A. Pembentukan
Madzhab dan pembukuan hadits
Setelah kekuasaan Umayyah berakhir,
kendali pemerintahan islam sealanjutnya depegang oleh dynasti Abasyiah. Berbeda
dengan fase sebelumnya yang duitandai dengan perluasan wilayah, fase ini
ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang pengaruhnya masih dapat
dibuktikan sampai saat ini. Fase ini , dalam sejarah hukum islam dikenal dengan
fase atau zaman keemasan, fase kesempurnaan atau fase fikih menjadi menjadi
ilmu yang mandiri.
B. Faktor-faktor
yang Mendorong Perkembangan Hukum Islam
Factor utama yang mendorong
perkembangan hukum islam adalah ilmu pengetahuan di dunia islam. Berkembang
pesatnya ilmu pengetahuan di dunia islam disebabkan oleh hal-hal berikut.
Pertama, banyaknya mawali yang masuk
islam. Pada zaman Umayah islam islam telah berhasil menguasai pusat-pusat
peradaban Yunani yaitu Antioch dan Bactra. Di bawah pemerintahan Harun al
Rasyid, dimulailah penerjemahan bukuk-buku Yunani ke dalam bahasa Arab. Banyak
ilmuwan yang dikirim ke kerarjaan Eropa untuk mendapatkan manuskrip.
Dalam upaya mentransformasikan ilmu
Yunani ke dunia islam diperlukan banyak ilmuwan yang menerjemahkan buku-buku
filsafat ke dalam bahasa Arab. Para penerjemah yang terkenal pada zaman itu
adalah Hunain ibn Ishaq(873 M),
penganut agama Kristen. Ilmuwan yang pandai bahasa Arab dan Yunani ini
menerjemahkan dua puluh buku galen ke dalam bahasa sYiria dan empat belas buku
ke dalam bahasa Arab.
1. Ishaq
ibn Hunanin ibn Ishaq ( putra Hunain ibn Ishaq) yang wafat 910 M.
2. Tsabit
ibn Qurra (825-901 M), seorang penyembah bintang
3. Qusta
ibn Luqa, seorang penganut agam Kristen
4. Abu
bishr Matta ibn Yunus (939 M).
Melalui gerakan penerjemahan ini,
karaya-karya filsuf zaman Yunani dalm bidang filsafat, kedokteran dan ilmu
pengetahuan dapat dibaca umatb islam. Sebgaian orang yang daerahnya dikuasai
umat islam menjadi penganut dan belajar agama islam melalui bimbingan para
imam. Di antara ulama yang menjadi guru adalah penghapal hadits, penghapal al
Quran, penafsir al Quran, dan penjelas hadits. Mereka mulai memasuki
“persaingan” dalam pengenbangan ilmu.
Kedua, berkembangnya pemikiran karena luasnya ilmu pengetahuan. Di bidang
Ilmu Kalam terjadi perdebatan; setiap kelompok memiliki carra berfikir
tersendiri dalam memahami aqidah islam. Selain itu, terjadi pula “pertarungan
pemikiran” antara mutakalimin, muhadtsin, dan fuqaha.
Ketiga, adanya upaya umat islam untuk melestarian al
Quran dengan dua cara, yaitu dicatat (dikumpulkan dalam satu mushaf) dan
dihafal. Pelestarian al Quran melalui hapalan dilakukan dengan mengmbangkan
cara membacakannya sehingga saat itu corak-sorak bacaaan yang dapat dibedakan
menjadi dua: bacaan shahih dan bacaan syadzah.
Qira’at
yang dikenal sahih adalah al-Qurra
al-’Asyr (sepuluh pembaca) :
1. Nafi
ibn Abi Na’im (w. 167 H) qari di Madinah
2. Abdullah
ibn Katsir (w. 167 H) qari Makkah.
3. Abu
Bakar ‘Ashim ign Abu al-Nujud (w. 127 H) qari Kuffah.
4. Abu
‘Amr ibn al A’la al-Madzani (w. 154 H) qari Bashrah.
5. Abdullah
ibn ‘Amir (w. 118 H) qari Damaskus.
6. Hamzah
ibn Habib al-Ziyat (w. 145 H)
7. Abul al-Hasan ‘Ali ibn Hamzah
al-Kasa’I (w. 186 H).
8. Ya’qub
ibn Ishaq al-Hadlarami (w. 205H)
9. Kahalf
ubn Hisyam al-Bazzar (w. 129H)
10 Abu Ja’far Yazid ibn al-Qa’qa’ (w. 130
H).
Dari qari pertama hingga ke tujuh
dikenal sebagai A’immat al
Qiraat al-Sab’ dan qari pertama hingga sepuluh dikenal dengan al-Qurra al-Asyar.
Adanya perbedaan qira’at (bacaan)
tentu akan mengakibatkan munculnya perbedaan dalam istinbath al-ahkam. Umpanya,
perbedaan terhadap surat al-Maidah ayat 6. dalam ayat tersebut, Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki…”
Apabila
kata arjulakum dibaca dengan baris fathah pada huruf la, maka artinya kaki
wajib dibasuh (ghusl) karena diathafkan kata wujuhakum wa adyakum. Sedangkan
jika kata itu dibaca dengan menggunakan kasrah pada huruf lam (arjulikum), maka artinya kaki wajib diusap (mash) karena diathafkan pada kata ru’usikum.
C. Dasar
Pemikiran dan Perkembangan Madzhab Hukum Islam
Madzhab fiqih islam yang muncul
setelah sahabat dan kibar al-tabi’in berjumlah 13 aliran. Ketiga belas aliran
iini berafiliasi dengan aliran ahlusunnah. Namun tidak semua aliran itu dapat
diketahui dasadasar dan metode istinbath hukumnya.
Aliran hukum islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga
kini hanya beberapa, diantaranya hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, dan hanbaliah.
1. Aliran
Hanafi
Abu
Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran Irak (ra’yu). Ia dianggap
representative untuk mewakili pemikiran a\liran ra’yu. Aliran Irak, Kufah, atau
madzhab ra’y pada generasi sahabat dipelopori oleh Ali ibn Abi Thalib dan
Abdullah ibn Mas’ud.
a. Cara
Ijtihad Abu Hanifah
1. Cara
ijtihad yang pokok
“
Aku (Abu Hanifah) merujuk pada al Quran apabila aku mendapatkannya; apabila
tidak terdapat dalam al Quran, aku merujuk kepada sunah rsulullah saw dan atsar
yang sahih yang diriwayatkan oleh orang-orang yang tsiqah. Apabila tidak
mendapatkan pada al Quran dan sunnah rsul maka aku merujuk pada qaul sahabat,
(apabila sahabat ikhtilaf) aku mengabil pendapat mana saja yang aku kehendaki,
aku tidak akan pindah dari pendapat yangh satu kependapat yang lain, apabila
didapatkan pendapat Ibrahim, al-Sya’bi, dan Ibn al-Musayyah serta yang lainnya,
aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad.”
2. Cara Ijtihad Tambahan
· Dilalah lafadz umum ('am) adalah
Qath’i, seperti lafadz khash
· Pendapat sahabat yang “tidak sejalan”
dengan pendapat umum adalah bersifat khusus.
· Banyaknya yang meriwayatkan bukan
berarti sudah kuat.
· Adanya penolakkan terhadap mafhum (makna tersirat) syarat dan sifat.
Apabila perbuatan rawi menyalahi riwayatnya, yang dijadikan dalil adalah
perbuatannya bukan riwayatnya.
· Mendahulukan qias jali daripada khabar
ahad yang dipertentangkan.
· Menggunakan istihsan dan meninggalkan
qias apabila diperlukan.
b.
Fikih Abu Hanifah
Benda
wakaf masih tetap milik wakif. Kedudukab wakaf dipandang sama dengan ‘ariyah
(pinjam meminjam). Karena masih tetap milik wakih, benda wakaf dapat dijual,
diwariskan dan dihibahkan oleh wakif kepada yang l;ain, kecuali wakaf untuk
masjid,wakaf yang ditetapkan oleh keputusan hakim, wakaf wasiat, dan wakaf yang
diikrarkan secxara tegas bahwa wakaf it uterus dilanjutkan meskipun wakif telah
meninggal dunia.
Perempuan
boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugasnya khusus menangani masalah
perdata, bukan perkara pidana.alasannya bahwa perempuan tidak boleh menjadi
saksi pidana.; ia hanya dibenarkan menjadi saksi perkara perdata. Karena itu
menurutnya perempuan hanya boleh jadi hakim yang berurusan dengan masalah
perdata. Dengan demikian metode ijtihad yang dipergunakan adalah qias dengan
menjadikan kesaksian sebgai al-ashl dan menjadikan hakim perempuan sebagai
far’.
Abu
Hanifah dan ulam Kuffah berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dua rakaat
sebagaimana shalat ‘ied; tidak dilakukan dua kali ruku dalam satu rakaat.
2.
Aliran Malikiah
Jika
Abu Hanifah sebagai pelanjut ahl ra’yu, maka imam Malik dipandang sebagai
pelanjut ahl al-hadits.
a.
Cara ijtihad Imam Malik
1. Mengambil dari al Quran
2. Menggunakan zahir al-Quran, yaitu
lafadz yang umum.
3. Menggunakan ‘dalil’ al-Quran, yaitu mafhuim al-muwafaqah.
4. Menggunakan “mafhum” al Quran, yaitu mafhum mukhalafah.
5. Menggunakan “tanbih” al-Quran, yaitu memperhatikan illat.
Dalam
aliran Maliki, lima langkah di atas disebut sebagai Ushul Khamsah. Langkah-langkah berikutnya adalah ijma’, qiyas, amal penduduk
Madinah, istihsan, sadd al-dzara’I, mashalih al-mursalah, qaul al-shahabi,
mura’at al-khilaf, al-istishlah, syar man qablana.
Salah
satu dalil yang sering digunakan Imam Malik adalah ijma’ ulama Madinah, dan
lebih mengutamakannya dari pada qiyas,
khabar, ahad, dan qaul sahabat. Di samping memiliki cara
ijtihad tersendiri, ia juga memiliki pendapat yang mandiri. Berikut ini di
antara pendapat beliau.
Ulama
sepakat tentang ketidak bolehan menikah bagi wanita yang sedang dalam waktu
tunggu hamil, ditinggal wafat maupun waktu tunggu cerai (al-Baqarah: 228 dan
234). Namun ulama berbeda pendapat dalam menentukan sangsi bagi perempuan yang
melanggarnya, yakni menikah dalam waktu tunggu dan sudah melakukan hubungan
suani isteri (dukhul). Menurut Abu Hanifah, syafi'I dan at-Tsauri, harus
dipisahkan; apabila waktu tunggunya selesai, ia dibolehkan menikah lagi dengan
laki-laki yang menikahinya tadi. Sedangkan menurut Imam Malik, ia wajib
dipisahkan dan bainya diharamkan (selamanya) menikah lagi dengan laki-laki yang
menikahinya dalam waktu tunggu. Alas an yang beliau ajukan adalah pendapat Umar
ibn Khattab yang diriwayatkan dari az-Zuhri., Said ibn al-Musayyab, dan
Sulaiman ibn yassar yang mengatakan bahwa Umar mengharamkan thulaihah al-Asshaddiyah.
Menikah lagi (untuk selamanya) dengan laki-laki yang menikahuinya dalam waktu
tunggu.
Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa shalat gerhana matahari dan gerhana bulan
dilakukan dua rakaat.; dan dilakukan seperti idul fitri, idul adha, dan shalat
jum'at. Sedangkan menurut Imam Malik (dan jumhur), shalat gerhana matahari dan
bulan dilakukan dua rakaat dan terdapat dua ruku dalam setiap rakaat. Abu
Hanifah, beralasan dengan salah satu hadits riyawat abi Bakhroh yang menyatakan
bnahwa rasulullah salat gerhana matahari dilakukan dua rakaat seperti salat
ied. Sedangkan Imam Malik beerpegang pada sebuah hadits riwayat 'Aisyah yang
menyatakan bahwa rasulullah salat gerhana matahari dua rakaat, dan dua kali
ruku pada setiap rakaaat.
Imam
Malik berpendapat bahwa jumlah mahar minimal adalah tiga dirham atau seperempat
dinar. Alasannya sebagai berikut: nishab harta curian ( sehingga pencurinya
dapat dikenai sangsi potong tangan) adalh tiga dirham atau seperempat dinar.
Oleh karena itu adalah tiga dirham atau seperempat dinar. Dalam kasus di atas
Imam Malik menggunakan metode qias sebagai metodenya.
3.
Aliran Syafi'iyah
a.
Cara ijtihad imam al-syafi'i
Seperti
imam madzhab lainnya, imam Syafi'i menentukan thuruq al-isthinbat al-ahkam tersendiri. Adapun langkah-langkah
ijtihadnya dalah sebagai berikut. "asal adalah al qur`an dan ash-sunnah.
Apabila tidak ada dalam al quran dan sunnah, ia melakukan qiyas terhadap
keduanya. Apabila hadits telah muthashil dan sanadnya shahih, berarti ia termasuk berkualitas {muntaha} makan hadits yang diutamakan adalah
makna dhahir; ia menolak hadits munqath'i kecuali yang diriwayatkan oleh
ibnu al-munsyayat; pokok {al-ashru} tidak boleh di analogikan kepada
pokok; bagi pokok tidak perlu dipertanyakan mengapa dan bagaimana liman wa kaifa mengapa dan bagaimana hanya
dipertanyakan pada cabang furu'.
Menurut
imam syafi'I rujukan pokok adalah alquran dan sunnah. Apabila suatu persoalan
tidak diatur pada keduanya hukumnya di tentukan dengan cara qiyas, sunnah digunakan apabila sanadnya
shahih, ijma lebih diutamakan atas khabar
mufrad. Makna yang diambil dari hadits adalah makna dhahir apabila suatu lafadz ihtimal {mengandung makna lain} maka makna dhahir lebih diutamakan.
Dengan
demikian, dalil hukum bagi imam syafi'i adalah alquran,sunnah, dan ijma
sedangkan teknik ijtihad yang digunakan adalah qiyas dan takhbir apabila menghadapi ikhtilaf
pendahulunya.
b.
Qaul Qadim dan Qaul Jadid
Qaul
qadim adalah pendapat Imam Syafi'I yang bercorak ra'yu
sedangklan qaul Jadid adalah pendapatnya yang bercorak
hadits. Sebab terbentuknya qaul
qadim dan qaul jadeid adalah krena Imam sYafi'i mendengar
dan menemukan hadits dan fiqih yang diriwayatkan oleh ulam Mesir yang tergolong
ahl al-hadits.
Pendapat
as-Syafi'I yang didiktekan dan ditulis di Irak disebut Qaul qadim. Sedangkan
pendapat Imam Syafi"I yang didiktekan kepada muridnya dan ditulis di Mesir
disebuit qaul jaded.
Adapaun sebab timbulnya qaul jaded adalah karena Imam Syafi'i mendapatkan
hadits yang tidak ia dapatkan di Irak dan Hijaz; dan ia menyaksikan adapt dan
kegiatanm muamalat yang berbeda dengan di Irak. Pendapat Imam Syafi'I yang
termasuk qaul jadied dikumpulkan dalam satu kitab al-Umm.
Qaul
jadid merupakan koreksi terhadap pendapat-pendapatnya
yang ia kemukakan sebelumnya. Para ulama berkesimpulan bahwa munculnya qaul
jadid merupakan dampak perkembangan baru yang dialam I oleh Imam Syafi'I ; dari
penemuan hadits, pandangan dan kondisi social baru yang tidak ia temui selama
tinggal di Irak, atau refleksi dari kehidupan social yang berbeda.
D. Pelestarian Mazhab dan Akhir Zaman
Keemasan
Sebagaimana
dikatakan, meskipu mazhab fiqih berkembang begitu banyak, tetapi yang
berkembang hingga sekarang hanya sebagian kecil. Mazhab fiqh Islam yang muncul
setelah sahabat dan kibar al-tabi'in berjumlah 13 aliran.
1. Abu Said al-Hasanibn Yasar al-Bashri
2. Abu Hanifah
3. Al-Auza'i
4. Sufyan ibn Sa'id ibn Masruq a-Tsauri
5. Al-Laits ibn Sa'ad.
6. Muhammad ibn Idris As-Syafi'i
7. Ahmad ibn Hanbal
8. Daud ibn Ali as-Ashbahani al-Baghdadi
9. Ishaq ibn Rahawaih
10. Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid
al_khalabi
Persoalannya
adalah mengapa hanya beberapa mazhab yang hidup dan berkembang hingga saat ini?
Aliran-aliran
fiqh yang berkembang hingga saat ini dimungkinkan karena adanya dukungan penguasa.
Mazahab Hanafi mulai berkembang ketika Abu Yusuf, murid Abu hanifah, diangkat
menjadi qadli (hakim) dalam pemerintyahan tiga khalifah Abasyiah, yaitu
al-Mahdi, al-HAdi, dan Harun Al-Rasyid. Al-Kharaj adalah kitab yang disusun
atas permintaan kahalifah Harun alRasyid.
Mazhab
Malik berkembang atas dukungan al-Manshurdi Khilafah Timur dan Yahya ibn Yahya
ketika diangkat menjadi qadli oleh para penguasa Andalusia. Di Afrika, Muiz
Badis mewajibkan seluruh penduduk mengikuti mazhab Maliki.
Mazhab
Syafi'I membesar di Mesir setelah Shalahuddin al-Ayubi merebut negeri itu.
Mazhab Hanbali menjadi kuat setelah al-Mutawakil diangkat menjadi Khalifah
Abasyiah. Ketika itu, al-Muttawakil tidak akan mengangkat seorang qadli kecuali
atas persetujuan Ahmd ibn Hanbal .
Apabila
pengikut suatu mazhab diberi wewenang untuk menetapkan keputusan hukum dan
berfatwa, dan tulisan mereka terkenal di mata masyarakat, masyarakat
mempelajari mazhab itu seara terang-terangan.Dengan cara itu, mazhab itu
tersebar ke berbagi daerah yang dikuasainya. Apabila pengikut mazhab itu lemah dan tidak memiliki wewenang
untuk menetapkan hukum dan berfatwa, mazhab itu tidak akan dipelajari oleh
masyarakat dan akhirnya hilang.
Dynasti
Bani Abbas berjasa dalam melestarikan mazhab Hanafi dengan mengangkat Abu Yusuf
sebagi hjakim agung; Dynafti Fatimiah berjasa dalam melestarikan mazhab
Ismailiah; dynasti Umayah di Andalusia berjasa dalam meleatarikan mazhab
Syafi'I; dan dinasti Su'udiah di Saudi Arabia berjasa dalam melestarikan mazhab
Hanbali. Demikian salah satu jawaban mengapa ada mazhab fiqh yang hilang dan
ada yang masih berkermbang hingga saat ini.
Akhir
zaman keemasa fiqh adalah ketidakmunculan Mujtahid mutlak yang dapat membangun
cara dan mekanisme berfikir hingga tidak ada lagi mujtahid pendiri mazahab.
Akhir zaman keemazan itu adalah ketika ijtihad ditutup sehingga ulama tidak
lagi berijtihad kecuali ijtihad dengan mengingatkan diri pada aliran fiqh
tertentu.
Beberapa
peneliti berkesimpulan bahwa pendapat tentang ijtihad telah tertutup, muncul
pada abad IV H. menurut Muhammad Ali al_Sayyis, dalam kitab Nasyi'at al-Fiqh
al-Ijtihadi wa Athwaruh, setelah ibn Jarir al-Thabari tidak terdapat lagi
mujtahid mutlak. Ketertutupan ijtihad muncul karena diskusi antara ibn Aqil,
menganut mazhab Hanbali, dengan seseorang penganut mazhab Hanafi yang namanya
tidak diketahui. Dalam diskusi itu, Ibn Aqil menolak pendapat rekan diskusinya
yang menyatakan bahwa ijtihad telah tertutup.
REFERENSI
v Dr. Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum
Islam (Bandung, ROSDA:
2000)
v Rosihon Anwar, Sejarah Peradaban Islam (Bandung, Pustaka Setia: 2006)
v Mun'im Asirry, Sejarah Fiqh Islam (Surabaya, Risalah Gusti: 1997)
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM MASA DAULAT ABASYIAH
Tugas disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penilaian
Mata Kuliah :
SEJARAH PERADABAN ISLAM
Loading...
0 Response to "MAKALAH HUKUM ISLAM MASA ABBASYIAH "
Post a Comment