Makalahkuliah.com Postingan ini merupakan kelanjutan dari postingan sebelumnya tentang pengenalan poligami di masa islam, jika ingin membcanya silahkan KLIK. semoga artikel ini bermanfaat bag pembaca.
Syarat yang ditentukan Islam untuk poligami ialah terpercayanya
seorang muslim terhadap dirinya, bahwa dia sanggup berlaku adil terhadap semua
isterinya baik tentang soal makannya, minumnya, pakaiannya, rumahnya, tempat
tidurnya maupun nafkahnya. Siapa yang tidak mampu melaksanakan keadilan ini,
maka dia tidak boleh kawin lebih dari seorang.
Firman Allah:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Keadilan yang dimaksud dalam surat An-nisa ayat 3 tersebut tidak
bertentangan dengan firma Allah dalam surat yang sama ayat 129.
“Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa:129)
Kalau ayat tersebut seolah-olah bertentangan dalam masalah belaku
adil, pada ayat 3 surat An-Nisa diwajibkan berlaku adil, sedangkan pada ayat 129
meniadakan berlaku adil. Pada hakikatnya kedua ayat tersebut tidaklah
bertentangan karena yang dituntut di sini adalah adil dalam masalah lahiriah
bukan kemampuan manusia. Berlaku adil yang ditiadakan dalam ayat di atas dalah
adil dalam masalah cinta dan kasih saying.
Abu Bakar bin Araby mengatakan bahwa memang benar apabila keadilan
dalam cinta itu berada di luar kesanggupan manusia. Sebab, cinta itu adanya
dalam genggaman Allah swt. yang mampu membolak-balikkannya menurut
kehendak-Nya. Begitu juga dengan bersetubuh, terkadang ia bergairah dengan
istri yang satu, tetapi tidak begitu dengan istri yang lainnya. Dalam hal ini
apabila tidak sengaja, maka ia tidak terkena dosa karena berada di luar
kemampuannya. Oleh karena itu, ia tidaklah dipaksa untuk melakukannya
Dan Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa mempunyai isteri dua, tetapi dia lebih cenderung
kepada yang satu, maka nanti di hari kiamat dia akan datang menyeret salah satu
lambungnya dalam keadaan jatuh atau miring." (Riwayat Ahlulsunan, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Yang dimaksud cenderung atau condong yang diancam oleh hadis
tersebut, ialah meremehkan hak-hak isteri, bukan semata-mata kecenderungan
hati. Sebab kecenderungan hati termasuk suatu keadilan yang tidak mungkin dapat
dilaksanakan. Oleh karena itu Allah memberikan maaf dalam hal tersebut.
Dari ayat dan hadits di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa
salah satu syarat seseorang diperbolehkan poligami dalam Islam adalah adil
namun adil yang dimaksud di sini adalah adil dalam giliran, pakaian, rumah,
dll. Bukan adil dalam hal perasaan sebagaimana yang dituntut oleh para feminis
karena sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nisa ayat 129 di atas bahwa
kita tidak akan mampu untuk berlaku adil dalam hal perasaan. Bahkan ibunda kaum
muslimin Aisyah pernah cemburu terhadap Rasulullah karena Rasul masih mencintai
istri beliau yang pertama yaitu Khodijah binti khuwailid. Namun demikian bukan
berarti kita tidak diperintahkan untuk berbuat adil dalam hal perasaan terhadap
istri-istri kita bahkan kita diwajibkan untuk berusaha berbuat adil kepada
mereka. Oleh karena itu pula setelah Rasulullah membagi atau menggilir dan
melaksanakan keadilannya, kemudian beliau berdoa:
"Ya Allah! Inilah giliranku yang mampu aku lakukan. Maka
janganlah Engkau siksa aku berhubung sesuatu yang Engkau mampu laksanakan
tetapi aku tidak mampu melaksanakan."
(Riwayat Ashabussunan)
Selain itu yang sudah menjadi syarat paling utama dalam
pertimbangan poligami adalah masalah kemampuan finansial. Biar bagaimana pun
ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama
kali terlintas di kepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan
hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak berhenti sekedar
bisa memberi makan dan minum untuk isteri dan anak, tapi lebih dari itu,
bagaimana dia merencakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah
pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya. Ketentuan keadilan
sebenarnya pada garis-garis umum saja. Karena bila semua mau ditimbang secara
detail pastilah tidak mungkin berlaku adil secara empiris. Karena itu dibuatkan
garis-garis besar seperti maslaah pembagian jatah menginap. Menginap di rumah
isteri harus adil. Misalnya sehari di isteri tua dan sehari di isteri muda.
Yang dihitung adalah malamnya atau menginapnya, bukan hubungan seksualnya.
Karena kalau sampai hal yang terlalu mendetail harus dibuat adil juga, akan
kesulitan menghitung dan menimbangnya.
Selain itu ada
juga syarat-syarat poligami dalam kondisi tertentu seperti:
·
Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya
·
Istri memiliki cacat badan yang tidak bisa
disembuhkan
·
Istri tidak dapat melahirkan
·
Ada persetujuan dari pihak istri
s Terimah kasih telah membaca artikel tentang Persyaratan poligami dalam islam, jika berminat membaca artikel lain, silahkan klik: Keselahan dalam pelaksanaan Poligami, asal mula poligami dalam islam, Hikmah poligami dalam islam, dan poligami dalam Kompilasi hukum islam.
Loading...