A.Pendahuluan
Lingkungan
yang nyaman dan mendukung terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan
turut berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.
Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam, lingkungan harus diciptakan
sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam
literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau
lembaga pendidikan. Meskipun kajian ini tidak dijelaskan dalam al-Qur’an secara
eksplisit, akan tetapi terdapat beberapa isyarat yang menunjukkan adanya
lingkungan pendidikan tersebut. Oleh karenanya, dalam kajian pendidikan Islam
pun, lingkungan pendidikan mendapat perhatian.
Untuk
mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana hakikat lingkungan pendidikan
Islam, maka perlu dilakukan kajian yang komprehensif dan mendalam tentang
lingkungan tersebut dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Makalah ini
sengaja disusun sebagai pengantar untuk membahas tentang masalah di atas yang
selanjutnya akan didiskusikan dan disempurnakan dalam forum diskusi Mahasiswa
Program Doktor IAIN Imam Bonjol Padang T.A. 2008/2009. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca sehingga
apa yang diharapkan dapat terpenuhi dengan baik.
B.Analisis Filosofis tentang Lingkungan Pendidikan
1.Pengertian Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
pendidikan adalah suatu institusi atau kelembagaan di mana pendidikan itu
berlangsung. Lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pendidikan yang
berlangsung. Dalam beberapa sumber bacaan kependidikan, jarang dijumpai
pendapat para ahli tentang pengertian lingkungan pendidikan Islam. Menurut
Abuddin Nata, kajian lingkungan pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya
terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-macam lingkungan
pendidikan. Namun demikian, dapat dipahami bahwa lingkungan pendidikan Islam
adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-Islaman yang
memungkinkan terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Sebagaimana
yang telah disinggung di bagian pendahuluan, bahwa dalam al-Qur’an tidak
dikemukakan penjelasan tentang lingkungan pendidikan Islam tersebut, kecuali
lingkungan pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan
sebagai tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para
sastrawan, madrasah, dan universitas. Meskipun lingkungan seperti itu tidak
disinggung secara lansung dalam al-Qur’an, akan tetapi al-Qur’an juga
menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai tempat
sesuatu. Seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada
umumnya, dikenal istilah al-qaryah yang diulang dalam al-Qur’an sebanyak 52
kali yang dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. Sebagian ada yang
dihubungkan dengan pendidiknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa dari
Allah (Q.S. 4: 72; 7:4; 17:16; 27:34) sebagian dihubungkan pula dengan
penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai
(16:112) dan sebagian lain dihubungkan dengan tempat tinggal para nabi (Q.S.
27: 56; 7:88; 6:92). Semua ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting
sebagai tempat kegiatan bagi manusia, termasuk kegiatan pendidikan Islam.
C.Macam-macam Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab lingkungan
pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar mengajar
secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan. Dengan suasana seperti itu,
maka proses pendidikan dapat diselenggarakan menuju tercapainya tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Pada
periode awal, umat Islam mengenal lembaga pendidikan berupa kutab yang mana di
tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf al-Qur’an lalu diajarkan pula
ilmu al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Begitu di awal dakwah Rasulullah
SAW, ia menggunakan rumah Arqam sebagai institusi pendidikan bagi sahabat awal
(assabiqunal awwalun). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam
mengenal adanya rumah, masjid, kutab, dan madrasah sebagai tempat
berlangsungnya pendidikan, atau disebut juga sebagai lingkungan pendidikan.
Pada
perkembangan selanjutnya, institusi pendidikan ini disederhanakan menjadi tiga
macam, yaitu keluarga—disebut juga sebagai salah satu dari satuan pendidikan
luar sekolah—sebagai lembaga pendidikan informal, sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal, dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal. Ketiga
bentuk lembaga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan
pembinaan kepribadian peserta didik.
1.Lingkungan Keluarga
Dalam
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa keluarga merupakan
bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain itu, kelurga juga disebut
sebagai satuan pendidikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga
ini mengingat bahwa keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam
mendidik setiap anak. Bahkan Ki Hajar Dewantara, seperti yang dikutip oleh
Abuddin Nata, menyebutkan bahwa keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam
pendidikan yang permulaan. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik,
dan si anak bertindak sebagai anak didik. Oleh karena itu, keluarga mesti
menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang
menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan Islam.
Agar
keluarga mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka
sebelum dibangun keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya.
Al-Qur’an memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai,
kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan
pengalaman untuk memikul tanggung jawab yang di dalam al-Qur’an disebut baligh.
Selain itu, kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Kemudian tidak
dibolehkan menikah karena ada hal-hal yang menghalanginya dalam ajaran Islam,
yaitu syirik atau menyekutukan Allah dan dilarang pula terjadinya pernikahan
antara seorang pria suci dengan perempuan pezina. Selanjutnya, juga persyaratan
kesetaraan (kafa’ah) dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama,
sosial, pendidikan dan sebagainya. Dengan memperhatikan persyaratan tersebut,
maka diharapkan akan tercipta keluarga yang mampu menjalankan tugasnya—salah
satu di antaranya—mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang tidak lemah
dan terhindar dari api neraka. Allah SWT berfirman:
Surat
al-Tahrim/66 ayat 6:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Karena
besarnya peran keluarga dalam pendidikan, Sidi Gazalba, seperti yang dikutip
Ramayulis, mengkategorikannya sebagai lembaga pendidikan primer, utamanya untuk
masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini, sebagai
pendidik adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. Orang tua selain
sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab.
Oleh
karena itu, orang tua dituntut menjadi teladan bagi anak-anaknya, baik
berkenaan dengan ibadah, akhlak, dan sebagainya. Dengan begitu, kepribadian
anak yang Islami akan terbentuk sejak dini sehingga menjadi modal awal dan
menentukan dalam proses pendidikan selanjutnya yang akan ia jalani.
Untuk
memenuhi harapan tersebut, al-Qur’an juga menuntun keluarga agar menjadi
lingkungan yang menyenangkan dan membahagiakan, terutama bagi anggota keluarga
itu sendiri. Al-Qur’an memperkenalkan konsep kelurga sakinah, mawaddah, wa
rahmah. Firman Allah SWT:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir. (Q.S. ar-Rum/30: 21)
Menurut
Salman Harun, kata sakinah dalam ayat di atas diungkapkan dalam rumusan li
taskunu (agar kalian memperoleh sakinah) yang mengandung dua makna: kembali dan
diam. Kata itu terdapat empat kali dalam al-Qur’an, tiga di antaranya
membicakan malam. Pada umumnya, malam merupakan tempat kembalinya suami ke
rumah untuk menemukan ketenangan bersama istrinya. Saat itu, akan tercipta
ketenangan sehingga istri sebagai tempat memperoleh penyejuk jiwa dan raga.
Sementara mawaddah adalah cinta untuk memiliki dengan segenap kelebihan dan
kekuarangannya sehingga di antara suami istri saling melengkapi. Sedangkan
rahmah berarti rasa cinta yang membuahkan pengabdian. Kata ini memiliki
konotasi suci dan membuahkan bukti, yaitu pengabdian antara suami istri yang
tidak kunjung habis. Ketiga istilah inilah yang menjadi ikon keluarga bahagia
dalam Islam, yaitu adanya hubungan yang menyejukkan (sakinah), saling mengisi
(mawaddah), dan saling mengabdi (rahmah) antara suami dan istri.
Dengan
demikian, keluarga harus menciptakan suasana edukatif terhadap anggota
keluarganya sehingga tarbiyah Islamiyah dapat terlaksana dan menghasilkan
tujuan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
2.Lingkungan Sekolah
Sekolah
atau dalam Islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal,
juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang Islami. Bahkan sekolah bisa
disebut sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta
didik. Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus
dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan.
Abu
Ahmadi dan Nur Uhbiyati menyebutkan bahwa disebut sekolah bila mana dalam
pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai
perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang
telah ditetapkan.
Secara
historis keberadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan
masjid. Sebab, proses pendidikan yang berlangsung di masjid pada periode awal
terdapat pendidik, peserta didik, materi dan metode pembelajaran yang
diterapkan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. Hanya saja, dalam
mengajarkan suatu materi, terkadang dibutuhkan tanya jawab, pertukaran pikiran,
hingga dalam bentuk perdebatan sehingga metode seperti ini kurang serasi dengan
ketenangan dan rasa keagungan yang harus ada pada sebagian
pengunjung-pengunjung masjid.
Abuddin
Nata menjelaskan bahwa di dalam al-Qur’an tidak ada satu pun kata yang secara
langsung menunjukkan pada arti sekolah (madrasah). Akan tetapi sebagai akar
dari kata madrasah, yaitu darasa di dalam al-Qur’an dijumpai sebanyak 6 kali.
Kata-kata darasa tersebut mengandung pengertian yang bermacam-macam, di
antaranya berarti mempelajari sesuatu (Q.S. 6: 105); mempelajari Taurat (Q.S.
7: 169); perintah agar mereka (ahli kitab) menyembah Allah lantaran mereka
telah membaca al-Kitab (Q.S. 3: 79); pertanyaan kepada kaum Yahudi apakah
mereka memiliki kitab yang dapat dipelajari (Q.S. 68: 37); informasi bahwa
Allah tidak pernah memberikan kepada mereka suatu kitab yang mereka pelajari (baca)
(Q.S. 34: 44); dan berisi informasi bahwa al-Quran ditujukan sebagai bacaan
untuk semua orang (Q.S. 6: 165). Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa
kata-kata darasa yang merupakan akar kata dari madrasah terdapat dalam
al-Qur’an. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan madrasah (sekolah) sebagai
tempat belajar atau lingkungan pendidikan sejalan dengan semangat al-Qur’an
yang senantiasa menunjukkan kepada umat manusia agar mempelajari sesuatu.
Di
Indonesia, lembaga pendidikan yang selalu diidentikkan dengan lembaga
pendidikan Islam adalah pesantren, madrasah—Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA)—dan sekolah milik organisasi Islam
dalam setiap jenis dan jenjang yang ada, termasuk perguruan tinggi seperti IAIN
dan STAIN. Semua lembaga ini akan menjalankan proses pendidikan yang
berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah dibangun dalam sistem pendidikan
Islam.
3.Lingkungan Masyarakat
Masyarakat
sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses
pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam
akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh
karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam
mendidik generasi muda tersebut.
Menurut
an-Nahlawi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya
melakukan beberapa hal, yaitu: pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat
sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran/amar ma’ruf nahi munkar (Qs.
Ali Imran/3: 104); kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap
anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam
mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik
anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut
menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman,
hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun
dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan
hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan
kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh
karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu.
Ibn
Qayyim mengemukakan istilah tarbiyah ijtimaiyah atau pendidikan kemasyarakatan.
Menurutnya tarbiyah ijtimaiyah yang membangun adalah yang mampu menghasilkan
individu masyarakat yang saling mencintai sebagian dengan sebagian yang
lainnya, dan saling mendoakan walaupun mereka berjauhan. Antara anggota
masyarakat harus menjalin persaudaraan. Dalam hal ini, ia mengingatkan dengan
perkataan hikmah “orang yang cerdik ialah yang setiap harinya mendapatkan teman
dan orang yang dungu ialah yang setiap harinya kehilangan teman”.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai lingkungan
pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses
pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus
bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh
karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih
lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang
buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat
yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah.
Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat
yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu
pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu
memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan
terselenggaranya pendidikan tersebut.
Berpijak
dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan
berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan
rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan
kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya.
Mengingat
pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pendidikan, maka setiap individu
sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi
keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia
sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community basid
education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan
lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan
bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal.
4.Rekomendasi
Untuk
mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka ketiga lembaga atau lingkungan
pendidikan di atas perlu bekerja sama secara harmonis. Orang tua di tingkat
keluarga harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya, terutama dalam aspek
keteladanan dan pembiasaan serta penanaman nilai-nilai. Orang tua juga harus
menyadari tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya tidak sebatas taat
beribadah kepada Allah semata, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah khusus
lainnya, akan tetapi orang tua juga memperhatikan pendidikan bagi anaknya
sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada dalam Islam. Termasuk di antaranya
mempersiapkan anaknya memiliki kemampuan/keahlian sehingga ia dapat menjalankan
hidupnya sebagai hamba Allah sekaligus sebagai khalifah fil ardhi serta
menemukan kebahagiaan yang hakiki, dunia akhirat. Selain itu, orang tua juga
dituntut untuk mempersiapkan anaknya sebagai anggota masyarakat yang baik,
sebab, masyarakat yang baik berasal dari individu-individu yang baik sebagai
anggota dari suatu komunitas masyarakat itu sendiri. Mengenai hal ini, Allah
SWT juga telah menegaskan:
إِنَّ
اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. ar-Ra’du/13: 11)
Menyadari
besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak, maka orang tua juga
seyogyanya bekerja sama dengan sekolah atau madrasah sebagai lingkungan
pendidikan formal untuk membantu pendidikan anak tersebut. Dalam hubungannya
dengan sekolah, orang tua mesti berkoordinasi dengan baik dengan sekolah
tersebut, bukan malah menyerahkan begitu saja kepada sekolah. Sebaliknya, pihak
sekolah juga menyadari bahwa peserta didik yang ia didik merupakan amanah dari
orang tua mereka sehingga bantuan dan keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan.
Kemudian sekolah juga harus mampu memberdayakan masyarakat seoptimal mungkin,
dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan yang diterapkan.
Begitu
pula masyarakat pada umumnya, harus menyadari pentingnya penyelenggaraan
pendidikan yang dimulai dari tingkat keluarga hingga kepada sekolah serta
lembaga-lembaga pendidikan non formal lainnya dalam upaya pencerdasan umat.
Sebab antara pendidikan dengan peradaban yang dihasilkan suatu masyarakat
memiliki korelasi positif, semakin berpendididikan suatu masyarakat maka
semakin tinggi pula peradaban yang ia hasilkan; demikian sebaliknya.
Jadi,
dibutuhkan pendidikan terpadu antara ketiga lingkungan pendidikan tersebut.
Dengan keterpaduan ketiganya diharapkan pendidikan yang dilaksanakan mampu
mewujudkan tujuan yang diinginkan. Pendidikan terpadu seperti inilah yang
diinginkan dalam perspektif pendidikan Islam. Bahkan prinsip integral (terpadu)
menjadi salah satu prinsip dalam sistem pendidikan Islam. Prinsip ini tentu
tidak hanya keterpaduan antara dunia dan akhirat, individu dan masyarakat, atau
jasmani dan rohani; akan tetapi keterpaduan antara lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat juga termasuk di dalamnya.
D.Penutup
Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan sangat berperan
dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, sebab lingkungan yang juga dikenal
dengan institusi itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum
lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Keluarga
yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga
ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya
secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan
turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut.
Sementara
sekolah atau madrasah juga berperan penting dalam proses pendidikan. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang
menyandang amanah dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan
pendidikan yang profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik
pendidikan Islam. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan
keahlian bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu
sendiri.
Begitu
pula masyarakat, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang
nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif
dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya,
ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis
sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan ajaran Islam.
Dengan keterpaduan seperti itu, diharapkan amar ma’ruf nahi munkar dalam
komunitas masyarakat tersebut dapat ditegakkan sehingga terwujudlah masyarakat
yang diberkahi dan tatanan masyarakat yang baldatun tayyibatun wa rabbun
ghafur.
Loading...
1 Response to "Analisi Filosofis Lingkungan Pendidikan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam"
Sangat bermanfaat dan bermutu tulisan ini pak!
Post a Comment