لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
"Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. (at-Tin: 4)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia
dalam bentuk makhluk yang paling
sempurna dari segi bentuk dan rupanya.[1] setiap manusia yang dilahirkan di bumi adalah
makhluk terbaik di antara ratusan juta pesaing lainnya yang akan lahir ke muka
bumi.
Setiap orang yang lahir ke muka bumi akan berjuang
berlomba-lomba menghadapi ratusan juta
pesaing lainnya untuk sampai ke tempat tujuan (ke tuba faloppi atau oviduk)
untuk dapat mencapai induk telur. Dengan tak kenal lelah mereka berenang
beberapa milimeter untuk melewati perjalanan yang penuh dengan mortalitas yang
tinggi. Dalam perjalanan sperma menuju
indung telur ini hanya beberapa ribu yang dapat menyelesaikan perjalanan dan
dari ribuan ini hanya satu sperma yang akan berhasil memasuki telur dan
membuahinya.[2]
jika manusia menyadari kejadian ini dengan memperhatikan dan mengambil ibroh
dibalik kejadian tersebut, sudah seharusnya setiap individu merasa bangga akan dirinya dan memiliki
kepercayaan diri karena merupakan makhluk terbaik dan terpilih di antara
ratusan juta lainnya untuk menjalankan amanah sebagai khalifah Allah.
Ayat berikut yang memerintahkan manusia untuk
memperhatikan proses penciptaan
dengan menunjukkan tentang proses
penciptaan manusia:
فَلْيَنْظُرِ
الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ(5)خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ(6)يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ
الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ
Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari
air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.(at-Thariq:
5-7)
Dalam menafsirkan ayat ini,
Muhammad Abduh menafsirkan bahwa ia merupakan bukti kebenaran dalam ayat
sebelumnya yang menyatakan bahwa manusia senantiasa dijaga dan diperhatikan
oleh Allah. Hal ini mengingat bahwa "air yang memancar" adalah salah
satu benda cair yang tidak ada terlukis atau terbentuk di dalamnya pelbagai
peralatan yang mengandung fungsi kehidupan, seeperti yang aa dalam berbagai
anggota tubuh. Namun, "cairan ini" ternyata dapat tumbuh menjadi
suatu makhluk yang sempurna, yaitu manusia yang penuh dengan kehidupan, akal
dan persepsi, serta memiliki potensi untuk melaksanakan kekhalifahan di muka
bumi. Pembentukan dan penentuan kadar masing-masing komponen yang ada padanya,
serta penciptaaan pelbagai anggota tubuh yang di dalamnya ditanamkan potensi
tertentu, sehingga dengan itu ia mampu melaksanakan fungsinya, kemudian
ditambah lagi dengan akal serta daya persepsi: semua itu tidak mungkin
dibiarkan tanpa ada "penjaga" yang mengawasi serta mengaturnya yaitu
Allah.[3]
Atau ayat ini dapat bermakna sebagai penegas ayat
sebelumnya: "apabila telah engkau ketahui bahwa setiap jiwa pasti ada
pengawasnya maka wajib atas setiap manusia untuk tidak menelantarkan dirinya
sendiri." Wajiblah ia berpikir tentang kejadian dirinya serta bagaimana
awal mula kejadiannya. Agar ia dapat menyimpulkan bahwa Allah yang kuasa
menciptakannya sejak pertama kali, pasti kuasa pula untuk membangkitkannya lagi
kelak. Kesadaran seperti itu akan mendorong dirinya untuk melakukan amal-amal
saleh dan berperilaku sebaik-baiknya, serta menjauhkan diri dari pelbagai jalan
kejahatan. Sebab mata Sang Pengawas tak lengah sedikitpun.[4]Kesadaran
seperti inilah yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk mengetahui
hakikat dirinya agar mampu melakukan tindakan sesuai apa yang diperintahkan
oleh sang penciptanya.
[1] Tafsir Ibnu
Katsir, Sakhr Software.
[2] John W Kimball,
Biologi (Jakarta :
Erlangga,) hal.375.
[3] Muhamad Abduh,
Tafsir Juz Amma, (Bandung: Mizan,1999) hal.123.
[4] Ibid.
Loading...
0 Response to "Manusia Sebagai Makhluk Terbaik"
Post a Comment