teori masyarakat Massa, memiliki pemikiran bahwa media adalah obat yang berbahaya atau kekuatan pembunuh yang berbahaya yang dapat secara langsung dan segera menembus sistem saraf manusia. Teori ini adalah contoh suatu teori besar (grand theory) atau paradigma yang dirumuskan guna menggambarkan seluruh aspek dari gejala yang ada.
Teori ini mulai berkembang dan berpengaruh pada paruh abad-19 dan pada dekade awal abad ke-20. Massifikasi (industrialisai) media begitu berkembang dengan pesat, yang ditandai dengan perubahan sosial yang signifikan yaitu tumbuhnya industrialisasi media massa disusul dengan perpindahan masyarakat dari desa ke kota (urbanisasi).
Teori ini lebih digmbarkan dengan menggunakan teori stimulus –respon (SR) yang meyakini bahwa kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang bisa langsung masuk ke dalam jiwa penerima pesan, sebagaimana peluru yang ditembakkan dan langsung masuk ke dalam tubuh.
i. Teori Efek Media
George Gerbner, mantan Dekan Komunikasi Universitas Pennsylvania dan pernah membantu pemerintahan USA dalam meneliti efek tayangan TV, menyatakan mereka yang terlalu banyak menonton TV akan memiliki kepercayaan dan keyakinan yang berlebihan mengenai ‘dunia jahat yang menakutkan’. Kekerasan yang disaksikan di layar TV dapat menimbulkan ketakutan sosial yang dapat menghambat atau bahkan menghilangkan pandangan umum bahwa manusia pada dasarnya adalah baik dan dapat dipercaya serta lingkungan yang aman[12].
Efek yang ditimbulkan disebutnya sebagai EFEK KULTIVASI atau dapat pula disebut sebagai Teori Kultivasi, yakni teori yang memperkirakan atau menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari mengkomsumsi pesan media dalam jangka panjang.
Teori ini mengajukan tiga Asumsi dasar untuk mengedepankan gagasan bahwa realitas yang diperantarai TV oleh menyebabkan khalayak menciptakan realitas sosial mereka sendiri yang berbeda dengan realitas sebenarnya. Ketiga asumsi tersebut, masing-masing[13] :
(1). TV adalah media yang sangat berbeda
(2). TV membentuk cara masyarakat berpikir dan berinteraksi
(3). Pengaruh TV bersifat terbatas.
Loading...
0 Response to "Artikel Komunikasi: Teori Dasar Komunikasi Massa"
Post a Comment