Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi, telah membawa dampak berarti pada perubahan sendi-sendi etika umat Islam. Era globalisasi memiliki potensi untuk merubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat baik dibidang politik, ekonomi, sosial budaya, bahkan dibidang pertahanan dan keamanan. Disamping itu tingkat kemiskinan dan kesengsaraan umat Islam semakin meningkat, yang berakses bagi timbulnya berbagai problem sosial dan keagamaan. Berbagai penyakit masyarakat seperti pencurian, perampokan, penodongan, korupsi, pelanggaran HAM dan sejenisnya merupakan problema mendasar umat Islam saat ini. Ekses yang sangat mendasar dari problema tersebut adalah timbulnya pendangkalan iman, sebagaimana disinyalir dalam sebuah ungkapan “Hampir Saja kefakiran itu menjadi kekafiran“.
Dalam menghadapi serbuan bermacam-macam nilai, keagamaan, pilihan hidup dan sejumlah janji-janji kenikmatan duniawi, dakwah diharapkan bisa menjadi suluh dengan fungsi mengimbangi dan pemberi arah dalam kehidupan umat.
Dakwah ke depan menempatkan perencanaan dan strategi yang tepat dengan merujuk
kepada metode dakwah Rasulullah SAW. Para intelektual muslim dapat merumuskan konsep
dan metode dakwah untuk generasi muda, orang dewasa atau objek dakwah bagi berbagai lapisan masyarakat yang tingkat pemahaman keagamaannya tergolong rendah atau sebaliknya bagi masyarakat yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi, sehingga materi dakwah sesuai dengan objeknya.
Problematika Dakwah Masa Kini
Metode dakwah Rasulullah SAW pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui pendekatan kolektif seperti yang dilakukan saat berdakwah ke Thaif dan pada musim haji. Ada yang berpendapat bahwa berdakwah itu hukumnya fardhu kifayah, dengan menisbatkan pada lokasi-lokasi yang didiami para dai dan muballigh. Artinya, jika pada satu kawasan sudah ada yang melakukan dakwah, maka dakwah ketika itu hukumnya fardhu kifayah. Tetapi jika dalam satu kawasan tidak ada orang yang melakukan dakwah padahal mereka mampu, maka seluruh penghuni kawasan itu berdosa di mata Allah. Dengan demikian sebenarnya dakwah merupakan kewajiban dan tugas setiap individu. Hanya dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi di lapangan.
Jadi pada dasarnya setiap muslim wajib melaksanakan dakwah Islamiyah, karena merupakan tugas ‘ubudiyah dan bukti keikhlasan kepada Allah SWT. Penyampaian dakwah Islamiyah haruslah disempurnakan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga cahaya
hidayah Allah SWT tidak terputus sepanjang masa. Para rasul dan nabi adalah tokoh-tokoh dakwah yang paling terkemuka dalam sejarah umat manusia, karena mereka dibekali wahyu dan tuntunan yang sempurna. Dibanding mereka, kita memang belum apa-apa. Akan tetapi sebagai dai dan muballigh, kita wajib bersyukur karena telah memilih jalan yang benar, yakni bergabung bersama barisan para rasul dan nabi dalam menjalankan misi risalah Islamiyah. Konsekuensi dari pilihan itu kita harus senantiasa berusaha mengikuti jejak para nabi dan rasul dalam menggerakkan dakwah, amar ma‟ruf nahi munkar, dalam kondisi dan situasi bagaimanapun.
Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika.
Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keping-keping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya.
Kemaksiatan itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam, yang semua itu diawali dengan penjualan dan pendangkalan budaya moral dan rasa malu.
Tidak asing lagi, akhirnya di negeri yang berbudaya, beradat dan beragama ini, kemaksiatan yang berhubungan dengan apa yang dinamakan sex industry juga mengalami kemajuan, terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai kawasan, hingga menjamah wilayah yang semakin luas dan menjarah semakin banyak generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri dan miskin iman dan ilmu. Hal yang terakhir ini semakin buruk dan mencemaskan perkembangannya karena hampir-hampir tidak ada lagi batas antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang tak kenal batas. Ledakan-ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja. Kita harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit korban yang berjatuhan yang membuat kemuliaan Islam semakin terancam dan masa depan generasi muda semakin suram. Apabila kita tetap lengah dan terbuai oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, ketika itu pula secara perlahan kita meninggalkan petunjuk-petunjuk Allah yang sangat diperlukan bagi hati nurani setiap kita. Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya. Bertolak dari faktor-faktor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan berlarut-larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu. Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais,MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, menawarkan lima „Pekerjaan Rumah‟ yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif.
Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.
Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.
Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), biliqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions,speak louder than word.
Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.
Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat „invasi‟ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria. Menyimak uraian-uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dimenej kembali dengan manajemen dakwah yang profesional dan dihendel oleh tenaga-tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. Mengingat potensi umat Islam yang potensial masih sangat terbatas, sementara kita harus mengakomodir segenap permasalahan dan tantangan yang muncul, maka ada baiknya kita coba memilih dan memilah mana yang tepat untuk diberikan skala prioritas dalam penanganannya, sehingga dana, tenaga, dan fikiran dapat lebih terarah, efektif, dan produktif dalam penggunaanya.
Metode Dakwah
Metode dakwah adalah cara mencapai tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip-prinsip metode dakwah harus mencermati firman Allah Swt, dan Hadits Nabi Muhammad Saw :
ادْعُ إِلَ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَىْػِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَن
“ Serulah [ manusia ] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …….“ [ Q.S. An-Nahl 16: 125 ].
Dari ayart tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah hasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama‟ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :
a. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.
b. Metode mau‟izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.
c. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling
tolong-menolong dalam mencapai kebenaran. Demikianlah antara lain pendapat sebagaian Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].
Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;
a. Metode dengan tangan [bilyadi], tangan di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
b. Metode dakwah dengan lisan [billisan], maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad‟u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.
c. Metode dakwah dengan hati [bilqolb], yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad‟u dengan tulus, apabila suatu saat mad‟u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da‟I atau muballigh, maka hati da‟i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Selain dari metode tersebut, metode yang lebih utama lagi adalah bil uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW banya ditentukan oleh akhlaq belia yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam kehidupan sehar-hari.
Aplikasi Metode Dakwah
Ketiga metode dakwah tersebut diaplikasikan dalam berbagai pendekatan, diantaranya yaitu :
a. Pendekatan Personal; pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i dan mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima dan biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh mad’u akan langsung diketahui.
b. Pendekatan Pendidikan; pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan dengan masuknya Islam kepada kalangan sahabat. Begitu juga pada masa sekarang ini, kita dapat melihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga-lembag pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak Islam ataupun perguruan tinggi yang didalamnya terdapat materi-materi keislaman.
c. Pendekatan Diskusi; pendekatan diskusi pada era sekarang sering dilakukan lewat berbagai diskusi keagamaan, da‟i berperan sebagai nara sumber sedang mad’u berperan sebagai undience.
d. Pendekatan Penawaran; cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa paksaan sehingga mad‟u ketika meresponinya tidak dalam keadaan tertekan bahkan ia melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling dalam.
e. Pendekatan Misi; maksud dari pendekatan ini adalah pengiriman tebaga para da‟i ke daerah-daerah di luar tempat domisisli.
Konklusi
Melihat persoalan ummat Islam di atas, nampaknya dakwah Islam harus dilakukan dengan upaya yang seriaus dan tidak hanya cukup dilakukan dengan dakwah bil lisan, dakwah yang dibutuhkan adalah kerja nyata yang mampu menimbulkan perubahanperubahan sosial kemasyarakatan dan mampu memberikan solusi bagi permasalahan umat.
Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk agar kita tidak salah pilih dan tidak terlambat, insya Allah.
Loading...
0 Response to "SOLUSI UNTUK MENGHADAPI PROBLEMATIKA DAKWAH MASA KINI Oleh : Mad Rois"
Post a Comment