Telah dinyatakan sebelumnya, bahwa salah satu perselisihan dalam
hal wali nikah ini adalah, apakah disyariatkan adanya wali mujbir atau tidak?
Ulama dari kalangan Hadawiyah dan Hanafiyah berpendapat tidak
adanya wali mujbir berdasarkan hadits:
سنن أبي داود ـ
محقق وبتعليق الألباني - (2 / 195
2098 - حَدَّثَنَا عُثْمَانُ
بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ
عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ
النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَتْ أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِىَ كَارِهَةٌ
فَخَيَّرَهَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-.
Dan juga lafadzh hadits yang terdapat dalam sohih muslim وَالْبِكْرُ يَسْتَأْذِنُهَا أَبُوهَا .
Sedangkan imam Ahmad, Ishaq dan Syafi'I berpendapat bahwa seorang
bapak dapat memaksa anaknya yang perawan dan sudah baligh, mereka berdasarkan
pemahaman yang bisa didapatkan dari lafadzh hadits الثَّيِّبُ أَحَقُّ
بِنَفْسِهَا, dari sini dapat dipahami dengan pola mafhum mukholafah, yaitu
jika seorang janda lebih berhak atas dirinya, maka seorang perawan berbeda,
walinya lebih berhak atas dirinya. Namun pernyataan ini ditolak karena
pemahaman tidak bisa di gunakan ketika telah ada mantuq atau nash yang datang
bersamanya, dan sekiranya kita mengambil keumuman lafadzh al-Wali disitu, maka
tidak selaykanya kita mengharuskan hak memaksa itu hanya untuk ayah saja.
Al-Baihaqi berpendapat untuk menguatkan pendapat syafi'I bahwa
hadits Ibnu Abbas yang dijadikan dalil oleh orang yang meniadakan wali mujbir
sebenarnya bercerita tentang seorang bapak yang menikahkan anaknya dengan
seorang yang tidak sekufu, maka tentunya hal itu tidak dibolehkan, bukan
berarti seorang bapak tidak bisa menjadi wali mujbir.
Analsis: setelah membaca dan memahami dua pendapat dan dasar serta
cara pengambilan dalilnya maka dapat diketahui sebab dari perselisihannya
adalah perbedaan pandangan dalam sudut pandang pengambilan kemashlahatan, bagi
yang mengharamkan adanya wali mujbir mereka berdasarkan kemashlahatan wanita
yang jika dipaksa maka bisa jadi dia tidak menikah dengan seorang lelaki yang
tidak ia cintai dan itu tentunya akan mempengaruhi keharmonisan dalam rumah
tangga, sedangkan yang menyatakan bahwa seorang bapak dapat menjadi wali mujbir
bagi anaknya yang perawan dan balig karena mempertimbangkan kepolosan dan
kurangnya pertimbangan anak tersebut dalam memilih calon suami, sehingga perlu
adanya intervensi dari pihak wali dalam hal ini bapak demi kebaikan anaknya.
Dari sini maka penulis menganggap pengkompromian yang dilakukan
oleh KH Azhar Basyir dalam hal ini merupakan tindakan yang tepat dan jalan
tengah yang baik, dimana seorang wali mujbir yang mengawinkan perempuan gadis
dibawah perwaliannya tanpa izin gadis bersangkutan disyaratkan:
2. antara wali
mujbir dan wanita tidak ada permusuhan
3. antara gadis
dan laki-laki dan calo suami tidak ada permusuhan
4. calon suami
harus sanggup membayar maskawin tunai
5.
laki-laki pilihan wali akan dapat memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap istri
dengan baik, dan tidak terbayang akan berbuat hal yang mengakibatkan
kesengsaraan istri.
Loading...
2 Responses to "Wali Mujbir bagi Gadis Perawan"
waaaah banyak sekali info pernikahan disini
menarik sob
@materi kuliah iya mas terimah kasih kunjungannya
Post a Comment