Penciptaan adalah proses mewujudkan gagasan dalam pernyataan. Penciptaan
adalah suatu aktivitas yang sangat menentukan bagi adanya eksistensi.
Eksistensi Tuhan sepenuhnya melekat pada penciptaan, karenanya dalam ciptaan
Tuhan termuat eksistensi diri Tuhan. Kesempurnaan dan keteraturan serta
keseimbangan yang terkandung dalam ciptaan Tuhan adalah merupakan wujud bagi
kesempurnaan Tuhan. Sedangkan penciptaan bagi manusia adalah aktivitas yang
menenukan eksistensinya di dunia ini. [1]
Dalam Al-Qur’an penciptaan
manusia disebutkan dengan memakai kata khalaqa yang artinya menciptakan atau pembentuk. kata khalaqa menunjuk pada
pengertian menciptakan sesuatu yang baru, tanpa ada contoh terlebih dahulu atau
dapat juga menunjuk pada pengertian sesuatu ketentuan atau ukuran yang tepat.[2]
Dalam Al-Qur’an manusia
disebut dengan berbagai nama antara lain : al-basyar, al-insan,
bani adam,al-ins, abdillah dan khalifatullah.[3] Dibawah ini akan diuraikan pengertian manusia dalam berbagai kata dan
istilah yang dipakai dalam Al-Qur’an.
a) Konsep Al-Basyar
Manusia dalam konsep al-basyar, dipandang dari pendekatan biologis pada hakikatnya tidak berbeda dengan
makhluk lain yang terdiri dari unsur biotik lainnya walupun strukturnya
berbeda.[4]
Manusia memerlukan makanan
dan mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan
dan kedewasaan.selain itu manusia memerlukan pasangan hidup untuk melanjutkan
keturunanya.
b) Konsep Al-Insan
Manusia sebagai makhluk psikis
(al-insan) mempunyai potensi rohani seperti fitrah, kalbu dan akal. Potensi itu
menjadikan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kedudukan tinggi dan berbeda
dengan makhluk lainnya.[5] Apabila manusia tidak menjalankan fungsi
psikisnya ia tidak ubahnya seperti binatang bahkan lebih hina. Selain itu
manusia termasuk makhluk yang lalai, sehingga sering lupa akan tugas dan
tangung jawabnya.[6] sehingga mengakibatkan manusia terjerumus
dalam penderitaan hidup.
c) Konsep Al-Nas
Manusia adalah makhluk sosial, ia diciptakan
sebagai makhluk yang bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan
wanita, kemudian berkembang biak menjadi suku bangsa untuk saling mengenal.[7]
Peranan manusia dititikberatkan pada upaya
untuk menciptakan keharmonisan hidup bermasyarakat. Sedangkan msyarakat dalam
ruang lingkup yang paling sederhana adalah keluarga, hingga keruang lingkup
yang lebih luas yaitu antar negara dan bangsa.
d) Konsep Bani Adam
Manusia selaku bani adam dikaitkan dengan
gambaran peran Nabi Adam As. saat awal diciptakan. Dikala Adam As akan
diciptakan para malaikat seakan mengkhawatirkan kehadiran makhluk
ini. Mereka memperkirakan dengan penciptaannya, manusia akan jadi biang
kerusakan dan pertumpahan darah. Kemudian terbukti bahwa Adam As bersama
istrinya Siti Hawa dikeluarkan karena terjebak hasutan setan.
Mengacu dari latar belakang penciptaannya,
tampak manusia selaku bani Adam memiliki peluang untuk digoda setan.namun lebih
dari itu konsep Bani Adam dalam bentuk menyeluruh menitikberatkan pada upaa
pembinaan hubungan persaudaraan antara sesama manusia. Menyatukan visi bahwa
manusia pada hakikatnya berawal dari nenek moyang yang sama, yaitu Nabi Adam
As. dengan demikian apapun latar belakang sosial kultural, agama, bangsa
dan bahasa harus dihargai dan dimuliakan.[8]
e) Konsep Khalifatullah
Hakikat penciptaan manusia dimuka bumi
salah satunya adalah sebagai khalifatullah dalamhal ini Al-Qur’an menegaskan :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Q.S. Al-Baqaroh : 30)
Manusia sebagai khalifah Allah fi al-ardi menjadi wakil Tuhan di
muka bumi, yang memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi.[9]
Sebagai wakil Tuhan, maka
Tuhan telah mengajarkan kepada manusia tentang kebenaran-kebenaran dalam segala
ciptaan-Nya, dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum
kebenaran yang terkandung dalam ciptaan-nya – semua yang da dalam alam ini –
maka manusia dapat menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk
wujud baru dalam alam kebudayaan.
Tugas kekhalifahan pada
dasarnya dalah tugas kebudayaan yang berciri kreatif agar selalu dapat
menciptakan sesuatu yang batru sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat. Manusia dianugerahkan kelebihan dan kemampuan dalam
hal pengetahuan konseptual (berfikir), kemampuannya menerima pelajaran tentang
nama-nam benda dan kemampuannya menegaskan nama-nama tersebut. Tujuannya adalah
untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup dimuka bumi ini.[10]
f) Konsep Abdillah
Kata ábd disamping mempunyai arti budak,
dalam pengertian negatif, ia juga mengandung pengertian yang positif, yaitu
dalam hubungan antara manusia dengan penciptanya. Seorang hamba Tuhan artinya
orang yang taat dan patuh terhadap perintah-Nya . Kata ‘abid dalam Al-Qur’an dipakai untuk menyebut
semua manusia dan jin.
“ Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melaikan supaya mereka
menyembah-Ku”(Q.S Adz-Zariyat:56).
Kata “ibadah” diartikan sebagai sesuatu kegiatan penyembahan, atau pengabdian kepada
Allah. dalam pengertian sempit, kata ibadah hanya menunjuk pada segala
aktifitas pengabdian yang sudah digariskan oleh syariat Islam, baik bentuknya,
caranya, waktunya serta syarat dan rukunnya.[11]
Sedang
dalam pengertian luas, ibadah tidak hanya terbatas pada hal-hal yang disebutkan
diatas, namun mencakup segala aktivitas pengabdian yang ditujukan kepada Allah
semata.
Ibadah
dalam Islam lebih merupakan amal saleh dan latihan spiritual yang berakar dan
diikat oleh makna yang hakiki dan bersumber dari fitrah manusia. [12]
Dari
beberapa ayat Al-Qur’an diatas, dapat disimpulkan, bahwa hakikat penciptaan
manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah dan juga sebagai ‘abd Allah, bukanlah dua hal yang bertentangan, tetapi merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Kekhalifahannya adalah realisasi dari pengabdiannya kepada Tuhan
yang menciptakannya. Kedudukan manusia sebagai khalifah dan ‘abd pada dasarnya merupakan kesatuan pembentuk kebudayaan. Kebudayaan dibentuk
oleh adanya pemikiran terhadap alam sekitarnya dan pemahaman terhadap
hukum-hukumnya yang kemudian diwujudkan dalam tindakan.[13]
[1] Musa Asy’ari, op.cit, hlm. 55
[2] Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab (Mesir: Dar al-Misriyah
li at-Ta’lif wa at-Tarjamah, 1968),
jilid 1,p.889
[3] Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: Rajawali Press, 2000) hlm. 18
[4] Muhaimin, dan Abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka dasar
Operasionalnya.( Bandung : Tri Genta, 1993) hlm 10
[5] Ibid, hlm. 11
[6] Jalaluddin,Op.Cit. hlm. 21
[7] Ibid, hlm.22
[8] Ibid, hlm. 26
[9] Musa Asy’ari, op.cit. hlm. 43
[10] ibid, hlm 44
[11] Abu Tauhid, op.cit. hlm 28
[12] Abdurrahman An Nahlawy, Pendidikan Islam di Rumah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 62
[13] H. Musa Asyari,op.cit, hlm. 49
Loading...
0 Response to "Konsep Penciptaan Manusia"
Post a Comment