Dalam al-Qur’an kata nashaba beserta derivasinya
disebutkan tidak kurang dari 30 kali. Diantara makna-maknanya yaitu:
“Al-Nashib” diartikan sebagai bagian yang ditetapkan kepada sesuatu tertentu. Dalam al-Qur’an disebutkan:
Makna Asal
Nashaba
berasal
dari kata (نصَب-ينصِب-نصبا), yang berarti meletakkan sesuatu dengan
bermaksud menetapkan. Seperti halnya menancapkan tombak, mendirikan bangunan
dan meletakkan batu.[1]
Kesemuanya mempunayi arti meletakkan dengan bermaksud menetapkan obyek.
Derivasi Makna
1. “النصيب”
adalah batu yang diletakkan diatas sesuatu. Bentuk plural dari kata tersebut
adalah “ نصائب
dan نُصُب”.
Dalam tradisi arab, terdapat
batu (yang kemudian disebut: berhala) yang disembah dan juga dipersembahkan
baginya sesajen. Hal tersebut tidak lain karena berhala (pada saat itu)
diletakkan oleh orang arab sebagai sesuatu yang “sakral”. sebagaimana dalam
al-Qur’an:
Al-Mumtahanah ayat 43 artinya: (yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia),
[4] Al-Maidah ayat 90, yang artinya: (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan pana
2. “al-Nashab”
yang berasal dari ” نصِب-ينصَب”
bererti lelah (al-Ta’ab). Sebagaimana dalam al-Qur’an:
[5] Al-Hijr ayat 48, yang artinya: 48. Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya.
Penggunaan kata
tersebut (yaitu dengan arti lelah) juga dipakai dalam syi’ir arab. Misalnya:
تأوبني
هم مع الليل منصب
artinya: Kegelisahan telah
mendatangiku saat aku merasa kecapean. Adapun orang yang capek disebut “nasibun
dan naasibun”. Al-Jauhari dalam kitab lisan al-Arab berkata, meskipun
isim fa’il dari kata nashaba adalah “naasibun”, pada dasarnya kata
tersebut berarti isim maf’ul yaitu orang yang terlelahkan.[7]
Dalam al-Qur’an disebutkan:
Al-Ghasyiah ayat 3, yang artinya: 3. Bekerja keras lagi kepayahan
Dari kata tersebut dapat dipahami bahwa meskipun seseorang dapat dikatakan
sebagai “orang yang lelah”, pada dasarnya ia telah menjadi obyek dari perbuatan
yang membuatnya lelah (yaitu أنصبني عمل أى أتبعني).
Ketika dijadikan kata perintah yaitu menjadi (inshib),
para ulama’ mengartikannya seperti ungkapan “bercapeklah dalam beramal atau
bersungguh-sungguhlah”.[9]Allah
berfirman:
Al-Ghasyiah ayat 7, yang artinya: 7. Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain[1586],.
Dalam memahami ayat diatas, Ibnu Abbas dalam al-Kassyaf
berkata: jika kamu selesai salat maka bersungguh-sungguhlah dalam berdo’a.
Tampak bahwa ketika sesorang bersungguh-sungguh maka ia telah termasuk orang
yang melelahkan dirinya.
Pemaknaan ini (lelah) mempunyai hubungan erat dengan
makna asal bahwasanya lelah merupakan suatu sikap yang terjadi karena seseorang
telah terbebani dengan suatu perbuatan. Artinya, akibat perbuatan tersebut
telah menduduki dan melekat pada diri
orang tersebut.
“Al-Nashib” diartikan sebagai bagian yang ditetapkan kepada sesuatu tertentu. Dalam al-Qur’an disebutkan:
[11] Al-Nisa’ ayat 53, yang artinya: 53. Ataukah ada bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan) ? kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikitpun (kebajikan) kepada manusia.
[12] Ali Imran, ayat 23, yang artinya: 23. Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang Telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).
Kata al-nashib dalam
kedua ayat diatas (dan dalam beberapa ayat lain yang tidak disebutkan)
menunjukkan arti bagian tertentu. Pada ayat pertama, diartikan sebagai bagian
dari kerajaan dan yang kedua diartikan sebagai bagian dari kitab. Pemaknaan
seperti ini sangatlah mempunyai hubungan yang erat dengan makna asal karena ketika
bagian itu telah diberikan maka secara otomatis bagian tersebut merupakan
sesuatu yang diletakkan pada penerima.
Makna lain selain dalam al-Qur’an
1. Kata “ناصبه
الحرب” diartikan sebagai pernyataan perang. Makna relasionalnya
adalah pernyataan perang telah menunjukkan adanya upaya menegakkan kebenaran,
yaitu suatu usaha untuk meletakkan panji-panji kebenaran (Islam) dalam sebuah
tatanan sosial.
2. Kata “نصاب
السكين” diartikan
sebagai memberi tangkai (pegangan). Pemberian tangkai merupakan upaya untuk
meletakkan sesuatu diatas tangan seseorang agar digunakan pegangan.
3. Kata “تنصب
الغبار” diartikan sebagai debu yang berterbangan
(irtafa’a). Debu yang berterbangan menunjukkan adanya kekuatan angin
yang menjadikannya terbang dan meletakkannya pada tempat tertentu.
Yang telah menjadi istilah tertentu
1.
Kata “أنصب”
dengan jamak “نصباء”digunakan
untuk hewan-hewan yang mempunyai dua tanduk, seperti kambing, sapi dan
sebagainya. Unta juga dapat dikategorikan dengan hewan “anshab” karena
unta juga mempunyai dua dada (punuk). Pemaknaan ini terjadi karena kedua
tanduk, telah diletakkan pada bagian tubuh hewan-hewan tersebut dan menetap
didalamnya.
2.
Kata “نصب”
dalam istilah ulama’ nahwu yang diartikan sebagai salah satu macam dari macam-macam
I’rab. Dalam tradisi keilmuan
nahwu, mayoritas kata-kata yang dibaca nasab menduduki kedudukan obyek.
Obyek merupakan sesuatu yang menjadi sasaran perbuatan. Logikanya, sasaran
merupakan tempat peletakan perbuatan subyek. Contoh: ضرب زيد عمرا Zaid
memukul ‘Amr. ‘Amr dibaca nashab karena menjadi objek dan menimpa
pukulan Zaid.
Disamping itu, kata-kata yang dibaca nashab juga
banyak menjadi keterangan tambahan dalam percakapan (seperti maf’ul li ajlih,
tamyiz, maf’ul muthlaq dsb.). Kesemuanya dapat diartikan sebagai peletakan kata
yang digunakan untuk menyempurnakan suatu kalam. Contoh:
قمت إحتراما له.
3.
Kata “نصاب”
dalam istilah ulama’ fiqih (dalam konteks zakat) diartikan sebagai batas
minimal (ukuran) dalam mengeluarkan zakat. Makna relasional dari kata tersebut
bahwasanya batas pengeluaran zakat dijadikan hal mendasar yang mewajibkan
pengeluaran zakat. Nishab pada hakekatnya dijadikan sesuatu yang
diletakkan dan ditetapkan dalam syarat wajib zakat.
Hasan Mahfudh (07530062)
Wa Allahu a’lam...
Loading...
0 Response to "Kata Nashaba dalam Al-qur'an (ilmu Gharibul qur'an)"
Post a Comment