BAB I
PENDAHULUAN
“Dan diantara
mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali
dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.”
(Al-Baqarah:78)
Pendidikan adalah
kunci kemajuan suatu bangsa. Tak jarang kita dapati Negara miskin didominasi
oleh masyarakat buta huruf. Sedangkan jumlah masyarakat yang tecatat buta huruf
di Indonesia adalah sebanyak 17.097.220 dari 220 juta lebih penduduk. Bahkan,
laporan bank dunia menyatakan bahwa ketrampilan membaca siswa SD kelas 4 Indonesia
paling rendah se Asia Timur (Prasetyo,2005).
Dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqarah ayat 78 diatas, buta huruf dalam bahasa Arab dikenal dengan al-ummy
(mufradnya ummiyyuuna) dimaknai dalam sebuah syair :
انه امة امية لانكتب ولانحسب
“Kami adalah
ummat yang ummy tidak bisa menulis dan tak menghitung.”
Sedangkan ummiyyah
(bentuk jama’ dari amany) berarti bacaan-bacaan. Makna yang senada
maknanya dengannya diungkapkan oleh penyair bernama Ka’ab Ibnu Zubair, “Membaca
di awal dan di akhir malam tetapi hasilnya menjumpai ajal yang telah
ditakdirkan.” Penyair mengkonstantir sikap mereka dalam membaca kitab
Taurat, mereka hanya membaca lafadz-lafadznya saja tanpa melakukan amaliyah
kehidupan sehari-hari seperti yang disebutkan dalam surat Al-Jum’ah ayat 5 yang
artinya;
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan
kepadanya Taurat, Kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang
membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang
mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum
yang zalim.”
Mereka adalah
kaum kerdil, tingkah laku yang mereka lakukan hanya berdasarkan sangkaan belaka
(taqlid pada sesuatu yang ia tidak mengetahui asal usulnya). Hal ini
menunjukkan bahwa ketiadaan pendidikan dapat menyebabkan ummat yang kerdil.
Ayat tersebut menerangkan tentang
keadaan kaum yahudi pada masa Nabi Musa as yang ummy terhadap kitabNya
yakni taurat, sedangkan Indonesia adalah negara yang memiliki mayoritas
penduduk Islam namun mengapa masih kita temui banyak masyarakatnya yang belum menjalankan
syari’at Islam, bahkan masih ada yang buta huruf Al-Qur’an? Padahal telah tersebar
luas sekolah-sekolah umum, madrasah-madrasah,
bahkan pondok pesantren yang mengajarkan pendidikan agama Islam. Bahkan tak
jarang kita temui orang muslim yang faham ilmu agama namun tidak mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang terjadi pada sebuah SMA swasta di Yogyakarta,
pihak sekolah lebih membanggakan kejuaraan dalam bidang olah raga tanpa
mempedulikan karakter para siswanya yang belum faham tentang Islam secara
menyeluruh. Dan seolah-olah pendidikan Islam dinomer duakan setelah pendidikan
umum. Sebenarnya, bagaimanakah sistem pendidikan Islam di Indonesia dan apakah
sistem pendidikan tersebut sudah dapat merealisasikan metode pengajaran
Rasulullah SAW dalam mengajarkan islam pada ummatnya?
Dengan penyusunan
makalah ini, diharapkan dapat terdeskripsikan keadaan pendidikan islam di
Indonesia yang dibandingkan dengan metode pendidikan ideal yang diajarkan
Rasulullah SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN DALAM ISLAM
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan diambil dari kata dasar didik yang
berimbuhan pe-an. Mendidik berarti memelihara latihan mengenai akhlaq dan
kecerdasan fikiran.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan
adalah suatu usaha manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
latihan.[2]
Sehingga menurut penulis, pendidikan dapat membentuk sebuah karakter manusia
dan dapat mengubah tabi’at asal dengan proses pembiasaan dalam kehidupan
menjadi sebuah akhlaq (nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk,
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya).[3]
Pendidikan dalam bahasa Inggris dikenal dengan education
yang berasal dari kata “educare” yang artinya “menggiring keluar”.
Dalam konteks ini, sesuatu yang digiring keluar adalah potensi-potensi manusia.
Sedangkan dalam Islam dikenal dengan kata “tarbiyyah” yang bermakna
“meningkatkan” atau “membuat sesuatu lebih tinggi”. Dengan demikian, pendidikan
pada dasarnya mengandung pra anggapan bahwa dalam diri manusia terdapat
bibit-bibit kebaikan yang harus digiring keluar atau ditingkatkan.[4]
Dari pengertian diatas, terbuktilah kebenaran
Kitabullah yang menunjukkan bahwa Allah SWT hanya akan memberikan ilmu kepada
orang-orang yang berakal dalam surat Al-Baqarah ayat 269 yang artinya; “Allah
menganugerahkan al-hikmah (kefahaman
yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar
telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah
yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. Jadi, objek
pendidikan adalah manusia sebagai seorang khalifah yang bertugas menggantikan
Allah dalam menjalankan hukumnya dimuka bumi ini[5] dalam mewujudkan
baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofuur.
2. Kewajiban Pendidikan bagi Ummat Islam
Surat pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad
SAW melalui malaikat Jibril adalah surat Al-‘Alaq. Sejarah menceritakan bahwa
ketika Muhammad bertahannuts (berdiam diri di tempat sepi) di gua Hiro,
malaikat Jibril datang kepadanya dan menyuruhnya membaca, padahal ia tak dapat
membaca sehingga Jibril mendekapnya hingga Muhammad mengalami kepayahan.
Kejadian itu terjadi hingga tiga kali, dan kemudian Jibril melanjutkan dengan membacakan
pada Muhammad “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan(1). Ia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah(2). Bacalah, dan tuhanmulah yang
Maha Pemurah(3). Yang mengajarkan dengan kalam(4). Ia telah mengajarkan manusia
terhadap apa yang tidak ia ketahui (5).”[6]
Dalam tafsir Al-Maraghi, ayat diatas ditafsirkan sebagai
berikut :
Ayat pertama, menunjukkan bahwa Dzat Yang menciptakan
makhluq mampu membuat Muhammad bisa membaca, meskipun sebelum itu ia tidak
pernah belajar membaca.
Ayat kedua, sesungguhnya Dzat Yang menciptakan manusia
dari segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berfikir, sehingga
bisa menguasai seluruh makhluq bumi.
Ayat ketiga, Perintah “Bacalah!” diulang-ulang karena
membaca tidak akan dapat meresap kedalam jiwa melainkan setelah berulang-ulang
dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah ilahi berpengertian sama dengan
berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian, membaca adalah bakat Nabi SAW.
Seperti yang dijanjikan Allah dalam surat Al-A’la ayat 6;
“Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu
(Muhammad) maka kamu tidak akan lupa.”
Namun ketika Muhammad diperintah membaca ia
menerangkan bahwa dia seorang ummi maka
Allah pun menyingkirkan halangan yang ia kemukakan dengan firman
berikutnya bahwa Allah adalah Dzat Yang Pemurah pada hambaNya yang senantiasa
memohon pada pemberianNya. Kemudian Allah menentramkan hatinya dengan firmanNya
pada ayat keempat.
Ayat keempat, Yang menjadikan kalam sebagai alat
komunikasi antar sesama manusia sekalipun letaknya berjauhan. Qalam adalah
sebuah benda mati yang tidak bisa diberikan pengertian (lisan/tulisan),
sehingga membuat kemudahan Muhammad untuk dapat membaca dan member penjelasan
dan pengajaran. Apalagi ia adalah manusia sempurna. Allah juga menyatakan bahwa diri-Nyalah yang
telah menciptakan manusia dari ‘alaq kemudian mengajari dengan perantara
kalam. Dengan itu, seolah-olah dikatakan kepada semua manusia “Renungkanlah
wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari
tingkatan yang paling rendah dan hina kepada tingkatan yang mulia. Demikian itu
tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuasaan yang menciptakan kesemuanya
dengan baik.”
Ayat kelima, Allah adalah Dzat Yang mengajarkan kepada
manusia tentang berbagai ilmu sehingga manusia berbeda dari makhluq yang lain.
Pada awalnya tidak mengetahui apa-apa (bodoh). Inilah inti pokok tentang
keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Sungguh jika tidak ada qalam,
maka segala ilmu pengetahuan akan kabur.
Dengan wahyu ini, teranglah bahwa pendidikan dan
pengajaran merupakan hal pokok yang
menjadi bekal setiap manusia dalam menjalankan tugasnya. Rasullah SAW juga pernah bersabda:
“menuntut ilmu
adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim.”[7]
Kata muslim bermakna
menyeluruh yakni pemeluk Islam baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam hadits lain disebutkan pula bahwa Nabi penah
berkhutbah:
“Mengapa ada
orang-orang yang enggan memberi pemahaman kepada orang lain, tidak mau
mengajari mereka, tidak berusaha mencerdaskan mereka, tidak pernah
menganjurkan mereka untuk berbuat baik,
dan tidak mau mencegah mereka dari perbuatan munkar? Selain itu mengapa ada
juga orang yang enggan belajar kepada orang lain, tidak mau mencari pemahaman
dari orang lain, serta enggan menjadi orang cerdas dengan belajar dari orang
lain? Demi Allah, suatu kaum hendaknya mengajari kaum yang lain, memberikan
mereka pemahaman, mencerdaskan mereka, menganjurkan mereka berbuat baik dan
mencegah mereka dari berbuat munkar. Selain itu, hendaknya suatu kaum mau
belajar dari kaum yang lain, berusaha mencari pemahaman dari mereka dan
membangun kecerdasan diri dengan belajar kepada mereka. Karena jika suatu kaum
enggan melaksanakan anjuran-anjuran tersebut maka sama halnya mereka
mengharapkan agar aku (memohon pada Allah supaya) menyegerakan hukuman bagi
mereka didunia.”[8]
Dari Hadits diatas, teranglah perintah pendidikan
antar sesama manusia, yaitu proses belajar mengajar yang dapat dilaksanakan
dimanapun dan kapanpun tidak terikat pada sistem pendidikan yang dibatasi oleh Negara
maupun sistem yang dibuat manusia.
3. Rasulullah SAW sebagai Teladan Para Pendidik
Rasulullah SAW adalah sang edukator (pendidik, pengajar,
guru) bagi seluruh manusia. Seperti yang disebutkan dalam surat Al-Jumu’ah ayat
2: “Dialah Tuhan yang telah mengutus kepada kaum ummy (buta huruf) seorang
rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka,
(berjuang) mensucikan mereka, serta mengajarkan mereka kitab dan hikmah
(Sunnah). “Sesungguhnya mereka sebelum diutusnya Muhammad benar-benar berada
dalam kesesatan yang nyata.”
Dan Rasulullah
juga pernah bersabda:
“Sungguh aku
telah diutus (oleh Allah) sebagai seorang pengajar.” (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah memperoleh kesuksesan yang gemilang dalam
mendidik dan mengajar ummat manusia dalam waktu yang singkat. Hal ini dapat
terwujud karena kepiawaiannya dan kapabilitas beliau dalam menciptakan suasana
pembelajaran yang sinergis, serta membebaskan mereka dari kebodohan dan
menganjurkan mereka untuk senantiasa bersikap tegas dan konsisten dalam
merealisasikan tujuan-tujuan pendidikan.[9]
Selain itu, hal penting yang menyebabkan kesuksesan pendidikan beliau adalah
karena akhlaq (perangai) beliau yang sangat agung, Aisyah ra pernah berkata
bahwa akhlaq Rasul adalah Al-Qur’an.
Meskipun beliau seorang yang ummy namun Allah
SWT telah menganugerahinya dengan ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh
orang lain. Allah menyempurnakan akhlaq beliau dengan kepribadian tunggal,
inklusif, dan tidak dimiliki orang lain seperti disebutkan dalam nukilan surat
Annisa ayat 113 yang artinya:
“…dan Dia (Allah)
telah mengajarimu (Muhammad) tentang apa yang tidak engkau ketahui. Sungguh, karunia
Allah yang telah dianugerahkan kepadamu sangat besar.”
Dalam kitab Sirah Nabawiyyah karya Dr. Musthafa
As-Siba’i dapat penulis simpulkan beberapa aspek yang dimiliki oleh Rasulullah
SAW sehingga beliau dapat memperoleh kesuksesan dalam membawa masyarakat dari
gelapnya kebodohan menuju pada terangnya cahaya Islam dalam waktu singkat, diantaranya
adalah:
a. Aspek Nashab /
Keturunan
Beliau berasal
dari keluarga yang mulia dan terhormat diantara masyarakat sekitarnya.
b. Aspek Emotional
Beliau memiliki kesabaran,
keadilan dalam berperilaku serta rasa simpati dan empati terhadap sesama.
c. Aspek Sosial
Beliau senantiasa
menjaga kehormatan diri, dengan tidak menceburkan diri dalam kemaksiatan, dan
menjaga pergaulan dengan sesama manusia serta tidak mengenal pamrih dalam sabilillah.
d. Aspek Spiritual
Beliau selalu selalu
mendekatkan diri pada Allah, bermuhasabah pada sepertiga malam terkhir dengan
mendirikan sholat tahajjud. Beliau juga memiliki fithrah yang suci.
e. Aspek Intelektual
Beliau adalah
seorang yang ummy, namun beliau memiliki kecerdasan yang lebih dalam
berfikir.
B. WAJAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Ketertinggalan peradaban Islam adalah salah satu
akibat dari krisis pemikiran yang berpangkal pada krisis pendidikan Islam. Hal
ini dapat terjadi karena pendidikan Islam tidak fungsional tehadap perkembangan
zaman. Keadaan pendidikan di Indonesia saat ini pun masih mengalami dualisme, yakni
antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Kebanyakan di Indonesia kesadaran
nilai-nilai agama belum tersentuh. Selain itu, pembinaan aspek afektif dan
konasif-volutif (kemauan dan tekad) untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama
juga masih terabaikan. Pendidikan di Indonesia masih terpaku pada ketercapaian
aspek kognitif saja. Pendidikan di Indonesia belum dapat menggarap karakter
manusia.
Seperti yang dinyatakan oleh Prof. Dr. H. Imam
Suprayogo, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada seminar nasional
tentang Format dan Tantangan Pendidikan Muhammadiyah di depan Auditorium
Universitas UHAMKA Jakarta,
“Saya melihat
kebanyakan pendidikan masih bersifat dikotomik, yaitu membedakan antara
pendidikan umum dengan pendidikan agama, antara pelajaran umum dan pelajaran
agama dan antara ilmu umum dan ilmu
agama…”
Ketua Ikatan Dosen Provinsi Lampung Syaiful Anwar juga
mengatakan bahwa pendidikan agama dan pembinaan keimanan dan ketaqwaan lebih
banyak terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang besifat
kognitif dan kurang kurang menjadikannya nilai yang perlu diinternalisasikan
pada jiwa peserta didik.
Pernyataan lain juga dinyatakan oleh seorang dosen
FakultasTarbiyah IAIN Raden Intan Bandar Lampung pada disertasi Doktoral by research
bidang ilmu agama di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
“Pendidikan agama
di sekolah-sekolah perlu terintegrasi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan keseluruhan
mata pelajaran yang lain melalui sistem pendidikan terpadu,”
Menurut KH.A. Mushtofa Bishri atau Gus Mus Pendidikan
di Indonesia mengalami reduksi atau terjerembab menjadi sekedar pengajaran
belaka, yang hanya sebagai proses ta’lim (proses transfer pengetahuan)
saja belum mencapai proses tarbiyyah. Sehingga belum dapat menciptakan
manusia yang terdidik dan beradab. Padahal hal itulah yang dijadikan sebagai
pembentuk bangsa yang berkarakter sehingga berpeluang memainkan masa depan.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang
dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan datang untuk melakukan transformasi pendidikan
di Indonesia guna mengintegrasikan antara
ilmu agama dengan ilmu umum. Kajian keilmuan yang bersumber pada hasil
observasi, eksperimen, dan penalaran logis sebagai ayat kauniyah
dikaitkan dengan kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai ayat-ayat qauliyah
sebagai instrument untuk mendapatkan kebenaran yang dicari sehingga
mendapatkan keselamatan dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Muhammadiyah
menamakan pendidikannya dengan pendidikan holistik yskni pendidikan yang
menyangkut tiga domain yaitu domain kognitif (Intelectual Question), domain
afektif (emotional Question), dan domain psikomotorik.
Kurikulum
pendidikan di Indonesia belum bersifat holistic, karena kecenderungannya dalam
menilai peserta didik hanya dengan hasil kognitif saja seperti dilaksanakannya
Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan standar nilai yang telah ditetapkan dan bagi
Negara, yang terpenting adalah mencapai target walau bagaimanapun caranya,
sehingga seringkali banyak peserta didik yang mempunyai prestasi segudang tidak
dapat melanjutkan pendidikan formalnya hanya karena ada satu mata pelajaran
saja yang belum mencapai target kelulusan. Sedangkan ada peserta didik yang
mencapai target kelulusan dengan jalan yang dilarang oleh syari’at Islam.
Pendidikan yang mengalami ketimpangan kurikulum inilah yang menurut penulis
dapat menjebak kepada kemunduran bangsa.
C. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IDEAL
1. Kedudukan Agama Islam
Dalam Masalah Lima (Masaailul khoms), agama
didefinisikan sebagai apa yang disyari’atkan Allah SWT dengan perantaraan
Nabi-nabiNya berupa perintah-perintah, larangan-larangan, serta
petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia didunia dan akhirat.[10]
Sedangkan pengertian Islam menurut Ahmad Abdullah
Al-Masdoosi adalah satu-satunya aturan hidup yang diwahyukan untuk segenap
ummat manusia dari zaman ke zaman; dan bentuk terakhir yang sempurna adalah
Islam yang ajarannya tersebut dalam Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasul
terakhir yakni Nabi Muhammad SAW.[11]
Hubungan antara Islam (agama terakhir) dengan agama
samawi yang diwahyukan kepada Nabi sebelumnya itu sangat erat, terutama dalam hubungan
fungsional, yaitu:
a. Jika agama
sebelumnya berlaku untuk segenap ummat, maka Islam berlaku universal, seluruh
ummat manusia dan hingga akhir zaman.
b. Agama Islam
adalah agama penyempurna agama-agama sebelumnya. Semua agama yang dibawa oleh
Nabi sebelum Muhammad dinasikh dengan agama yang dibawa Nabi terakhir.
c. Agama Islam juga
merupakan agama pengoreksi terhadap penyimpangan yang terjadi pada agama
sebelumnya.
2. Pendidikan Ala Rasulullah SAW
Secara epistemologi keilmuan, konsepsi dasar
pendidikan Islam berpijak pada pendidikan seumur hidup. Pendidikan Islam tidak
dipilah-pilah secara dikotomis. Baik antara pendidikan formal dengan non
formal, atau pendidikan agama dengan umum maupun memilah-milah antara aspek logika,
etika maupun estetika. Karena agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Rasulullah
SAW sebagai mu’allim mendidik ummatnya dengan kepribadian yang luhur dan
ajaran yang ia ajarkan terhindar dari kesia-siaan, apa yang beliau ajarkan
senantiasa selaras dengan akhlaq yang beliau tampilkan. Hal ini dapat
menerangkan kepada para peserta didiknya bahwa ilmu yang telah diajarkan tidak akan
sia-sia karena perlu pengamalan dalam kehidupan sehari-hari yang akan
membawanya pada keberhasilan ummat.
Rasulullah memiliki tujuan yang sangat mulia yakni
membebaskan umatnya dari kesulitan dan penderitaan hidup sebagaimana termaktub
dalam QS. At-Taubah 128 yang artinya;
“Telah datang
kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri. Ia merasa berat
melihat penderitaan kalian; dan ia sangat mengharapkan (keimanan dan
keselamatan) atas diri kalian; dan ia sangat berbelas kasihan lagi menyayangi
orang-orang mukmin.”
Sebagai mu’allim, beliau tidak pernah menuntut
kepada ummatnya untuk memahami ajarannya dengan cepat. Beliau akan selalu
mengajarkan kepada siapapun yang mau berusaha belajar tentang Islam, beliau
senantiasa sabar lagi rendah hati
terhadap ummatnya yang memiliki daya penalaran lemah sekalipun. Seperti hadits Rasulullah
SAW berikut;
“aku pernah
datang kepada Rasulullah SAW ketika sedang berpidato. Aku berkata kepada
beliau; ‘Wahai Rasul, seorang asing telah datang kepada engkau untuk menanyakan
perihal agama. Ia tidak tahu perihal agamanya.’ Rasulullah SAW lalu menemuiku
dan menghentikan pidatonya. Setelah beliau bersamaku, beliau diambilkan kursi
yang setahuku berasal dari besi. Rasulullah kemudian duduk diatasnya dan mulai
mengajariku tentang sesuatu yang telah diajarkan Allah kepadanya.Setelah itu,
beliau melanjutkan pidatonya hingga selesai.”[12]
Pendidikan adalah perancang
kepribadian manusia, maka diperlukan adanya pemahaman tentang tentang pribadi
manusia seperti keadaan yang terpancar dari tingkah lakunya. Rasulullah telah
mengajarkan pada kita dengan menjadi sosok yang sangat memahami keadaan
psikologi para peserta didiknya. Sebagaimana sikap beliau dalam hadits;
“Kami golongan
pemuda yang berumur sebaya pernah datang kepada Rasulullah SAW dan tinggal
bersama beliau selama 20 malam. Kami mendapati beliau adalah seorang yang amat
penyayang lagi santun. Ketika beliau mengira kami telah merindukan keluarga
kami di kampung halaman, beliau menanyakan siapa saja yang kami tinggal
dirumah. Kami pun menceritakannya kepada beliau dan beliau bersabda: ‘Sekarang,
silahkan kalian pulang kepada keluarga kalian; tinggallah bersama mereka;
ajarilah mereka; anjurkanlah mereka berbuat kebajikan; dan kerjakanlah sholat
sebagaimana kalian melihat aku sholat. Jika telah datang waktu sholat,
hendaklah kalian mengumandangkan adzan dan hendaknya yang menjadi imam adalah
orang yang paling dewasa diantara kalian.’”[13]
Dan dalam nukilan
hadits;
“Beliau mudah
melupakan hal-hal yang tidak berkenan dihati beliau (tidak menyimpan dendam);
tidak memupuskan harapan orang lain; dan berusaha membuat orang lain punya
sikap optimis.”[14]
Dalam menyampaikan ajaran (proses
belajar mengajar), Rasulullah memiliki beberapa metode untuk mencapainya. Menurut
Abdul Fattah Abu Ghuddah, ada 40 metode yang dilakukan Nabi SAW, yaitu
1. Metode modeling
dan etika mulia (keteladanan)
2. Metode pengajaran
graduasi (pentahapan sesuai tingkatan)
3. Metode
situasional dan kondisional
4. Metode selektif
dan proporsional
5. Metode interaktif
dialogis (tanya jawab)
6. Metode pertanyaan
(berpikir logis dan rasional)
7. Metode pertanyaan
untuk menyelami kecerdasan dan pemahaman
8. Metode analogi
9. Metode tasybih
(membuat persamaan antara beberapa hal yang berbeda)
10. Metode menulis
(menggambar)
11. Metode bahasa lisan
dan isyarat (anggota tubuh)
12. Metode
demonstrasi dengan alat peraga
13. Metode pre tes
14. Metode jawaban
proporsional
15. Metode jawaban
secara panjang lebar
16. Metode menjawab
diluar konteks dan tema
17. Metode
pengulangan pertanyaan
18. Metode menggunakan
metode jawaban orang lain
19. Metode pertanyaan
dan pujian
20. Metode membenarkan
kasus dengan sikap diam
21. Metode memilih
momentum kondusif
22. Metode humor
23. Metode meyakinkan
dengan cara bersumpah
24. Metode
mengulang-ulang materi
25. Metode mengubah posisi,
dan mengulang pertanyaan
26. Metode
membangkitkan perhatian dengan mengulangi penjelasan dan menunda jawaban
27. Metode
membangkitkan perhatian dengan memegang tangan peserta didik
28. Metode
membangkitkan kuriositas dengan membiarkan sesuatu tetap tidak jelas
29. Metode penjelasan
secara global dan detail
30. Metode penyebutan
bilangan secara global
31. Metode nasehat
dan peringatan
32. Metode motivasi
dan ultimatum
33. Metode cerita
34. Metode memberikan
kata pengantar
35. Metode bahasa
isyarat
36. Metode
konsistensi dan prioritas tehadap pendidikan perempuan
37. Metode
menampakkan kemarahan
38. Metode media teks
39. Metode
menggunakan bahasa asing
40. Metode
menampilkan kepribadian luhur
Dari metode-metode tersebut, maka kita dapat
mengetahui bahwa Rasulullah SAW melakukan pendidikan yang berhubungan langsung
dengan peserta didik. Komunikasi yang terbangun antara pendidik dan yang
dididik sangatlah erat sehingga motivasi yang dimiliki peserta didik untuk
mengamalkan ilmu lebih besar jika dibandingkan dengan pengajaran yang tidak
dibekali kedekatan psikologis antara guru dan murid.
BAB III
PENUTUP
Manusia adalah khalifah di muka bumi dengan membawa
tugas menggantikan peran Tuhan dalam menegakkan hukum-hukumnya. Maka, manusia
diciptakan dengan bentuk yang berbeda dengan makhluq lainnya dan memiliki
kewajiban untuk menuntut ilmu (membaca semua ayat yang Allah turunkan, yaitu
ayat kauniyah dan qauliyah) dan menyebarluaskan ilmuNya dengan kalamNya.
Pada khususnya, pendidikan Islam di Indonesia masih
mengalami dualisme yang dapat menghalangi Indonesia menuju kepada kemajuan
karena tidak terbentuknya kepribadian yang mulia. Sehingga diperlukan sebuah
kurikulum yang holistik yang dapat mensinergiskan antara pendidikan agama
dengan pendidikan umum sehingga dapat menciptakan kemashlahatan dunia dengan
hidup adil, aman dan makmur, dan menciptakan kemashlahatan akhirat yaitu
mendapatkan keridhoan Allah dan mendapatkan kedudukan agung disisiNya.
Islam telah memberikan solusi yang terbaik pada
permasalahan pendidikan di Indonesia dengan mensinergiskan antara pendidikan
Islam dengan pendidikan umum, yakni dengan menciptakan pendidikan yang holistik
serta tidak memilah-milah antara ilmu umum dengan ilmu agama, maupun antara
pendidikan formal dan non formal, karena esensi pendidikan adalah membentuk
sebuah pribadi. Seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan
konsep ini diharapkan dapat mewujudkan peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual,
emosional maupun spiritual.Beliau juga telah memberikan keteladanan dalam
proses belajar mengajar dengan menawarkan 40 metode pengajaran.
Islam tidak dapat terpisah dengan pendidikan. Semoga
dengan konsep kurikulum yang Al-Qur’an dan As-Sunnah tawarkan dapat membawa
kemajuan peradaban Islam dimasa sekarang sebagaimana yang pernah menghiasi
dunia Islam pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasyiah. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Al-Maraghi, Ahmad
Mushthofa.1992.Terjemah Tafsir Al-Maraghi 1.Semarang: Thoha Putra.
Al-Maraghi, Ahmad
Mushthofa.1992.Terjemah Tafsir Al-Maraghi 30.Semarang: Thoha Putra.
Ghuddah, Abdul Fattah
Abu.2009. 40 Metode Pendidikan & Pengajaran Rasulullah SAW.Bandung:
Irsyad Baitus Salam.
Ilyas, Lc MA. DR.H
Yunahar.2006. Kuliah Akhlaq.Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Ma’arif,dkk Prof. DR. H
A Syafi’i.2003.Islam Dan Pengembangan Disiplin Ilmu Sebuah Transformasi
Nilai.Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
As-Siba’I, DR.
Mushthofa.1972.As-Siratun Nabawi.Saudi
Arabia: Daarul Kutub.
Jurnal, Makalah,
Internet
“Pendidikan Seharusnya
Mudah” oleh Aad Satria Permadi yang disampaikan pada Seminar Pendidikan IRM
2007.
www.google.com. 16 April 2010 pukul 11.30
WIB
“Menyoal Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Di Indonesia”. www.voa-islam.com. 16 April 2010 pukul
11.30 WIB
Suara Muhammadiyah.Sajian
Utama.No.05/Tahun ke 95 1-15 Maret 2010.
Saran dari Ustadzah Latisy
-
Kembangkan metode
pengajaran ala Rasul
-
Kaitkan dengan
pendidikan formal (TK, SD, SMP, SMA)
[1] Artikel mahasiswa
Universitas Negeri Padang yang didapat dari www.google.com pada 16 April 2010
[2] ibid
[3] Menurut Abdul Karim
Zaidan
[4] Artikel “Pendidikan
Seharusnya Murah” karya Aad Setya Permadi yang disampaikan pada seminar
pendidikan IRM
[5] Tafsir Jalalain hal 6
[6] Q.S. Al-‘Alaq: 1-5
[7] HR. Thabrani
[8] Diriwayatkan dari
Al-Qamah bin Sa’ad bin ‘Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, dari kakeknya.
[9] Ibid hal 28
[10] “Panduan Materi dasar
Baitul Arqam ‘Aisyiyah” hal. 41
[11] Materi kuliah Aqidah
semester I yang disusun oleh Drs. Zaini Munir F., M.Ag
[12] HR. Imam Bukhori dalam
kitab Adabul Mufrad juga Imam Muslim dan Nasa’I, ilmu pengetahuan, dengan teks
redaksi hadits dari Imam Muslim.
[13] HR. Imam Bukhori dan
Muslim
[14] HR. Imam Tirmidzi
Loading...
0 Response to "Artikel Kuliah: Transformasi Pendidikan Islam"
Post a Comment