Dalam
menentukan orang-orang yang berhak menjadi wali bagi seorang mempelai wanita,
maka perlu memperhatikan tertib-tertib para wali (tartibul awliya'),
yang dengan itu bisa dikategorikan macam-macam wali :
1. Wali
nasab, yaitu wali nikah karena ada hubungan nasab dengan calon isteri yang akan
nikah.
2. Wali
mu’tiq, yaitu wali nikah karena memerdekakan wanita yang akan menikah. Wali
mu’tiq baru berhak menjadi wali nikah kalau wali nasab sudah tidak ada.
3. Wali
hakim, yaitu wali nikah yang dilakukan oleh penguasa terhadap wanita yang wali
nasabnya karena sesuatu hal tidak ada, baik karena tidak punya, karena sudah
meninggal, atau karena menolak menjadi wali .
4. Wali
muhakkam, yaitu wali nikah yang diangkat oleh kedua calon mempelai untuk
menikahkannya karena tidk ada wali nasab, tidak ada wali mu’tiq, dan tidak ada
wali hakim.
Dari
ke empat macam wali tersebut, di Indonesia hanya berlaku dua, yaitu wali nasab
dan wali hakim, hal ini bisa kita dapatkan pada kompilasi hokum Islam Indonesia
bagian III, pasal 20, ayat ke 2, yang hanya menggolongkan wali nikah kepada
nasab dan hakim,
Wali nasab
Adapun
urutan wali nasab dalam kompilasi hokum Islam pada bagian III pasal ke 21,
tidak jauh berbeda dengan urutan yang diberikan oleh Jumhur ulama, hanya, dalam
pembagiannya, hukum kompilasi membagi menjadi empat bagian dengan memasukkan
kerabat paman pada urutan ke tiga, dan membedakannya dengan saudara laki-laki
kandung kakek, lebih jelasnya akan kami paparkan urutan wali nasab sesuai yang tertulis
dalam kompilasi hokum Islam:
1.
Kelompok
kerabat laki-laki garis lurus ke atas yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan
seterusnya
2.
Kelompok
saudara laki-laki sekandung atau se ayah dan keturunan laki-laki mereka
3.
Kelompok
kerabat pamam. Yaitu saudara laki-laki ayah sekandung atau se ayah dan
keturunan laki-laki mereka
4.
Kelompok
saudara laki-laki kakek. Sekandung atau se ayah dan keturunan laki-laki mereka
Adapun urut-urutan wali nasab menurut jumhur ulama adalah
sebagai berikut:
a. Laki-laki
yang menurunkan calon isteri dari arah bapak, yaitu: (1) Bapak, (2) Kakek
(ayahnya ayah) dst ke atas
b. Laki-laki
keturunan bapak, yaitu: (1) Saudara laki-laki sekandung, (2) Saudara laki-laki
seayah, (3) anak laki-laki dari saudara sekandung, (4) anak laki-laki dari
saudara laki-laki sebapak dst ke bawah
dengan catatan dalam hal sama derajatnya didahulukan yang sekandung
c. Laki-laki
keturunan kakek, yaitu (1) paman (saudaranya ayah) sekandung, (2) paman
(saudaranya ayah) sebapak, (3) anak laki-laki paman sekandung, (4) anak
laki-laki paman seayah dst ke bawah dengan catatan dalam hal sama derajatnya
didahulukan yang sekandung
Wali nasab yang lebih
dekat kepada calon isteri disebut wali aqrab (الولىّ القريب) sedangkan yang lebih jauh dari wali aqrab disebut wali ab’ad (الولىّ الابعد), Selama ada wali aqrab,
maka wali ab’ad tidak berhak menjadi wali, hal
ini pun sesuai dengan ketentuan kompilasi hokum Islam pada bagian dan pasal
yang sama dengan menambahakan penjelasan, apabila dalam satu kelompok, derajat
kekerabatannya sama, yaitu sekandung atau se ayah, maka mereka sama-sama berhak
menjadi wali nikah dengan mengutamakan yang lebih tua dan yang memenuhi
syarat-syarat wali.
Di
dalam bahan ajar fiqih munakahat semester empat putm, dijelaskan pula bahwa, Hak
perwalian berpindah dari wali aqrab kepada wali ab’ad apabila:
(1) wali
aqrab tidak beragama Islam, sedangkan calon isteri beragama Islam
(2) wali
aqrab orang fasik
(3) wali
aqrab belum balig
(4) wali
aqrab gila
(5)
wali aqrab bisu
dan tuli yang tidak bisa diajak bicara dengan isyarat dan tidk bisa menulis.
Wali hakim
Di dalam buku hukum
perkawinan Islam, KH Ahmad Azhar Basyir menjelaskan bahwa wali yang lebih jauh
hanya berhak menjadi wali apabila wali yang lebih dekat tidak ada atau tidak
memenuhi syarat wali. Apabila wali yang lebih dekat sedang bepergian atau tidak
ada di tempat, maka wali yang jauh hanya dapat menjadi wali apabila mendapat
kuasa dari wali yang lebih dekat tersebut. Apabila pemberian kuasa dari wali
dekat tidak ada, maka perwalian pindah kepada sultan (kepala Negara) atau yang
diberi kuasa oleh kepala Negara, yang disebut sebagai wali hakim.
Dalam kompilasi hokum Islam bagian III
pasal 23, lebih di spesifikasi, bahwa perwalian berpindah pada wali hakim
dengan dua ketentuan:
·
apabila bila
wali nasab tidak ada atau tidak mungkin hadir atau tidak diketahui tempat
tinggalnya atau enggan menjadi wali
·
dalam hal wali
nasab enggan, maka wali hakim baru bisa bertindak setelah adalah keputusan
pengadilan mengenai hal tersebut
setelah mengetahui
beberapa sebab yang ada, maka akan didapatkan segi perbedaan antara apa yang di
jelaskan oleh KH Ahmad Azhar Basyir dan apa yang tertulis di dalam kompilasi hukum
Islam, dimana dalam kompilasi tidak menyebutkan wali yang jauh -termasuk dalam
kategori wali nasab- bisa menjadi pengganti wali yang dekat apabila ada izin
dari wali yang dekat ketika ia berhalangan hadir.
Dalam bahan ajar fiqih munakahat
semester 4 putm, di jelaskan beberapa ketentuan berpindahnya perwalian kepada
wali hakim dengan lebih terperinci dan penggolongannya lebih banyak, sehingga
terdapat penambahan ketentuan berpindahnya perwalian, diantaranya : 1, Walinya sendiri yang akan menikah padahal wali yang sederajat
tidak ada 2, Walinya sakit pitam/ayan 3, Walinya dipenjara dan
tidak dapat ditemui 4,
Walinya dicabut haknya menjadi wali oleh Negara (mahjur ‘alaih( 5, Walinya bersembunyi/tawari 6,
Walinya ta’azzuz (sombng dan bermahal diri) .
Wali mujbir
Di antara wali nasab
yang telah di jelaskan tadi, ada yang berhak memaksa dibawah perwaliannya untuk
dikawinkan dengan laki-laki tanpa izin gadis bersangkutan. Wali yang mempunyai
hak memaksa itu disebut sebagai wali mujbir. Wali mujbir hanya terdiri dari
ayah dan kakek (bapak dan seterusnya ke atas) yang dipandang paling besar rasa
kasih sayangnya kepada perempuan dibawah perwaliannya. Selain mereka tidak berhak
ijbar.
Pada dasarnya,
istilah wali mujbir dan keberadaannya sebagai hal yang disyariatkan masih
menjadi perselisihan ulama, sehingga didalam kompilasi hokum islam sendiri
tidak tertuliskan. Dan dalam buku hukum perkawinan Islam karangan KH Ahmad
Azhar Basyir, wali mujbir ini di golongkakan sebagai wali nikah, dengan
beberapa syarat yang akan diterangkan lebih lanjut, sementara pada buku fiqih
Islam karangan H, sulaiman Rasjid, tidak menyebutkan secara jelas tentang wali
mujbir, hanya memberikan keterangan tentang adanya keistimewaan wali ayah dan
kakek dalam menikahkan anak gadisnya yang perawan juga dengan beberapa
ketentuan.
Loading...
0 Response to "Macam-macam dan Tertib Wali Nikah"
Post a Comment