Memahami hadis yang membicarakan tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat memerlukan
adanya pelacakan terhadap hadis-hadis lain yang setema. Upaya ini dilakukan
untuk membantu pemahaman terhadap hadis itu sendiri.
Penelusuran
hadis-hadis lain yang setema dilakukan dengan mengadakan penelitian
melalui Takhrij al-H}adi>s| dengan cara
penelusuran berdasarkan topik atau tema hadis (maudu>‘ al-h}adi>s|)
yaitu “‘Adamu Muna>baz|ah Syira>r al-A’immah ma> Aqa>mu>
al-S}ala>h” dengan menggunakan kitab Mifta>h Kunu>z
al-Sunnah [1], dibantu penelusuran melalui CD
Program Mausu>‘ah al-H}adi>>s| al-Syari>f [2] dengan tema “Muwa>faqah Syira>r
al-A’immah ma> Aqa>mu> al-S}ala>h”. Penelusuran
hadis juga dilacak melalui kata dalam matan hadis, yaitu “khiya>r” sebagai
kata awal matan, dengan mengunakan kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li
Alfa>z} al-H}adi>s| al-Nabawi> [3] dan
dibantu dengan CD Program Mausu>‘ah al-H}adi>>s| al-Syari>f. Penelusuran
hadis setema ini memberikan informasi bahwa hadis tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat ini
terdapat dalam beberapa kitab hadis, yaitu S}ah}i>h} Muslim, Musnad
Ah}mad bin H}anbal dan Sunan al-Da>rimi>.
Redaksi
hadis-hadis setema tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut.
1. S}ah}i>h}
Muslim
a. Kita>b
al-Ima>rah, ba>b Khiya>r al-A’immah wa Syira>ruhum [4]
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ
يَزِيدَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ رُزَيْقِ بْنِ حَيَّانَ عَنْ مُسْلِمِ
بْنِ قَرَظَةَ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ
وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ
أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ
وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ
فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ
وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا
مِنْ طَاعَة
Artinya: Telah bercerita kepada kami
Ish}a>q bin Ibra>hi>m al-H}anz}ali> bahwa: telah
memberitahukan kepada kami ‘I>sa> bin Yu>nus bahwa: telah bercerita
kepada kami al-Auza>‘i> dari Yazi>d bin Yazi>d bin Ja>bir dari
Ruzaiq bin H{ayya>n dari Muslim bin Qaraz}ah dari ‘Auf bin Ma>lik dari
Rasulullah SAW. telah bersabda: “Sebaik-baik pemimpinmu adalah mereka yang kamu
cintai dan mereka pula mencintai kamu, mereka yang mendoakanmu dan kamu doakan
mereka. Sedangkan seburuk-buruk pemimpinmu adalah mereka yang kamu benci dan
mereka pun membencimu, yang kamu laknat dan mereka melaknatmu pula.” Dikatakan:
“Wahai Rasulullah, jika demikian, tidakkah kita menumbangkannya dengan pedang
?” Beliau bersabda: “Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah
kamu. Jika kalian melihat dari penguasa-penguasamu kejelekan yang kamu
benci, maka bencilah perbuatan jeleknya itu saja dan jangan sekali-kali membangkang
terhadapnya.
b. Kita>b
al-Ima>rah, ba>b Khiya>r al-A’immah wa Syira>ruhum [5]
حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ
حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ يَعْنِي ابْنَ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ أَخْبَرَنِي مَوْلَى بَنِي فَزَارَةَ وَهُوَ رُزَيْقُ بْنُ
حَيَّانَ أَنَّهُ سَمِعَ مُسْلِمَ بْنَ قَرَظَةَ ابْنَ عَمِّ عَوْفِ بْنِ
مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَوْفَ بْنَ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيَّ
يَقُولُا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ
عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ
تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا
أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ أَلَا مَنْ
وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ
فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ
طَاعَةٍ قَالَ ابْنُ جَابِرٍ فَقُلْتُ يَعْنِي لِرُزَيْقٍ حِينَ حَدَّثَنِي
بِهَذَا الْحَدِيثِ آللَّهِ يَا أَبَا الْمِقْدَامِ لَحَدَّثَكَ بِهَذَا أَوْ
سَمِعْتَ هَذَا مِنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ عَوْفًا يَقُولُ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَجَثَا عَلَى
رُكْبَتَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَقَالَ إِي وَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ
إِلَّا هُوَ لَسَمِعْتُهُ مِنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ عَوْفَ
بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مُوسَى الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ
مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَقَالَ رُزَيْقٌ مَوْلَى
بَنِي فَزَارَةَ قَالَ مُسْلِم وَرَوَاهُ مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ رَبِيعَةَ
بْنِ يَزِيدَ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Artinya: Telah bercerita kepada kami
Da>wud bin Rusyaid bahwa: telah bercerita kepada kami al-Wali>d yakni
Ibnu Muslim bahwa: telah bercerita kepada kami ‘Abdurrahman bin Yazi>d bin
Jabi>r bahwa: seorang budak dari Bani Faza>rah yang bernama Ruzaiq bin
H{ayya>n telah memberitahukan kepadaku bahwasanya ia telah mendengar Muslim
bin Qaraz}ah putra paman ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i berkata bahwa ia
telah mendengar ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i berkata bahwa ia telah
mendengar Rasululluh SAW. bersabda: “Sebaik-baik pemimpinmu adalah pemimpin yang kamu cintai
dan mereka pula mencintai kamu, yang kamu doakan dan mereka pula mendoakanmu.
Sedangkan seburuk-buruk pemimpinmu adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka
pun membencimu, yang kamu laknat dan mereka pun melaknatmu.” Mereka (yang hadir
saat itu) berkata: “Wahai Nabi, jika demikian, tidakkah kita menumbangkannya?”
Beliau bersabda: “Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah kamu.
Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah kamu. Ketahuilah!
Barangsiapa di antara kamu mendapatkan seorang penguasa terpilih, dan
melihatnya berbuat pelanggaran (maksiat) kepada Allah, maka bencilah
perbuatan buruknya tersebut saja dan jangan sekali-kali membangkang
terhadapnya. Ibnu Ja>bir telah berkata: aku telah bertanya kepada Ruzaiq
ketika ia menceritakan hadis ini: " Demi Allah, wahai Abu al-Miqda>m,
kamu benar-benar telah diberitahu atau kamu telah mendengar hadis ini dari
Muslim bin Qaraz}ah yang berkata bahwa ia telah mendengar ‘Auf berkata
bahwasanya ia telah mendengar dari Rasulullah SAW.?" Ibnu Ja>bir
kemudian berkata: Ruzaiqpun berlutut dan menghadap ke arah kiblat sambil
berkata: "Ya, demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, aku benar-benar
telah mendengar hadis ini dari Muslim bin Qaraz}ah yang berkata bahwa ia telah
mendengar ‘Auf bin Ma>lik berkata bahwa ia telah mendengar dari Rasulullah
SAW. Ish}a>q bin Mu>sa> al-Ans}a>ri> juga telah bercerita kepada
kami bahwa al-Wali>d bin Muslim telah bercerita kepada kami bahwa telah
bercerita kepada kami Ibnu Ja>bir dengan isnad ini, dan Ruzaiq, seorang
budak dari Bani Faza>rah telah berkata bahwa Muslim telah berkata (tentang
hadis ini). Mu‘a>wiyah bin S}a>lih} juga telah meriwayatkan hadis ini
dari Rabi>‘ah bin Yazi>d dari Muslim bin Qaraz}ah dari ‘Auf bin Ma>lik
dari Nabi SAW. dengan matan yang sama.
2. Musnad
Ah}mad bin H}anbal
a. Kita>b
Ba>qi> Musnad al-Ans}a>r, ba>b H}adi>>s| ‘Auf
bin Malik al-Asyja>‘i> al-Ans}a>>ri> [6]
حَدَّثَنَاعَبْد اللة حَدَّثَنَي أبي
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ قَالَ أََنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنِي
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ قَالَ حَدَّثَنِي زُرَيْقٌ مَوْلَى
بَنِي فَزَارَةَ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ وَكَانَ ابْنَ عَمِّ عَوْفِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ عَوْفَ بْنَ مَالِكٍ يَقولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ مَنْ
تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ
وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ
وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا
نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا لَكُمْ الصَّلَاةَ أَلَا
وَمَنْ وُلِّيَ عَلَيْهِ أَمِيرٌ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ
اللَّهِ فَلْيُنْكِرْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ
يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
Artinya: Telah bercerita kepada kami ‘Abdulla>h
bahwa ayahnya telah bercerita kepadanya: telah bercerita kepada kami ‘Ali>
bin Is}ha>q, ia telah berkata: ‘Abdulla>h telah bercerita kepada kami, ia
telah berkata: telah bercerita kepadaku ‘Abdurrah}ma>n bin Yazi>d bin
Ja>bir, ia berkata bahwa Ruzaiq, seorang budak dari Bani Faza>rah
dari Muslim bin Qaraz}ah, yaitu putra paman ‘Auf bin Ma>lik, telah bercerita
kepadanya, ia berkata bahwa ia telah mendengar Rasulullah SAW. bersabda:
Rasulullah SAW. bersabda: “Sebaik-baik pemimpinmu adalah pemimpin yang
kamu cintai dan mereka pula mencintai kamu, yang kamu doakan dan mereka pula mendoakanmu.
Sedangkan seburuk-buruk pemimpinmu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun
membencimu, yang kamu laknat dan mereka melaknatmu pula.” Kami berkata: “Wahai
Rasulullah, tidakkah kita menumbangkannya jika demikian ?” Beliau menjawab:
“Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah kamu. Ketahuilah!
Barangsiapa di antara kamu mendapatkan seorang amir terpilih, dan menemukannya
berbuat pelanggaran (maksiat) kepada Allah, maka ingkarilah (tidak membenarkan)
perbuatan maksiatnya itu, dan jangan kamu membangkang terhadapnya.
b. Kita>b
Ba>qi> Musnad al-Ans}a>r, ba>b H}adi>>s| ‘Auf
bin Malik al-Asyja>‘i> al-Ans}a>>ri> [7]
حَدَّثَنَاعَبْد اللة حَدَّثَنَي أبي ثَنَا
يَزِيدُ قَالَ أ نَا فَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ
مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خِيَارُكُمْ وَخِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ
تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ
عَلَيْكُمْ وَشِرَارُكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ
وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا لَكُمْ الْخَمْسَ
أَلَا وَمَنْ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعَاصِي اللَّهِ
فَلْيَكْرَهْ مَا أَتَى وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَتِهِ
Artinya: Telah bercerita kepada kami ‘Abdulla>h
bahwa ayahnya telah bercerita kepadanya bahwa Yazi>d telah bercerita
kepadanya, ia berkata bahwa telah bercerita kepadanya Faraj bin Fad}a>lah
dari Rabi>‘ah bin Yazi>d dari Muslim bin Qaraz}ah dari ‘Auf bin
Ma>lik dari Nabi SAW., beliau telah bersabda: “Sebaik-baik orang di antaramu
dan sebaik-baik pemimpinmu adalah mereka kamu yang cintai dan mereka
mencintaimu, yang kamu doakan dan mereka mendoakanmu. Sedangkan seburuk-buruk
orang di antaramu dan seburuk-buruk pemimpinmu adalah mereka yang kamu benci
dan mereka membencimu, yang kamu laknat dan mereka melaknatmu.” Mereka (para
sahabat) berkata: “wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka ?” Beliau
menjawab: “Tidak, selama mereka mengerjakan salat lima waktu di
antara kamu. Ketahuilah ! Barangsiapa di antara kamu terdapat penguasa dan
melihatnya berbuat pelanggaran (maksiat) kepada Allah, maka bencilah
perbuatannya itu saja dan jangan sekali-kali kamu membangkang terhadapnya.
3. Sunan
al-Da>rimi>
حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ الْمُبَارَكِ
أَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ
جَابِرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي زُرَيْقُ بْنُ حَيَّانَ مَوْلَى بَنِي فَزَارَةَ
أَنَّهُ سَمِعَ مُسْلِمَ بْنَ قَرَظَةَ الْأَشْجَعِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عَوْفَ
بْنَ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ
وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَشِرَارُ
أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ
وَيَلْعَنُونَكُمْ قُلْنَا أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدَ
ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ أَلَا مَنْ وُلِّيَ عَلَيْهِ
وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي
مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ قَالَ ابْنُ
جَابِرٍ فَقُلْتُ آللَّهِ يَا أَبَا الْمِقْدَامِ أَسَمِعْتَ هَذَا مِنْ مُسْلِمِ
بْنِ قَرَظَةَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ
آللَّهِ لَسَمِعْتُ هَذَا مِنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ عَمِّي
عَوْفَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُهُ.
Artinya: Telah bercerita kepadaku al-H{akam bin
al-Muba>rak bahwa al-Wali>d bin Muslim telah bercerita kepada kami dari
‘Abdurrah}ma>n bin Yazi>d bin Ja>bir bahwa ia telah berkata bahwa
Ruzaiq bin H}ayya>n, seorang budak dari Bani Faza>rah telah memberitahuku
bahwa ia telah mendengar Muslim bin Qaraz}ah al-Asyja>‘i> berkata bahwa
ia telah mendengar ‘Auf bin Ma>lik al-Asyja>‘i> berkata bahwa ia telah
mendengar Rasulullah SAW. bersabda: “Sebaik-baik pemimpinmu adalah mereka yang
kamu cintai dan mereka mencintaimu, yang kamu doakan dan mereka mendoakanmu.
Sedangkan seburuk-buruk pemimpinmu adalah mereka yang kamu benci dan mereka
membencimu, yang kamu laknat dan mereka melaknatmu.” Kami (para sahabat)
berkata: “Tidakkah kita menumbangkannya, wahai Rasulullah, jika demikian ?”
Beliau menjawab: “Tidak, selama mereka menegakkan salat di tengah-tengah kamu.
Ketahuilah ! Barangsiapa di antara kamu yang mendapatkan seorang penguasa
terpilih, dan melihatnya berbuat pelanggaran (maksiat) kepada Allah, maka
bencilah perbuatan maksiatnya itu saja dan jangan sekali-kali membangkang
terhadapnya. Ibnu Ja>bir telah berkata: aku telah bertanya: " Demi
Allah, wahai Abu al-Miqda>m (Ruzaiq), apakah kamu benar-benar telah
mendengar hadis ini dari Muslim bin Qaraz}ah ? Seketika itu Ruzaiqpun menghadap
ke arah kiblat dan berlutut kemudian berkata: "Demi Allah, aku benar-benar
telah mendengar hadis ini dari Muslim bin Qaraz}ah yang berkata bahwasanya ia
telah mendengar pamannya ‘Auf bin Ma>lik berkata bahwa ia telah mendengar
dari Rasulullah SAW. menyabdakan hadis ini.
Penelitian
hadis tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat ini
kemudian difokuskan kepada hadis riwayat Imam Muslim dari Da>wud
bin Rusyaid, karena hadis ini telah disahihkan oleh al-Alba>ni[9], al-Suyu>t}i>[10] dan al-Bagawi>[11].
Kajian Otentisitas
Hadis
Kajian
otentisitas hadis ini merupakan tahapan penting. Hal ini berdasarkan asumsi
bahwa tidak mungkin akan terjadi pemahaman yang sahih bila tidak ada
kepastian bahwa apa yang dipahami itu secara historis otentik.[12]
Berbeda
dengan Al-Qur’an, ia merupakan teks kitab suci yang otentik, karena pengalihan
(transmisi) Al-Qur’an adalah transmisi tekstual. Al-Qur’an merupakan wahyu in
verbatim, yakni sama persis dengan kata-kata yang diucapkan pertama
kali karena ditulis segera setelah pewahyuan di bawah pengawasan dan koreksi
Nabi sendiri, sedangkan hadis mengalami perjalanan historis yang panjang
sebelum menjadi wacana tekstual seperti dalam kitab-kitab hadis. Hadis masih
mengalami transmisi lisan, transmisi praktek kemudian baru memasuki tahap
tradisi pengalihan tulisan.
Untuk
itu, sebelum memasuki tahap penafsiran dan pemahaman, problem otentisitas dan
orisinalitas ini harus diselesaikan terlebih dahulu. Memperoleh pemahaman yang
tepat terhadap hadis, perlu ditemukan indikasi-indikasi yang relevan dengan teks
hadis yang bersangkutan, yang dapat diketahui melalui ijtihad. Namun, kegiatan
pencarian indikasi ini baru dilakukan setelah diketahui secara jelas bahwa
sanad hadis yang bersangkutan berkualitas sahih atau minimal hasan.[13]
Analisis
Sanad
Meskipun
Imam Muslim dalam muqaddimah (pendahuluan) kitabnya
menyebutkan bahwa hadis-hadis yang dimasukkan dalam kitab hadisnya adalah
hadis-hadis yang disepakati kesahihannya,[14] hal
ini tidaklah menjamin bahwa semua hadis dalam kitab hadisnya termasuk hadis
tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat yang diriwayatkannya
adalah berkualitas sahih.
Oleh
karena itu, dalam menilai kualitas hadis yang diteliti ini dari segi sanadnya
menggunakan asumsi ulama hadis lain yang mensahihkannya. Di antara ulama yang mensahihkan
hadis riwayat Imam Muslim dari Da>wud bin Rusyaid adalah
al-Alba>ni>, al-Suyu>t}i> dan al-Bagawi>.[15]
Analisis
Matan
Penelitian
matan hadis pada bagian ini tidak sama dengan upaya ma‘a>ni>
al-h}adi>s|. Penelitian matan ini berupaya meneliti kebenaran teks
sebuah hadis (informasinya) yaitu apakah matan hadis benar-benar (orisinal)
berasal dari Nabi SAW. Adapun kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam ma‘a>ni>
al-h}adi>s| berupaya untuk memahami hadis dan syarah hadis, bukan
bertujuan mencari validitas sebuah matan.
Jika matan hadis diamati dan dianalisa,
maka apa yang disampaikan di dalamnya dapat masuk akal. Seorang pemimpin yang
mencintai dan mendoakan rakyatnya, dan begitu sebaliknya dengan rakyatnya yang
juga mencintai dan mendoakannya bisa disebut sebagai sebaik-baik pemimpin. Rasa
cinta yang dimiliki seorang pemimpin terhadap rakyatnya akan berwujud
kepedulian dan perhatian kepada yang dicintanya, yaitu rakyat yang dipimpinnya,
berupa usaha untuk mensejahterakan kehidupan rakyatnya. Dengan melihat besarnya
perhatian dan usaha yang pemimpin lakukan demi rakyatnya, tentunya rakyat
akan mencintainya pula. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila kedua
belah pihak saling mendoakan dan mendukung.
Begitu
pula seburuk-buruk pemimpin akan dibenci dengan sendirinya oleh rakyat, akibat
ulahnya yang tidak melaksanakan amanat yang diembannya, bahkan menyengsarakan
rakyat. Pemimpin dapat berbuat demikian, karena ketidakcintaannya kepada
rakyat, malah sebaliknya ia membenci rakyat yang dipimpinnya sendiri. Dengan
demikian, isi matan ditinjau dari akal dapat diterima.
Selanjutnya,
jika dilihat dari sisi susunan lafalnya, terdapat beberapa perbedaan ketika
diterapkan metode muqa>ranah (perbandingan) antara susunan
lafal masing-masing redaksi hadis. Perbandingan ini tidak hanya dimaksudkan
untuk upaya konfirmasi atas hasil penelitian yang telah ada saja, tetapi juga
sebagai upaya lebih mencermati susunan matan yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan keorisinalannya berasal dari Nabi SAW. Kegiatan
perbandingan susunan lafal hadis ini, menghasilkan beberapa hal sebagai
berikut.
a) Pada
hadis riwayat yang diriwayatkan Muslim dari Da>wud bin Rusyaid,
Ish}a>q bin Mu>sa> al-Ans}a>ri> dan Mu‘a>wiyah bin
S}a>lih} mempunyai redaksi yang sama, artinya tidak ada perbedaan
lafal.[16] Hal ini berarti hadis diriwayatkan
secara lafz}i>.
b)
Redaksi hadis lain yang serupa dengan redaksi yang diriwayatkan Muslim dari
Da>wud bin Rusyaid adalah hadis riwayat Ah}mad bin H}anbal dari jalur
‘Ali> bin Is}ha>q dan hadis riwayat al-Da>rimi dari jalur al-H{akam
bin al-Muba>rak. Namun perbedaan susunan lafal di dalamnya tidak mengubah
makna, sehingga hal ini dapat ditoleransi.
c) Adapun
hadis riwayat Muslim dari Ish}a>q bin Ibra>hi>m al-H}anz}ali memang
serupa dengan hadis riwayat Muslim dari Da>wud bin Rusyaid, namun di
dalamnya terdapat tambahan kata bi al-syaif yang
tidak disebutkan dalam riwayat lain. Tambahan (ziya>dah)[17] kata tersebut dapat diartikan sebagai penegas
dari kata afala> nuna>biz|uhum dan tidak mengubah makna.
Tambahan ini juga bisa disebut idraj [18] jika
tambahan itu merupakan tafsiran dari periwayat, bukan dari Nabi SAW.
d) Hadis
riwayat Ah}mad bin H}anbal dari jalur Yazi>d menyebutkan redaksi yang
berbeda dengan adanya penambahan lafal khiya>rukum.dalam matan
hadis. Berikut redaksinya:
حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَنْبَأَنَا
فَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ خِيَارُكُمْ وَخِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ
تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَيُصَلُّونَ
عَلَيْكُمْ وَشِرَارُكُمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ
تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا لَكُمْ
الْخَمْسَ أَلَا وَمَنْ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعَاصِي
اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا أَتَى وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَتِهِ.
Redaksi
hadis di atas dapat dikatakan sebagai hadis yang diriwayatkan secara makna (riwa>yah
bi al-ma‘na). Riwa>yah bi al-ma‘na ini diperbolehkan
sepanjang tidak mengubah artinya. Sedangkan dalam hadis riwayat Ah}mad bin
H}anbal ini tidak mengubah arti, hanya saja menambahkan bahwa kriteria baik dan
buruk seorang pemimpin sama dengan kriteria baik dan buruk
orang secara umum. Namun karena hadis ini mempunyai sanad lemah diakibatkan
salah satu rawinya yang bernama Faraj bin Fad}a>lah dinilai daif,[19] maka dengan sendirinya tambahan (ziya>dah)
dalam hadis ini tidak dapat diterima, meskipun tidak bertentangan.
Pemaknaan Hadis
1) Kajian
Konfirmatif
Al-Qur'an adalah sumber ajaran Islam yang
tertinggi, sedangkan hadis adalah sumber ajaran Islam kedua. Al-Qur'an bernilai qat}‘i>, sedangkan
hadis pada dasarnya bersifat z}anni>. Oleh karena itu hadis
yang juga berfungsi sebagai penjelas (baya>n) terhadap
al-Qur'an, tidak mungkin bertentangan dengan al-Qur'an.[20] Bahkan
Nurcholish Madjid menegaskan bahwa hadis Nabi, khususnya dari segi dinamik dan
mendasar dapat lebih banyak diketahui dari kitab suci al-Qur'an daripada
kumpulan kitab hadis.[21] Dengan demikian,
konfirmasi terhadap ayat-ayat al-Quran penting untuk dilakukan, untuk
memperkuat posisi hadis dan memperoleh petunjuk-petunjuk dari al-Qur'an yang
dapat mendukung pemahaman terhadap hadis itu sendiri.
Salah satu ayat al-Qur’an yang berkaitan
dengan tema hadis adalah ayat 59 dari surat al-Nisa>’ (4)
menyebutkan:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(al-Qur’an) dan Rasul dan (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” [22]
Kata "ulil amri" dalam ayat di
atas menunjuk kepada penguasa yang bertanggung jawab atas wilayahnya
(pemerintah). Ayat ini menegaskan bahwa selain umat Islam patuh dan taat kepada
Tuhan dan Rasul-Nya, mereka juga diwajibkan taat kepada penguasa mereka. Jika dibandingkan
dengan hadis tentang seburuk-buruk pemimpin ini yang juga menyiratkan adanya
keharusan taat kepada pemimpinnya yaitu penguasa, maka ayat ini menguatkannya.
Ayat 55-56 dalam surat al-Ma>idah (5) [23] menyebutkan:
Sesungguhnya penolong hanyalah Allah dan
rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang ciri-cirinya tetap mengerjakan
salat dan menunaikan zakat lagi pula mereka tunduk kepada Allah. Dan
barangsiapa memilih Allah, rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut golongan Allah yang menjadi pemenang .
Kata waliyyukum dalam
ayat di atas dapat diartikan sebagai penolong dan pemimpin. Dalam hal ini
pemimpin dapat termasuk di dalam arti penolong, karena pemimpin bertugas melindungi
orang-orang yang dipimpinnya dan berusaha menolong serta menyelamatkan mereka
saat kesulitan dan bencana menimpa, karena pemimpinlah yang bertanggung jawab
atas segala hal yang ada dan yang terjadi dalam wilayahnya serta ihwal
orang-orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin dipilih adalah untuk memimpin
anggota kelompoknya untuk dapat mewujudkan tujuan bersama. Dengan demikian
ciri-ciri yang disebutkan dalam ayat itu termasuk ciri-ciri pemimpin juga. Jika
ditinjau dari ayat tersebut, maka apa yang disampaikan dalam hadis tentang
seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat bersesuaian dengannya.
Selain itu, al-Qur'an menyatakan dalam surat A>li
Imran (3) ayat 132: “Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi
rahmat.” Pada ayat 135 surat A>li Imran juga
disebutkan: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan-perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[24],
mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan
siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah ? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”[25] Ayat
ini menyiratkan bahwa orang yang patuh terhadap Tuhannya –yang mengindikasikan
juga kepada patuh kepada Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya- dan senantiasa ingat
kepada-Nya akan lebih diberi kesempatan untuk mendapat petunjuk dari Tuhan,
sehingga ketika melakukan kesalahan, ia seakan ditegur untuk kembali ke jalan
yang benar. Inilah salah satu bentuk rahmat dari Allah. Apabila isi hadis yang
bersangkutan dihadapkan dengan ayat ini, maka tidak bertentangan. Dalam hadis
ini disebut kata salat, sedangkan salat adalah sarana untuk mengingat dan
menemui Allah serta memohon petunjuknya.[26] Dengan
demikian pemimpin yang melaksanakan salat akan mendapat rahmat dan petunjuk
dari Allah.
Ditinjau daripenjelasan di atas, hadis
riwayat Muslim tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat
tidak bertentangan dengan al-Qur’an, bahkan sangat sesuai. Oleh karena itu,
hadis ini dapat diterima berdasarkan al-Qur’an bahkan memperkuat ayat-ayat
al-Qur'an dan menjelaskannya (baya>n).
2) Kajian
Tematik-Komprehensif
Langkah selanjutnya adalah meneliti
kandungan hadis dengan mempertimbangkan hadis-hadis lain yang memiliki tema
yang berkaitan dengan hadis bersangkutan, untuk mendapatkan pemahaman
yang tepat dan komprehensif.
Nabi SAW telah menyatakan bahwa ada tujuh
macam orang yang bakal bernaung di bawah naungan Allah di akhirat nanti yang di
antaranya adalah imam atau pemimpin yang adil.[27] Dari
hadis ini, seorang pemimpin yang adil pastilah dia memperhatikan dan
mengutamakan kepentingan bersama. Jika ditinjau dari hadis ini, maka
sebaik-baik pemimpin dalam hadis yang diteliti ini berarti pemimpin yang adil.
Karena keadilan merekalah, maka rakyat yang mereka pimpin mencintai dan
mendukung serta mendoakan mereka.
Hadis lain yang berkaitan dengan hadis
tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat adalah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, al-Turmu>z|i>, Abu> Da>wud dan
Ah}mad bin H}anbal. Redaksi hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut.[28]
وحَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ
الْمِسْمَعِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ مُعَاذٍ وَاللَّفْظُ
لِأَبِي غَسَّانَ حَدَّثَنَا مُعَاذٌ وَهُوَ ابْنُ هِشَامٍ الدَّسْتَوَائِيُّ
حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ
الْعَنَزِيِّ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ
إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ
كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ
وَتَابَعَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا
صَلَّوْا.
Artinya : Dan telah bercerita kepada kami
Abu> Gassa>n al-Misma‘i> dan Muh}ammad bin Basysya>r, keduanya dari
Mu'a>z|| dengan lafal Abu> Gassa>n: telah bercerita kepada kami
Mu‘a>z|, yaitu putra Hisya>m al-Dastawa>’i>, bahwa ayahnya telah
bercerita kepadanya dari Qata>dah bahwa al-H}asan telah bercerita kepadanya
dari D}abbah bin Mih}s}an al-‘Anazi> dari Ummu Salamah, istri Nabi SAW. dari
Nabi SAW. bahwasanya beliau telah bersabda : “Akan diangkat di antara kau
pemimpin-pemimpin (suatu saat), dan kamu akan menemukan mereka berlaku baik dan
berlaku buruk. Barang siapa yang membenci (keburukan itu), maka ia akan bebas.
Dan barangsiapa menentangnya, maka akan selamat. Mereka berkata: “Wahai Rasulullah,
tidakkah kita memerangi mereka? Beliau menjawab: “Tidak, selama mereka salat
.”
Menurut Imam Nawawi, dalam hadis di atas
mengandung petunjuk bahwa tidak boleh melawan para penguasa dan wali
semata-mata karena munculnya kezaliman dan kefasikan, selama mereka tidak
merubah sedikitpun dari prinsip-prinsip Islam.[29] Menurut
al-Maududi, hadis di atas mengandung makna bahwa sekalipun penguasa (pemimpin)
melakukan salat secara pribadi, maka mereka masih tetap berhak untuk disetiai
atau ditaati.[30] Dengan demikian, hadis ini
tentunya memperkuat hadis tentang seburuk-buruknya pemimpin tersebut.
Dalam hadis Nabi Muhammad SAW. yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dinyatakan: "Barangsiapa mentaati
saya maka dia telah mentaati Allah, dan barangsiapa mendurhakai saya maka dia
telah mendurhakai Allah. Dan barangsiapa mentaati amirku, maka dia telah
mentaati saya, dan barangsiapa mendurhakai amirku, maka ia mendurhakaiku."[31]
Dalam hadis lain, Nabi menguatkan
kewajiban mentaati penguasa sebagai realisasi kesatuan jamaah kaum Muslimin dan
penjagaannya, dan pelestarian hubungan antara pribadi-pribadi umat dengan
pemerintahnya, serta memerintahkan untuk bersabar ketika menjumpai sesuatu yang
tidak disenangi dari pihak penguasa. Dalam sikap tersebut terkandung pencegahan
bahaya dan keburukan yang merajalela dan fitnah yang menjadi-jadi, agar umat
tetap saling berpegangan sekuat tembok bangunan. Hadis ini menyatakan:
"Barang siapa melihat pada Amirnya sesuatu yang dibencinya, maka hendaklah
dia bersabar atasnya, karena barangsiapa memisahkan diri dari jamaah sejauh
sejengkal lalu mati, maka ia mati sebagai orang jahiliyyah."[32] Hadis ini jika dibandingkan dengan hadis tentang
seburuk-buruk pemimpin tersebut secara implisit sama-sama mengandung pernyataan
bahwa ketaatan kepada penguasa atau pemimpinnya diutamakan.
3) Kajian
Linguistik
Dalam hadis tentang seburuk-buruk pemimpin
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini terdapat kata-kata kunci yang perlu
dikaji secara linguistik, karena penggunaan prosedur-prosedur gramatikal bahasa
Arab mutlak diperlukan, mengingat teks hadis harus ditafsirkan melalui bahasa
aslinya, yakni bahasa Arab. Pembahasan kata-kata kunci ini adalah berdasarkan
kitab-kitab syarah yang menjelaskan hadis ini. Kata-kata kunci yang akan
dibahas adalah sebagai berikut.
أئمّّة
A’immah merupakan bentuk jamak dari kata Ima>m yang
berakar dari kata amma-yaummu-ammun yang berarti al-qas}du yaitu
“sengaja”, al-taqaddum yaitu berada di depan atau mendahului,
juga bisa berarti menjadi imam atau pemimpin (memimpin). Ima>m yang
merupakan bentuk ism fa>‘il di sini berarti perihal
memimpin, yaitu berarti setiap orang yang memimpin suatu kaum menuju jalan yang
lurus ataupun sesat.[33]
Imam
Muslim dalam penjelasannya terhadap hadis tersebut, mengarahkan arti kata a’immah kepada
arti penguasa, pemimpin pemerintahan dan sebagainya.[34] Hal
ini juga terlihat pada penempatan hadis ini pada kita>b
Ima>rah yang membahas masalah pemerintahan. Namun dalam
penjelasannya, Muslim tidak menunjuk kepada penguasa atau pemimpin secara
khusus, misalnya kepala negara atau gubenur (eksekutf), pemimpin legislatif,
yudikatif atau yang lainnya.
يصلّّون
Kata
ini berasal dari s}alla> - yus}alli> - s}ala>h yang
mempunyai beragam arti, yaitu do’a, rahmat, ampunan, sanjungan Allah kepada
rasulullah SAW., ibadah yang di dalamnya terdapat rukuk dan sujud.[35] Menurut Imam Muslim dan Imam al-Nawawi> dalam
kitab Syarh} S}ah}ih} Muslim-nya, kata yus}allu>n berarti
mendoakan (al-du‘a>’).[36]
ننابذهم
Kata
ini berasal dari nabaz|a – yanbiz|u – nabz|un yang
berarti al-t}arh} dan al-ramyu, yaitu
membuang (karena tidak memenuhi hitungan). Nabaz|a juga
berarti mengesampingkan atau membiarkan, dan melanggar (janji). Sedangkan na>baz|a berarti
menentang dan berselisih, na>baz|a al-h}arb berarti
mengumumkan perang (terhadap).[37]
Kata nuna>biz|uhum
di sini berarti menentang pemimpin-pemimpin yang terburuk yang dimaksud oleh
Nabi SAW., atau memusuhi mereka -yang mengarah kepada memerangi mereka.[38] Adapun kalimat pertanyaan afala>
nuna>biz|uhum menurut Imam Muslim, berarti "tidakkah kita
(benar-benar) menentangnya dan melawannya serta menyatakan perang kepada mereka
dengan pedang".[39] Dari segi bahasa Arab
(ilmu nahwu), huruf hamzah pada kalimat ini merupakan h}arf
istifha>m yang mengandung peniadaan (al-jumlah al-manfiyah).[40]
Nuna>biz|uhum dalam bahasa Arab juga bisa diartikan
“menumbangkan” dan “mencabut baiat” atau “membatalkan akad”.[41]
الصلاة
Kata s}ala>h adalah
bentuk ism masdar dari s}alla> - yus}alli>
- s}ala>h. Dari segi bahasa, s}ala>h mempunyai
arti beragam, yaitu do’a, rahmat, ampunan, sanjungan Allah kepada
rasulullah SAW., ibadah yang di dalamnya terdapat ruku’ dan sujud.[42] Arti s}ala>h secara bahasa
yaitu suatu do’a untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memohon ampunan-Nya,
mensyukuri nikmat, menolak bencana, atau menegakkan suatu ibadah.[43] Adapun secara istilah, s}ala>h merupakan
ibadah kepada Allah dan pengagungan-Nya dengan bacaan-bacaan dan
tindakan-tindakan tertentu yang dimulai dengan takbir dan ditutup dengan
taslim, dengan runtutan dan tartib tertentu yang ditetapkan oleh agama Islam.[44]
Menurut Imam Muslim dalam penjelasannya
terhadap hadis ini, perkataan Nabi "La> ma> aqa>mu>
fi>kum al-s}ala>h" mengandung makna ketidakbolehan
menentang penguasa selama mereka masih menegakkan salat sebagai tanda ijtima>‘
al-kalimah –dalam ketaatan kepada Allah dan Rasulnya- dan tercapainya
keluhuran. Al-T}ayyibi> mengatakan bahwa ditegakkannya
salat sebagai syarat seorang pemimpin tidak boleh ditentang, menunjukkan pada
pentingnya (ta‘z}i>m ) terhadap masalah salat dan jika pemimpin
tersebut meninggalkannya –sedang dia melakukan tindakan buruk (maksiat)- maka
wajib untuk tidak ditaati, yaitu dengan membatalkan akad dan pembaiatannya.[45] Tetapi yang dimaksud salat dalam hadis ini bukanlah
salat yang merupakan ritual fisik saja, namun lebih dari itu yang dampak salat
itu akan terlihat pada perilaku sehari-harinya, di antaranya pada aspek
kebijaksanaan dan keadilannya. Dengan demikian yang ditekankan di sini adalah
keadilan dan sebagainya dari seorang pemimpin.
Menurut Al-Maudu>di>, lambang
ketaatan terhadap Tuhan dan Rasul-Nya adalah salat. Jika pemimpin (ulil amri)
meninggalkannya, maka mereka telah melanggar kesetiaan dasar kepada Tuhan dan
Rasulnya.jika demikian, rakyat diperkenankan untuk menumbangkannya.[46]
Analisis
Realitas Historis
Setelah
pemahaman tekstual terhadap hadis diperoleh melalui isi (matan), selanjutnya
dilakukan upaya untuk menemukan konteks sosio-historis hadis. Dalam tahapan
ini, makna atau arti suatu pernyataan dipahami dengan melakukan kajian atas
realitas, situasi atau problem historis pada saat pernyataan sebuah hadis
tersebut muncul. Dengan kata lain, memahami hadis sebagai responsi terhadap
situasi umum masyarakat periode Nabi maupun situasi-situasi khususnya.
Langkah
ini mensyaratkan adanya suatu kajian mengenai situasi kehidupan secara
menyeluruh di daerah Arab pada saat kehadiran Nabi, yaitu mengenai kultur mereka.
Setelah itu, kajian mengenai situasi-situasi mikro, yakni asba>b
al-wuru>d al-h}adi>s|.
Kajian-kajian
ini sangat penting, karena hadis merupakan bagian dari realitas tradisi
keislaman yang dibangun oleh Nabi dan para sahabatnya dalam lingkup situasi sosialnya.
Memahami hadis secara terpisah dari asumsi-asumsi sosialnya, akan memungkinkan
terjadi distorsi informasi atau bahkan kesalahpahaman.
Dalam
memperoleh makna teks hadis ini, analisa hanya dilakukan pada historis secara
makro, karena tidak ditemukannya keterangan asba>b al-wuru>d (historis
secara mikro) untuk hadis ini. Oleh karena itu, kajian historis yang
dibahas adalah mengenai hal dan ihwal mengenai kepemimpinan pada masa Nabi SAW.
Selama menjadi Rasul, Nabi Muhammad tidak
hanya berperan sebagai rasul (pemimpin agama) yang bertugas untuk memberi
penjelasan dan memberi peringatan agar umat manusia kembali ke jalan yang
benar, tetapi juga berperan sebagai pemimpin negara.[47]
Kepemimpinan
Nabi pada periode Makkah (sebelum Hijrah), lebih ditekankan pada pembinaan
aqidah (iman) umat Islam, mengajak kaum kafir Quraisy untuk masuk Islam dan
pertahanan terhadap serangan kaum kafir Quraisy. Adapun pada periode Madinah
(pasca Hijrah), kepemimpinan Nabi Muhammad difokuskan kepada pembangunan
masyarakat Islam, yaitu meliputi pembenahan administrasi kenegaraan (politik),
hukum, ekonomi dan lain-lain.
Aktivitas
politik Nabi tidak terlepas dengan aktifitasnya sebagai pemimpin militer.
Fungsi keduanya sangat menonjol dalam peperangan. Kekuatan politik untuk
mengatur suatu peperangan tidak bisa dipisahkan dari kekuatan militer untuk
mengatur politik. Jadi, Nabi SAW. merupakan pemimpin umat Islam, baik sebagai
seorang politikus maupun sebagai pemimpin Militer.[48]
Kredibilitas
Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin tidak saja diakui oleh para sahabatnya,
bahkan para musuh umat Islam pada masa itu pun mengakui kepiawaiannya dalam
berpolitik dan berperang (militer). Sebenarnya semua ini tidak terlepas dari
hubungan dengan Allah yang telah memberi bimbingan dan petunjuk kepada beliau.
Di
Madinah[49], Islam tampil sebagai kekuatan politik di
mana konsepsi tentang negara mulai digagas di atas pondasi kebersamaan
dan integritas berbagai golongan. Pada periode Madinah inilah muncul kontitusi
kenegaraan pertama di dunia yang dikenal dengan “Piagam Madinah”. Dokumen ini
memuat undang-undang untuk mengatur kehidupan sosial politik bersama kaum
Muslim dan bukan Muslim, serta menerima dan mengakui Nabi sebagai pemimpin
mereka.
Tahapan-tahapan
politik yang dilakukan Nabi untuk korvergensi sosial di Madinah pada awal
Hijrah adalah pertama, pembangunan masjid sebagai sarana
ibadah dan media audensi umat Islam. Kedua, mempersaudarakan dua
kelompok Muslim, yaitu Muhajirun dan Ansar. Ketiga,
meletakkan dasar-dasar tatanan masyarakat baru yang bersifat terbuka, plural
dan netral dengan mengakomodasi kepentingan kelompok-kelompok etnis yang ada di
Madinah.
Nabi
selalu bermusyawarah dengan para sahabat yang biasanya dilakukan setelah salat
berjamaah di masjid untuk membicarakan dan menyelesaikan berbagai permasalahan
umat dari politik hingga kehidupan sehari-hari. Pembangunan masjid di Quba ini,
selain berfungsi tempat beribadat kepada Allah SWT. dari segi agama, juga
berfungsi sebagai tempat mempererat hubungan dan ikatan jamaah Islam dari segi
sosial, karena di samping tempat melaksanakan ibadah salat, masjid digunakan
pula sebagai tempat untuk mendalami Islam, pusat pengembangan kegiatan
sosial-budaya, pendidikan, tempat musyawarah (majlis), markas tentara dan
sebagainya.[50]
Umat
Islam kala itu sangat patuh dan taat terhadap kepemimpinan Nabi SAW. Kondisi ini sangat
potensial sekali dalam menggalang persatuan dan kesatuan umat yang menjadi
kekuatan luar biasa umat Islam yang menjadikan mereka selalu lebih unggul dan
mampu menang di medan pertempuran dibandingkan dengan musuh-musuh mereka.
Hasilnya, umat Islam pada masa Nabi selalu keluar sebagai pemenang dalam setiap
peperangan melawan kafir Quraisy, kecuali pada perang Uhud akibat keteledoran
dan ketidakpatuhan beberapa sahabat terhadap perintah Nabi. Mereka juga
akhirnya berhasil menguasai Makkah (Fath} al-Makkah) dan berhasil
menancapkan Kalimah al-H}aq (Islam) di Jazirah Arab.
Dalam
melaksanakan kepemimpinannya juga, Nabi Muhammad sepenuhnya berpegang pada tali
Allah SWT. dalam menghadapi suasana genting pun -termasuk peperangan- beliau
hanya meminta pertolongan Allah. Sehingga dari sini, kepemimpinan Nabi selalu
menampilkan ketergantungan yang dominan pada Allah SWT.[51] Tidak
hanya itu, Nabi senantiasa mengajak dan mendorong umatnya kala itu untuk selalu
dekat dengan Allah, karena hanya Dialah yang memberi pertolongan, kemampuan dan
kekuatan kepada manusia dalam menghadapi segala ujian dan tantangan
kehidupan.
Selama
masa hidup Nabi Muhammad SAW., beliau tidak pernah meniggalkan salat berjamaah,
kecuali pernah satu kali karena sakit. Nabi sangat menganjurkan dan
mengutamakan salat jamaah. Ketika melakukan salat berjamaah, Nabi selalu
memeriksa saf-saf yang ada di belakangnya dan mengaturnya supaya tertib dan
rapi.
Uraian di atas, sebenarnya telah
menunjukkan bahawa Nabi menjalankan kepemimpinan dengan penuh tanggung jawab,
baik itu terhadap masyarakat yang dipimpinnya maupun terhadap Allah SWT. Beliau
juga meneladani umat Islam yang dipimpinnya pada masa itu untuk menjalankan
segala tugas sehari-harinya dengan penuh tanggung jawab dan adil. Memang
seharusnya seorang pemimpin bisa menjadi contoh yang baik bagi yang
dipimpinnya. Jika seorang pemimpin itu berlaku baik, maka rakyat yang
dipimpinnya harus mematuhinya.
Selain
itu, perbincangan yang dilakukan Nabi dengan para sahabat setelah salat
berjamaah di masjid tentang berbagai macam persoalan dari politik hingga
kehidupan sehari-hari, menunjukkan antara kegiatan h}abl min Allah (ukhrawi)
dan h}abl min al-na>s (duniawi) saling terkait dan
mempengaruhi.
Generalisasi
Kandungan Hadis
Setelah
melalui beberapa tahapan pemahaman hadis tentang seburuk-buruk pemimpin selama
menegakkan salat melalui metode maa>n al-h}adi>s| di
atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1.
Pemimpin yang dimaksud dalam hadis adalah pemimpin secara umum, tidak hanya
kepala negara atau presiden dan sebagainya, tetapi juga termasuk pemimpin pada
lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif (pemerintah) dan sebagainya.
2.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin berlaku adil dan berusaha mengupayakan
kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan mereka dengan penuh tanggung jawab.
Sebaliknya, pemimpin yang buruk adalah pemimpin tidak menjalankan amanatnya
dengan baik (tidak adil).
3.
Kepemimpinan Nabi dalam berbagai situasi menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan dilakukan atas kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi
atau golongan. Kepemimpinan beliau juga tidak terlepas dari adanya komunikasi
dengan Tuhannya yaitu melalui salat. Dengan demikian, kepemimpinan Nabi
menunjukkan keterkaitan dan hubungan saling mempengaruhi antara h}abl
min Allah (ukhrawi) dan h}abl min al-na>s (duniawi).
4.
Hubungan antara kepemimpinan dan salat adalah bahwa tegaknya salat merupakan
tanda adanya ijtima>‘ al-kalimah dalam ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya dan kesejahteraan dalam suatu kelompok atau wilayah. Salat
dalam hal ini bukanlah salat dalam arti lahiriyah saja, tetapi salat yang
membekas pada perilaku yang baik, adil dan bertanggung jawab. Dengan demikian,
ketaatan kepada pemimpin yang adil diharuskan.
Dari beberapa kesimpulan di atas, maka
kandungan hadis tentang seburuk-buruk pemimpin selama menegakkan salat dapat
digeneralisasikan bahwa ketaatan kepada penguasa atau pemimpin diharuskan
selama mereka tidak menyimpang dari ajaran Islam, yaitu mereka masih menegakkan
keadilan dalam masyarakat.
[1] Muh}ammad Fu’a>d ‘Abd
al-Ba>qi>, Mifta>h Kunu>z al-Sunnah (Beiru>t:
Da>r Ah}ya>’ al-Tura>s| al-‘Arabi>, 2001), hlm. 55.
[2] CD Mausu>‘ah
al-H{adi>>s| al-Syari>f al-Kutub al-Tis‘ah, Produksi
Sakhr, tahun 1991, edisi 1.2.
[3] A.J. Wensick, Mu‘jam
al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s| al-Nabawi>>, juz VI
(Leiden: E.J. Brill, 1967), hlm. 186.
[4]Abu> al-H}usain Muslim bin
al-H{ajja>j ibn Muslim al-Qusyairi> Al-Naisabu>ri> (selanjutnya
disebut Muslim), al-Ja>mi‘ al-S}ah}i>h}, jilid VI
(Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 24.
[6] Ah}mad bin H}anbal, Musnad li
al-Ima>m Ah}mad bin H}anbal wa biha>misyihi Muntakhab Kanz al-‘Umma>l
fi> sunan al-Aqwa>l wa al-Af‘a>l, jilid VI (Beiru>t:
Da>r al-Fikr,[t.t.]), hlm. 24.
[8] ‘Abdullah bin ‘Abd al-S}amad
al-Samarqandi> al-Da>rimi>, Sunan al-Da>rimi>, jilid
II (Beiru>t: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 324.
[9] Muh}ammad Na>s}ir al-Di>n
al-Alba>ni>> (selanjutnya disebut al-Alba>ni>>), S}ah}i>h} al-Ja>mi‘ al-S}agi>r
wa Ziya>dah al-Fath} al-Kabi>r, jilid II (Beiru>t: al-Maktab
al-Isla>mi>, [t.t.]), hlm. 619.
[10] Jala>l al-Di>n ‘Abdurrah}ma>n bin
Abi> Bakr al-Suyu>t}i> (selanjutnya disebut al-Suyu>t}i>>), al-Ja>mi‘
al-S{agi>r fi> Ah}a>di>s| al-Basyi>r al-Naz|i>r ,
jilid II ([t.k.]: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 8.
[11] Abu> Muh}ammad al-H}usain bin Mas‘u>d
al-Bagawi>> (selanjutnya disebut al-Bagawi>>), Syarh}
al-Sunnah, jilid V (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992), hlm.
302-303.
[12] Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah:
Implikasinya pada perkembangan Hukum Islam (Semarang: Aneka Ilmu,
2000), hlm. 155-156.
[13] Muhammad Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang
Tekstual dan Kontekstual: Telaah Ma’an al-Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal,
Temporal dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintang, 1987) hlm. 5.
[14] Yah}ya>} bin Syaraf al-Nawaw}i> (selanjutnya
disebut al-Nawaw}i> ), S}ah}i>h} Muslim: Syarh}
al-Ima>m al-Nawa>wi>, jilid I (Beiru>t: Da>r al-Fikr,
1983), hlm. 16. Menurut Ibnu S}alah} perkataan Muslim dalam Muqaddimah kitabnya
memiliki dua makna. Pertama, ia tidak memasukkan di dalam kitabnya hadis-hadis
yang menurutnya telah memenuhi syarat-syarat hadis sahih yang disepakati,
walaupun terpenuhinya syarat-syarat ini hanya pada sebagian ulama, tidak jelas
pada sebagian ulama yang lain. Kedua, ia tidak memasukkan tidak memasukkan ke
dalam kitab hadisnya, hadis-hadis yang didebatkan oleh ulama s|iqah secara
keseluruhan meliputi matan dan sanad, tetapi ia hanya memasukkan hadis yang
tidak didebatkan rawinya saja. Ibnu S}alah} juga mengatakan bahwa semua hadis
yang dihukumkan sahih menurut Imam Muslim dalam kitabnya dapat dipastikan
kesahihannya. Lihat: ibid., hlm. 19.
[16] Sebenarnya perbedaan lafal dalam matan dapat
terjadi karena telah terjadi periwayatan secara makna dalam periwayatan hadis,
di samping ada kemungkinan periwayat hadis yang bersangkutan telah mengalami kesalahan.
Menurut ulama hadis, perbedaan lafal yang tidak mengakibatkan perbedaan makan,
asalkan sanadnya sama-sama sahih, maka hal itu dapat ditoleransi. Lihat: M.
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), hlm. 131.
[17] Arti bahasa kata ziya>dah adalah
“tambahan”. Mneurut istilah ilmu hadis, ziya>dah pada matan
adalah tambahan lafal ataupun kalimat (pernyataan) yang terdapat dalam matan, tambahan
itu dikemukakan oleh periwayat tertentu, sedang periwayat yang lainnya tidak
mengemukakannya. Menurut Ibnu S}alah, ziya>dah ada tiga
macam, yakni : (a) ziya>dah yang berasal dari periwayat
yang s|iqah yang isinya bertentangan dengan yang dikemukakan
oleh banyak periwayat yang bersifat s|iqah juga; ziya>dah ini
ditolak dan ziya>dah ini termasuk hadis sya>z|.(b) ziya>dah yang
berasal dari periwayat yang s|iqah yang isinya tidak
bertentangan dengan yang dikemukakan oleh banyak periwayat yang bersifat s|iqah juga; ziya>dah ini
dapat diterima. (c) ziya>dah yang berasal dari periwayat s|iqah berupa
sebuah lafal yang mengandung arti tertentu, sedang para periwayat lain yang
bersifat s|iqah tidak mengemukakannya. Lihat: ibid., hlm.
137.
[18] Idraj secara bahasa berarti
memasukkan atau menghimpunkan. Menurut pengertian ilmu hadis, idraj berarti
memasukkan pernyataan yang berasal dari periwayat ke dalam suatu matan hadis
yang diriwayatkannya sehingga menimbulkan dugaan bahwa pernyataan itu berasal
dari Nabi karena tidak adanya penjelasan dalam matan hadis itu.
Lihat: ibid., hlm. 138.
[19] Mengenai silsilah rawi hadis dan statusnya dapat
dilihat dalam: CD Mausu>‘ah al-Hadi>>s| al-Syari>f
al-Kutub al-Tis‘ah, Produksi Sakhr, tahun 1991, edisi 1.2.
[21] Musahadi HAM, Evolusi Konsep Sunnah:
Implikasinya pada Perkembangan Hukum Islam (Semarang: Aneka Ilmu,
2000), hlm. 153.
[22] Tim Penterjemah al-Quran, al-Qur'an dan
Terjemahnya (Madinah: Mujamma‘ Kha>dim al-H{aramain
al-Syari>fain al-Ma>lik Fahd li al-T}aba>‘ah al-Mus}h}af
al-Syari>f, 1412 H.), hlm. 128.
[24] Yang dimaksud perbuatan keji ialah dosa besar
yang akibat buruk (mud}ara>t ) tidak hanya menimpa diri sendiri
tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya sendiri ialah melakukan
dosa besar yang akibat buruknya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau
kecil. Lihat: ibid.
[26] Sentot Haryanto, Psikologi Shalat:
Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), hlm. 163-164.
[27] Muh}ammad bin Isma>‘i>l Abu>
‘Abdulla>h al-Bukha>ri> al-Ja‘fa> (selanjutnya disebut
al-Bukhari>), S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, jilid VI
(Beiru>t: Da>r Ibnu Kas|i>r, 1987), hlm. 2496.
[28] Redaksi hadis yang tercantum ini adalah riwayat
Imam Muslim. Lihat : Muslim, op.cit., hlm. 23-24.
Al-Baga>wi> dalam kitabnya Syar>h} al-Sunnah} menyatakan
sahih-nya hadis ini. Lihat: Al-Baga>wi>, op.cit., hlm.
302-303. Pada riwayat lain, baik yang diriwayatkan oleh Muslim maupun
Al-Tirmiz|i>, Abu> Da>wud dan Ah}mad, terdapat perbedaan lafal, di
antaranya adalah fa man kariha faqad bari’a wa man ankara faqad
salima, atau dengan redaksi fa man ankara faqad bari’a wa
man kariha faqad salima. Lihat: Muh}ammad bin ‘I>sa> Abu>
‘I>sa> al-Tirmiz|i> al-Salami>, Sunan al-Tirmiz|i>, jilid
IV (Beiru>t: Da>r al-Ih}ya>’ al-Tura>s| al-‘Arabi>, [t.t.]),
hlm. 529; Sulaima>n bin al-‘Asy‘as| Abu> Da>wud
al-Sijista>ni> al-Azdi>, Sunan Abu> Da>wud, jilid
IV ([t.k]: Da>r al-Fikr, [t.t.]), hlm. 242; Ah}mad bin H}anbal
Abu> ‘Abdullah al-Syaiba>ni>, Musnad Ah}mad, jilidVI
(Mesir: Mu’assasah Qurt}ubah, [t.t]), hlm. 305.
[29] Umar Abdurrahman, Tipe-tipe Penguasa dan
Status Hukumnya dalam Islam (Solo: Pustaka Mantiq, 1995), hlm. 31.
[30]Abul A’la al-Maududi, Hukum dan Konstitusi
Sistem Politik Islam, terj. Asep Hikmat. (Bandung: Mizan,
1995), hlm. 168-173.
[33] Al-Ima>m al-Alla>mah Abi> Fad}l
Jama>l al-Di>n Muh{ammad bin Mukram ibn Manz}u>r al-Afri>qi>
al-Mis}ri> (selanjutnya disebut al-Mis}ri>), Lisa>n al-‘Arab,
jilid XII (Beiru>t: Da>r al-S}a>dir, 1992), hlm. 22-26; Ahmad Warson
Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta:
[t.p.], 1984), hlm. 42-44.
[35] Majduddi>n Muh{ammad Ya‘qu>b al-Fairuz
Abadi>, al-Qa>mu>s al-Muhi>t} (Beiru>t:
Maktabah al-Buh{u>s wa al-Dira>sah, 1995), hlm. 173.
[36] Muslim, loc.cit.; Yah}ya> bin
Syaraf al-Nawaw}i> (selanjutnya disebut al-Nawaw}i> ), S}ah}i>h}
Muslim: Syarh} al-Ima>m al-Nawa>wi>, jilid VI
(Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1983), hlm. 245.
[37] Louis Ma‘luf, Al-Munjid fi> al-Lugah
wa al-A‘la>m (Beiru>t: Da>r al-Masyriq, 1986), hlm. 17; Ahmad
Warson Munawwir, op.cit., hlm. 42-44.
[40] Huruf hamzah mempunyai dua
fungsi yaitu sebagai h{arf nida>’ dan h{arf
istifha>m. Sebagai h{arf istifha>m, huruf hamzah mempunyai
dua makna, yaitu mempertanyakan tentang satu hal di antara dua hal dan
mempertanyakan sesuatu untuk meyakinkan atau meniadakan (sesuatu itu). Lihat:
Fu’a>d Ni‘mah, Mulakhkhas} Qawa>‘id al-Lugah al-‘Arabiyyah (Surabaya:
al-Hida>yah, [t.t]), hlm. 152.
[41] Muslim, loc.cit.; Amira Zrein
Matraji (rev.), Shahih Muslim, Vol. 3.A (Beirut:
Dar el-Fiker, 1993), hlm. 520-521; Abdul Hamid Siddiqi (rend.), Shahih
Muslim: Arabic-English, Vol. III (Delhi: Adam Publisher
and Distributors, 1996), hlm. 520-521.
[44] Nurcholish Madjid, Kontekstualisasi
Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994), hlm. 20.
[46] Abul A’la al-Maududi (selanjutnya disebut
Al-Maududi), Hukum dan KonstitusiSistem Politik Islam, terj.
Asep Hikmat (Bandung:Mizan, 1995), hlm. 204.
[48] Sa’id Hawwa, Ar-Rasul Muhammad SAW.,
terj. Kathur Suhardi (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1993), hlm. 256.
[49] Sebelum dinamai Madinah, kota ini
bernama Yasrib. Penamaan Madinah ini oleh Nabi Muhammad memiliki maksud yang
mendalam. Secara bahasa, kata madi>nah mengacu kepada pola
hidup berperadaban. Kata madaniyyah aalah kata dalam bahasa Arab
untuk "peradaban", sama dengan kata had{a>rah yang
asal maknanya adalah pola kehidupan di suatu tempat, yaitu bukan kehidupan
berpindah-pindah atau nomad yang merupakan pola kehidupan gurun pasir. Lihat:
Nurcholish Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban (Jakarta:
Paramadina, 1995), hlm. 312-313.
[50] J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah:
Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994), hlm. 80.
Loading...
0 Response to "Hadis Seburuk-buruk Pemimpin Selama Menegakkan Shalat"
Post a Comment